"Mas, aku ganti film nya boleh nggak?" tanya Arnita meminta izin kepada Arman untuk mengganti film yang sedang mereka tonton.Arnita mendongakkan kepalanya karena tidak mendapat balasan dari Arman. Saat ini Arnita dan Arman sedang menonton film bersama. Arnita meletakkan kepalanya di pangkuan Arman sambil menikmati film di depannya."Mas." Arnita menggoyangkan lengan Arman untuk mendapatkan perhatian suaminya itu. "Hmm, kenapa Nit?" Arman menundukkan kepalanya menatap Arnita dengan linglung."Mas dari tadi aku bicara nggak pernah dengerin." ujar Arnita dengan kesal. Wajahnya menekuk dengan kesal.Sedari tadi Arman sibuk memandangi hasil usg. Bahkan terkadang Arnita melihat Arman tersenyum sendiri sambil memandangi foto usg yang ada di tangannya. "Mas bisa nggak fokus sama aku dulu. Dari tadi mas terus ngeliatin foto usg lo." "Habisnya lucu." ujar Arman sambil tersenyum melihat foto usg di tangannya."Perasaan nggak ada yang lucu." gumam Arnita. Ia sudah melihat foto usg itu tadi d
Arnita berusaha menahan tawanya agar tidak mengeluarkan suara yang mengganggu tidur Arman. Sudah hampir sepuluh menit Arnita terbangun. Pertama ia terbangun ia terkejut dengan Arman yang memakai piyama hello kitty miliknya. Pagi ini piyama berwarna ungu itu sudah tidak berbentuk lagi. Dua kancing piyama di bagian tengah terlepas entah kemana. Mungkin karena terlalu sempit di tubuh Arman hingga membuat kancing piyama itu terlepas dengan sendirinya. Arnita merasa kasihan dengan Arman yang terlihat tidak nyaman memakai piyama miliknya. Tangan Arnita bergerak membuka satu persatu kancing piyama. Ia hanya ingin membukakan kancing piyama itu agar Arman bisa bergerak dengan nyaman dalam tidurnya. "Hmm." tanpa sepengetahuan Arnita, Arman terbangun dari tidurnya karena gerakan tangan Arnita.Arman menundukkan pandangannya ke bawah di mana Arnita sedang sibuk membuka kancing piyama yang ia pakai. Tangan Arman langsung memegang tangan Arnita. Arnita yang sebelumnya sedang terfokus membuka kan
Alif dan Arnita menengokkan kepalanya ke belakang secara bersamaan. Terlihat mobil Arman yang berhenti tepat di belakang mereka. Arman berjalan cepat menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Arnita meneguk ludahnya dengan susah payah ketika melihat Arman terus menatap Alif dengan begitu intens."Kaki kamu kenapa?" tanya Arman dengan khawatir."Ini tadi nggak sengaja nginjek pecahan kaca mas." ujar Arnita sambil menunjuk ke pecahan kaca yang sudah Alif singkirkan ke tepi jalan."Kamu kenapa bisa disini?" "Aku tadi habis ikut penyuluhan RT terus pulangnya mampir ke warung es dawet di depan. Ini aku baru mau pulang ke rumah." jelas Arnita menceritakannya dengan singkat dan jelas."Kamu bisa jalan?" tanya Arman lagi. Pandangannya tidak lepas dari kaki Arnita yang terluka."Bisa kok mas." Arnita berjalan pelan menunjukkannya kepada Arman."Bisa dari mana? Kamu jalan aja kesusahan." Arman sedikit membungkukan badannya. Satu tangannya ia selipkan di belakang dengkul Arnita."Mas!" Arn
Mawar berjalan berlenggak-lenggok memasuki lobi hotel. Dengan masker dan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya tidak akan membuat orang lain mengenalinya. Mawar berjalan ke arah meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu bu?" tanya resepsionis hotel tersebut dengan ramah."Saya ingin ambil kunci nomor 506." ujar Mawar."Atas nama siapa bu?" "Pak Atlas." "Tunggu sebentar ya bu." "Silahkan di isi data diri ibu disini." resepsionis wanita tersebut menyerahkan buku tamu kepada Mawar.Setelah mendapatkan kunci kamar milik Atlas, Mawar masuk ke dalam lift menuju lantai lima hotel tersebut. Langkahnya berhenti di depan pintu bernomor 506. Dengan menempelkan kartu akses, pintu itu sudah bisa terbuka.Mawar masuk ke dalam kamar itu. Matanya menyoroti setiap sudut ruangan. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah senyum miring. Diambilnya pigura foto yang ada di atas meja. Terlihat sebuah keluarga bahagia di foto itu. Tiitt tittSuara seseorang yang baru saja menempelkan kar
