LOGIN"Aku terpaksa menerima keputusan Brigit dan Patrick agar tak menimbulkan kecurigaan dari mereka. Meski untuk menolak pun aku tak mampu," batin Amber sedikit kesal karena tak bisa masuk ke ruangan Bernard. "Baiklah, aku masuk dulu ke ruangan Paman Bernard. Amber, tunggu aku di sini. Dan Patrick, jaga Amber baik-baik, jangan sampai ada lecet sedikit pun di tubuh Amber. Aku percayakan dia padamu," ucap Brigit mengingatkan Patrick."Siap!" Patrick dengan semangat mengangkat tangannya dan hormat kepada Brigit. Tentu saja dia semangat, karena di sampingnya ada wanita secantik Amber yang menemaninya. Doanya semoga Brigit lama di dalam ruangan Bernard, hingga ia bisa lebih puas memandangi wajah Amber yang sangat cantik bak dewi. Setelah mewanti-wanti Amber dan Patrick, Brigit berlalu meninggalkan kedua orang itu untuk segera menuju ke ruangan Bernard. Ia memikirkan topik apa saja yang akan digunakan untuk memancing pembicaraan dengan Bernard kali ini, karena pasti ia canggung, meski sudah b
"Amber berasal dari Australia, Patrick," jawab Brigit. Asal saja, karena hanya itu yang dapat dipikirannya tadi ketika mereka mendadak mendapatkan pertanyaan yang sama sekali tidak pernah berada dalam pikiran mereka. Jawaban Brigit membuat Amber bisa bernapas dengan lega. Wanita itu tersenyum pada Patrick untuk menutupi kegugupannya pada pertanyaan yang sebelumnya lelaki itu tanyakan. Asal jangan sampai diminta menceritakan tentang Australia secara detail saja ia tahu, karena beberapa kali pernah ke negara itu. "Untung Brigit bisa menemukan jawaban yang tepat di saat terdesak seperti tadi," batin Amber merasa lega."Oh … orang Australia. Aku pikir dia berasal dari Asia" ucap Patrick sambil mengangguk-angguk.Amber masih diam sambil terus menunjukkan senyumannya yang paling manis. Hal itu justru membuat Patrick semakin terpesona pada Amber. Brigit dan Amber bukan tak mengetahui, kedua wanita itu tahu jika Patrick sudah mulai tergila-gila pada pesona yang ditunjukkan oleh Amber. Tak b
"Amber berasal dari Australia, Patrick," jawab Brigit. Asal saja, karena hanya itu yang dapat dipikirannya tadi ketika mereka mendadak mendapatkan pertanyaan yang sama sekali tidak pernah berada dalam pikiran mereka. Jawaban Brigit membuat Amber bisa bernapas dengan lega. Wanita itu tersenyum pada Patrick untuk menutupi kegugupannya pada pertanyaan yang sebelumnya lelaki itu tanyakan. Asal jangan sampai diminta menceritakan tentang Australia secara detail saja ia tahu, karena beberapa kali pernah ke negara itu. "Untung Brigit bisa menemukan jawaban yang tepat di saat terdesak seperti tadi," batin Amber merasa lega."Oh … orang Australia. Aku pikir dia berasal dari Asia" ucap Patrick sambil mengangguk-angguk.Amber masih diam sambil terus menunjukkan senyumannya yang paling manis. Hal itu justru membuat Patrick semakin terpesona pada Amber. Brigit dan Amber bukan tak mengetahui, kedua wanita itu tahu jika Patrick sudah mulai tergila-gila pada pesona yang ditunjukkan oleh Amber. Tak b
Brigit menyadari yang datang adalah Patrick,, dia pun kemudian langsung menyapanya. "Hi, Patrick …." sapa Brigit seraya tersenyum manis untuk memberikan kesan hangat."Halo, Brigit. Kamu belum menjawab pertanyaanku. Jadi, cepatlah jawab," ucap Patrick lalu tersenyum pada Brigit."Ya, aku akhir-akhir ini sedikit sibuk, Patrick. Karena ada beberapa pekerjaan yang harus dikerjaan dengan cepat. Aku juga baru saja kembali dari mengikuti seminar," jawab Brigit berusaha meyakinkan Patrick dan tak menimbulkan kecurigaan. Dia pun menunjukkan wajah lelah dan letih."Ahh, iya, aku lupa kalau beberapa waktu yang lalu sempat mendengar kabar kalau kamu mau ikut seminar. Maafkan aku, Brigit, kukira kamu tak melakukan apa-apa dan hanya bersantai-santai saja," ujar Patrick sedikit tak enak hati dengan Brigit."Tak masalah, Patrick. Aku paham, karena kamu lupa jadinya sedikit curiga kalau aku mangkir dari kantor kan? Kamu pun harusnya ingat, kalau aku tak terlihat di kantor pasti sedang ada pekerjaan d
Di belahan bumi yang lain, tepatnya di benua Eropa. Di negara yang dulunya terbagi menjadi dua, barat dan timur. Negara yang mempunyai nama Jerman itu menjadi tempat bagi Bastian bersama teman-temannya menjalankan misi yang sudah mereka rencanakan dengan baik. Pun menjadi tempat di mana Amber dan Brigit sedang menyiapkan strategi untuk misi penjebakan bagi Bernard."Amber, apa dirimu sudah siap menjalankan misi yang sudah kita rencanakan kemarin?" tanya Bastian saat mereka berkumpul di ruang pertemuan. Ia harus memastikan lagi semua berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan, maka persiapan harus sematang mungkin."Ya, aku siap. Meskipun jujur saja, ada sedikit rasa takut yang membayangi. Bukan hanya takut gagal, tapi aku juga takut kalau Bernard benar-benar melakukan hal gila dan buruk kepadaku. Walau ada yang menjaga dan mengawalku, tapi tetap saja, ketakutan itu sampai saat ini masih ada." Amber berusaha mengungkapkan apa yang dirasakannya, apa yang membuat hatinya gundah gulana.
"Mereka pasti sedang melakukan …."Alby tak meneruskan gumamnya, pikiran lelaki itu menerawang jauh membayangkan adegan yang dilakukan Rey bersama sang kekasih. Adegan yang bisa membuatnya kegerahan dan kepanasan."Aku benar-benar tidak habis pikir, Rey bisa melakukan itu. Dia berhubungan badan dengan ibu kandung Alexa?" batin Alby masih tak mengerti dengan kelakuan Rey."Ibunya Alexa kan mertua Bastian, dan Bastian adalah pemimpinnya. Rey kenapa bisa setega itu terhadap Bastian? Kalau aku, sudah kupastikan tak akan tega melakukan hal itu pada Bastian. Aku masih menghormatinya sebagai pimpinanku," Alby berbicara sendiri, yang masih saja berdiri mematung di depan kamar ibunya Alexa."Bagaimana reaksi Tuan Dominic kalau tahu ibu mertuanya ada hubungan khusus dengan anak buahnya? Apa dia akan langsung menghabisi Rey? Atau ... ck, entahlah. Aku tak mau ikut campur urusan pribadi mereka. Aku hanya akan mengerjakan apa yang ditugaskan padaku saja."Alby masih saja bermonolog tanpa meninggal







