Share

Bab 4. Ivan Marah

Author: Pein
last update Last Updated: 2023-07-01 20:15:58

Martin dan Jesica sampai di Mansion Dreams, kedua orang itu menatap takjub bangunan megah yang ada di depan mereka ketika turun dari mobil.

"Mari Tuan!" ajak Ivan sopan.

Pasangan suami istri tersebut mengangguk, Jesica tanpa sadar merangkul lengan suaminya. Tentu hal itu membuat Martin reflek menoleh ke arah lengannya, karena ini pertama kali Jesica merangkul dirinya.

Mereka berdua mengekori Brody yang sudah berjalan di depan, para pelayan berbaris menyambut mereka. Saat pasangan suami istri tersebut masuk ke dalam mansion.

Jesica dan Martin menatap kagum bangunan rumah itu, mereka berdua benar-benar takjub dengan setiap dekorasi dan perabotan yang begitu mewah.

"Tuan, Nyonya, mari saya ajak kalian berkeliling," ucap Ivan menegur keduanya.

Martin dan Jesica mengangguk, mereka berdua tidak bisa berkata-kata, karena tempat itu begitu sangat menakjubkan.

Ivan membawa mereka berkeliling Mansion, memerlihatkan ke pasangan suami istri itu dengan ramah. Meskipun Ivan sebenarnya merasa malu, kalau tuannya yang dulu pasti biasa saja ketika melihat tempat tersebut.

Mereka pun selesai berkeliling dan sampai di kamar utama Mansion. Ivan membukakan pintu kamar untuk tuannya.

"Tuan, Nyonya, ini kamar kalian, semua pakaian ada di lemari, silahkan istirahat, kalau perlu sesuatu tinggal panggil kami saja. Saya permisi Tuan," ucap Ivan seraya meninggalkan pasangan suami istri tersebut.

Selepas kepergian Ivan, mereka berdua masuk ke dalam kamar. Jesica dan Martin langsung melihat-lihat isi kamar.

"Sayang lihatlah kamar mandinya!" seru Martin bersemangat.

Jessica yang sedang mengagumi dekorasi kamar itu, ia menghampiri Martin. Mata Jesica membelalak lebar ketika melihat kamar mandi yang begitu luas itu.

"Rumah orang kaya memang berbeda," gumam Jesica kagum.

Jesica menatap suaminya, ia kemudian bertanya. "Martin, sebenarnya siapa mereka?"

Martin menghela napas. "Kalau kamu tanya denganku, lantas aku harus bertanya dengan siapa? Aku saja tidak tahu mereka," jawab pria tersebut tidak berdaya.

Jesica menghampiri tempat tidur, ia duduk di sana, kemudian bertanya lagi. "Apa tidak apa-apa kita tinggal di sini? Sementara kamu saja tidak tahu siapa mereka?"

Martin duduk di sebelah Istrinya, ia menggenggam tangan Istrinya. "Nanti aku pastikan pada mereka, agar tidak terjadi salah paham."

"Sayang kamu tidak akan meninggalkanku, walaupun nanti semua ini bukan milikku, kan?" sambung pria itu sedih.

Jesica bingung, ia memang ingin mendapatkan kebahagian seperti wanita lainnya. Akan tetapi ia juga sadar, tidak ada pria yang setulus Martin.

Jesica mengangguk lirih. Martin tentu saja sangat senang, pria itu melompat kegirangan, membuat Jessica terkikik geli melihatnya.

"Kamu istirahatlah dulu, aku mau bicara pada mereka," ucapnya penuh dengan percaya diri.

Jesica mengangguk lagi, Martin tersenyum dan beranjak dari duduknya, ia bergegas keluar dari kamar menemui Ivan.

Sesampainya di luar kamar, tatapan pria itu berubah. Terlihat Martin yang berbeda dengan tatapan yang tajam.

Di aula terlihat Ivan yang sedang mengobrol bersama Adrian. Martin menghampiri mereka berdua.

"Tuan a...."

Plak!

Suara tamparan keras membuat Adrian yang tadi bersemangat menyambut Martin, ia terhuyung dan jatuh ke belakang.

Ivan tentu saja terkejut, begitu juga Adrian yang langsung mendongak menatap Martin sambil memegangi pipinya.

Melihat tatapan Martin, Adrian sangat yakin kalau Pria tersebut adalah tuannya yang dulu.

"Kenapa kalian bawa aku kemari? Tempat ini kenangan burukku dengan Zeta!" tegur Martin pada kedua bawahannya itu.

Zeta merupakan kekasih Martin yang telah meninggal, pada saat belum meninggal. Martin melakukan hubungan badan pertama kali di Mansion tersebut dengan Zeta. Karena itulah pria itu sebenarnya tidak mau tinggal di tempat itu lagi.

"Tuan, saya kira Anda tidak ingat apa-apa, maafkan saya, ini semua salah saya," ucap Ivan sambil membungkukkan badan.

Martin menghela napas. "Sudah berapa lama aku pergi?"

"Du-Dua tahu Tuan," jawab Ivan ketakutan.

Martin hanya mengangguk, ia kemudian berjalan ke arah ruang tamu. Ivan dan Adrian bergegas mengikutinya.

"Bukankah kata anda tuan hilang ingatan?" tanya Adrian berbisik pada Ivan.

"Entahlah, tapi pas pertama kali bertemu, tuan memang tidak ingat apa-apa," jawab Ivan tidak berdaya.