Arman menyandarkan kepalanya ke bahu Arman. Kakinya diluruskan sampai ujung kakinya menyentuh batas ujung sofa yang ia duduki. Tangannya asik menggeser layar ponselnya. Disisi lain Arman terlihat sibuk dengan tab di tangannya. Ia tidak sama sekali tidak kelihatan pegal saat Arnita menyandarkan tubuhnya ke tubuh Arman. Arman melepas kacamata yang bertengger di hidungnya dan meletakkan tab di tangannya ke atas meja. Ia sedikit menggerakkan tubuhnya dengan pelan."Kamu sudah minum susu hamilnya?" tanya Arman."Belum." balas Arnita pelan seperti gumaman."Kenapa belum? Ayo minum susunya dulu." Arman mengambil ponsel yang ada di genggaman Arnita.Arnita sempat memasang wajah kesalnya saat Arman tiba-tiba mengambil ponselnya. Namun segera ia merubah raut wajahnya saat Arman menatapnya dengan tatapan tajam. "Jangan main ponsel terus. Ayo saya buatkan susu." Arman menggandeng lengan Arnita ke dapur. Ia menyuruh Arnita untuk duduk sambil menunggunya selesai membuatkan susu untuk Arnita."Mi
"Makasih ya Ar udah mau temani aku makan." ujar Jenny."Hmm." "Istri kamu nggak akan marah kan?" tanya Jenny hati-hati. Arman menggelengkan kepalanya."Oh iya untuk perpanjang kontrak yang kamu tawarkan sepertinya aku nggak bisa ambil." tangannya memainkan pisau dan garpu di atas steaknya.Arman mendongakkan sedikit kepalanya untuk menatap perempuan di depannya. "Kenapa?" "Emm, bukannya aku nggak tertarik mau ambil perpanjangan kontrak yang kamu tawarkan. Tapi aku mau mencoba untuk ekspor modelling yang beda dari sebelumnya.""Manajer aku bilang kalau ada salah satu merk fashion ternama di Indonesia yang nawarin kerja sama dengan aku. Aku harap kamu nggak tersinggung sama keputusan aku."Arman menganggukkan kepalanya pelan. Ia mengerti jika Jenny ingin mencoba dunia modelling lain yang ada di negara ini. Itu juga akan mempermudah karirnya di negara ini."Bagus kalau kamu mau ekspor dunia modelling disini." balas Arman.Jenny lega mendengar jawaban Arman yang mendukung keputusannya.
Kandungan Arnita sudah memasuki bulan ketiga kehamilan. Tak terasa perut Arnita semakin membesar. Seperti menjadi kebiasaan baru Arman, setiap kali Arnita berada di dekatnya ia selalu mengelus perut istrinya itu. Hingga kadang Arnita kesal kepadanya karena risih dengan sikapnya itu.Hingga sampai sekarang Arman belum memberitahu mamanya tentang kehamilan Arnita. Tapi rencananya Arman akan memberitahu mamanya dalam waktu dekat. Ia akan membawa Arnita ke rumah.Arman menggeser layar tab nya. Keningnya berkerut melihat berita sebuah agensi model yang ia ketahui Jenny menjadi salah satu model disana itu sedang terjerat kasus penipuan. Arman membuka artikel berita tersebut dan mencari tahu kebenarannya. Ia tercengang jika agensi tersebut benar-benar melakukan tindakan penipuan. Bukan hanya menipu modelnya saja, tetapi juga menipu pengusaha lain yang menggunakan jasa modelling perusahaan tersebut. Kasus itu juga ikut menyeret para model di perusahaan tersebut dan Arman melihat nama Jenny ju
Arnita menunggu Arman di meja makan. Kepalanya terus menatap ke arah pintu menunggu kedatangan Arman. Dua porsi sate yang tadi ia beli sudah disiapkan di piring. Karena Arman terlalu lama berada diluar, Arnita jadi berpikir untuk memanggil Arman untuk segera masuk ke dalam. Perutnya sudah lapar minta diisi."Mas Arman." panggil Arnita sambil kepalanya celingukan mencari keberadaan suaminya itu.Seketika Arnita sadar jika mobil suaminya yang tadi terparkir di halaman rumah sekarang sudah tidak ada lagi disana. Arnita terdiam berpikir apa yang sebenarnya sudah terjadi. Apa Arman pergi lagi setelah mengangkat telepon tadi? Sepertinya memang ada hal penting yang Arman lakukan saat ini.Dengan langkah lesu Arnita kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia kembali membungkus sate milik Arman dan menyimpannya. Arnita kemudian menghabiskan seporsi sate ayam seorang diri di meja makan.Selesai makan Arnita menunggu Arman pulang di depan tv. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh mala