Martin memang sebelumnya tidak ingat apa-apa, tapi ketika ia melihat kenangan-kenangan dengan Zeta, tiba-tiba saja ingatannya pulih, walaupun belum sepenuhnya kembali, tapi pria itu sudah mengetahui jati dirinya.

Martin duduk di sofa ruang tamu, Ivan dan Adrian berdiri di sampingnya dengan kepala menunduk, karena mereka tahu jika tuannya sudah kembali, sosok tersebut akan sangat menakutkan.

"Jangan beritahu Istriku terlebih dahulu jika aku sudah mengingat semuanya, sampai mana dia benar-benar menerimaku!" tegasnya dingin.

"Baik Tuan!" jawab kedua bawahannya mantap.

"Jadi, kalian sudah menemukan siapa yang memburuku dua tahun lalu?" tanya Martin lagi.

"Sudah tuan, mereka dari kelompok Wolf, kami sudah menghabisi mereka semua," jawab Ivan mantap.

"Kelompok Wolf? Kenapa mereka mengincar ku? Bukankah mereka tahu kekuatan kita?" tanya Martin menyelidik.

"Kami juga tidak tahu tuan, tapi ketika kami menangkap Ero (pemimpin kelompok Wolf), dia langsung bunuh diri, sehingga kami tidak mendapatkan informasi apapun," tutur Ivan tidak berdaya.

Martin mengernyitkan dahi, jika memang seperti itu masalahnya. Ia yakin kalau ada dalang di balik penyerangan kelompok Wolf yang berani mengincar dirinya. Mengingat kelompok Wolf sebenarnya lebih lemah dari keluarga besar Luther.

Sorot mata Martin berubah tajam, pria itu bersumpah dalam hati akan menemukan siapa dalang di balik penyerangan dirinya.

"Selama aku pergi, siapa yang mengendalikan keluarga Luther?!" tanya Martin serius.

Ivan dan Adrian tampak ketakutan, mereka sangat takut kalau tuan besarnya itu marah jika tahu sebenarnya apa yang terjadi dengan keluarga Luther.

"Tuan, semenjak kepergian anda, Tuan Danil yang memegang tampuk kekuasaan. Namun, sebagian dari kami tidak mengakuinya, sehingga kami terpaksa tinggal di Souland untuk mempertahankan sebagian aset Anda," tutur pria sepuh itu tidak berdaya.

Martin mengerutkan keningnya. "Maksudmu keluarga Luther terpecah menjadi dua kubu? Dan karena itu juga kamu menginginkan aku kembali ke Newland?" tanya Martin memastikan.

"Benar tuan,"

Bukannya marah, Martin malah menyeringai, setidaknya dengan begitu ia sedikit tahu dengan apa yang terjadi dua tahun lalu, ketika dirinya di buru kelompok Wolf.

Daniel Luther, paman Martin yang memang dari awal keluarga Luther bangkit, ia sudah memiliki ketertarikan ingin menguasai tahta Martin, padahal pria itu tidak berjasa sama sekali, keluarga Luther bangkit juga berkat pemikiran Martin.

"Ivan, Adrian, tetap sembunyikan keberadaanku, ada sesuatu yang mau aku selidiki terlebih dahulu!" perintahnya sambil menyeringai layaknya Iblis.

Ivan dan Adrian sebenarnya keberatan, tapi ia tahu kalau tuannya sudah berbicara, ia tidak akan pernah menarik kata-katanya, dan pastinya sesuatu yang ingin di selidiki Martin pasti masalah penting.

"Nanti malam aku akan menghadiri pesta keluarga Vlar bersama istriku, kalian persiapkan semuanya, aku ingin membuat mereka terkejut, karena pernah meremehkanku selama ini!" perintah pria itu lagi dengan sorot wajah dingin.

"Dimengerti tuan!" jawab keduanya kompak.

Martin beranjak dari duduknya, ia kembali ke kamar. Sementara Ivan dan Adrian menyiapkan kejutan seperti yang di bilang tuannya.

***

Martin masuk ke dalam kamarnya, tampak Jesica yang sedang memilih-milih gaun yang ada di lemari.

"Itu bagus untuk kamu, sayang," ucap Martin tiba-tiba, membuat Jesica terkejut.

"Martin! Kamu bikin aku kaget saja." Istrinya itu tampak tersipu malu, dan segera menaruh gaun yang ia pegang tadi ke lemari kembali.

"Kenapa di kembalikan? Pakai saja, mulai hari ini, kita akan tinggal di sini dan semua yang ada di tempat ini milik kita," tutur Martin percaya diri.

Jesica mengerutkan keningnya, wanita itu sedikit heran dengan Martin, pasalnya suaminya itu tampak sedikit berbeda dari biasanya.

Martin mendekati istrinya, ia memeluk Jesica dari belakang, sontak saja Jesica terkejut.

"Kehidupan baru kita telah di mulai sayang, aku akan memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya padamu, maafkan aku karena selama ini membiarkanmu menderita," ucap pria tersebut sambil memeluk Istrinya dari belakang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tukang Copy
sudah mulai pemanasan wkwkw
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menantu Terhina Ternyata Mafia   Sebuah Akhir

    Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal

  • Menantu Terhina Ternyata Mafia   Bab 114

    Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A

  • Menantu Terhina Ternyata Mafia   Bab 113

    "Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."

  • Menantu Terhina Ternyata Mafia   Bab 112

    Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse

  • Menantu Terhina Ternyata Mafia   Bab 111

    Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,

  • Menantu Terhina Ternyata Mafia   Bab 110

    Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status