"Nit?" Arman menyentuh bahu Arnita."Mas, mas kapan pulangnya?" tanya Arnita dengan bingung."Kamu dari tadi duduk di balkon nggak lihat saya masuk?" kini gantian Arman yang bingung.Sebab Arnita sudah duduk di balkon kamar cukup lama tapi tidak melihat mobil Arman masuk ke halaman. Arman juga tadi sempat memanggil Arnita saat masuk ke dalam kamar, tetapi Arnita tidak menjawabnya. Dan akhirnya Arman menemukan Arnita duduk termenung di balkon kamar."Kamu nggak papa? Apa yang kamu pikirkan sampai nggak denger saya panggil." tiba-tiba Arnita memeluk pinggang Arman sambil menyandarkan kepalanya di perut Arman."Kamu mikirin apa hmm?" tanya Arman lagi karena masih belum mendapat balasan dari Arnita."Tadi mbak Jenny datang ke rumah." gumam Arnita di perut Arman. Arnita tahu jika ucapannya pasti tidak akan terdengar jelas di telinga Arman."Hmm?" Arman bergumam mendengar ucapan Arnita yang kurang jelas.Arman menangkup wajah Arnita dan menjauhkannya dari perutnya. "Coba ulangi lagi tadi ng
Arnita menundukkan kepalanya menatap lantai marmer yang ia pijak. Biasanya seorang pengantin akan merasa sangat senang di hari pernikahan mereka tiba. Tapi Arnita tidak merasakannya. Lima belas jam yang lalu ia telah resmi menjadi nyonya Sebastian. Dan lima belas menit yang lalu mereka telah selesai merampungkan acara resepsi pernikahan. Malam ini Arnita terlihat sangat cantik seperti putri raja. Jujur saja ini adalah pesta pernikahan impiannya, tapi ia tidak tahu kenapa ia merasa tidak senang.Apa karena ia harus terpaksa menikah dengan Arman? Apa itu alasannya ia tidak merasa senang di hari pernikahannya. Arman sosok pria yang baik walaupun sedikit cuek. Mengingat dua minggu yang lalu dimana Arman mendatangi tempat Arnita bekerja dan tiba-tiba saja laki-laki itu melamar Arnita. Arnita tidak mengenalnya, yang Arnita tahu Arman hanyalah pelanggan tetap di toko bunga tempat ia bekerja. Tidak sampai disitu, Arman seperti melakukan segala cara untuk menjadikan Arnita sebagai istrinya. A
Arman yang baru saja pulang dari kantor menghela nafas lelah. Seharian ia sangat disibukkan dengan urusan kantor yang tidak ada hentinya. Walaupun ia memiliki pangkat tinggi dan menjadi pemilik saham perusahaan tempat ia bekerja tidak membuat Arman melepaskan tanggung jawabnya pada pekerjaan kantor. "Kamu bisa kerja nggak sih! Ini masih ada pecahan kaca yang tertinggal, bagaimana kalau ada orang yang kena pecahan kaca ini!" Arman berdecak kesal, baru saja ia ingin membuka pintu rumah ia sudah mendengar suara mamanya yang sedang mengomel. Mamanya memang orang yang sedikit ribet, bahkan sering mengomeli para pembantu dengan alasan karena kerjanya tidak becus. Dan sekarang mamanya pasti sedang mengomeli salah satu pembantu karena kerjanya tidak benar.Arman melangkah masuk kedalam rumah dan mencari keberadaan mamanya. "Ini masih ada pecahan kacanya!" ujar Cintya ibu Arman sambil menunjuk sisa pecahan kaca di atas lantai.Arman tidak bisa berkata-kata melihat mamanya ternyata sedang me
Tak terasa sudah seminggu berlalu pernikahan Arnita dan Arman berjalan. Dan selama seminggu itu juga Arnita tinggal di rumah Arman. Walaupun pernikahan mereka dilakukan karena Arnita merasa berhutang budi dengan Arman, tapi Arnita tidak pernah merasa keberatan untuk menjadi istri Arman. Awal pertemuan Arnita dan Arman terjadi di toko bunga tempat dimana dulu Arnita bekerja sebelum menikah dengan Arman. Awalnya Arnita memang merasa terpesona dengan wajah Arman yang tampan, tapi ia tidak pernah berharap untuk menjadi istri Arman. Hingga suatu hari entah darimana Arman mengetahui tentang alamat rumahnya. Arnita benar-benar terkejut dengan kedatangan Arman di rumahnya. Apalagi pria itu menawarinya untuk menjadi istrinya. Benar-benar gila bukan? Tapi Arnita menolaknya, ia cukup tahu diri untuk tidak menerima tawaran Arman. Tapi Arman melakukan segala cara untuk bisa menjadikannya istri. Dan karena alasan Arman telah membayar semua hutang-hutang ayahnya, membuat Arnita merasa berhutang de
"Mama mau tambah lauknya?" tanya Arnita menawari ibu mertuanya."Nggak, sudah cukup." balas Cintya singkat."Ma aku titip Kenzo ya, soalnya aku ada jadwal pemotretan hari ini." ujar Mawar di sela sarapannya.Sudah menjadi kebiasaan jika Mawar ada jadwal pemotretan, maka dia akan menitipkan Kenzo kepada ibu mertuanya. Setau Arnita Mawar memiliki jadwal pemotretan yang cukup padat. Bahkan kakak iparnya itu pernah tidak pulang selama tiga hari dan tidak datang di acara pernikahan Arnita dan Arman."Iya, nanti biar bi Ira yang mengantar Kenzo ke sekolah atau nggak biar Arnita yang mengantar Kenzo. Arnita kan nggak punya kerjaan yang penting." balas Cintya sambil melirik ke arah Arnita dengan tatapan menyepelekan.Tangan Arnita yang ingin menyuapkan makanan ke mulutnya tiba-tiba berhenti. Arnita akui jika ia memang tidak memiliki pekerjaan. Sedangkan semua menantu di rumah ini memiliki pekerjaan. Tapi Arnita juga ikut merawat rumah ini, tapi itu saja tidak cukup untuk membuatnya terlihat j
Semalam sebelum tidur Arnita menyempatkan diri mengemasi pakaian-pakaian yang akan mereka bawa selama berada di Bali nantinya. Semalam juga Arnita dan Arman sudah mengambil keputusan jika mereka akan tetap pergi ke Bali. Lagian Arman juga sudah terlanjur mengambil cuti dari kantor dan juga merasa tidak enak jika tidak memakai pemberian mas Rehan dan mbak Imel. "Udah semuanya? Nggak ada yang ketinggalan?" tanya Arman memastikan."Udah semua mas." balas Arnita yakin. Tentu saja ia yakin karena ia sudah mengecek semua barang bawaan beberapa kali karena takut ada yang ketinggalan. Jadwal pesawat mereka pukul delapan pagi jadi mereka akan berangkat dari rumah satu jam sebelum take off. Jarak bandara dari rumah tidak terlalu jauh, mungkin butuh waktu dua puluh lima menit untuk sampai. Dan untungnya ini hari minggu jalanan pagi ini tidak terlalu macet seperti hari biasa. Tok….tok "Den Arman!" Suara panggilan bi Ira membuat perhatian Arnita dan Arman yang sedang menyiapkan koper teralihk
Arnita yang sedang memejamkan matanya terkejut mendengar suara dobrakan pintu yang dipaksa dibuka dari luar. Terlihat Mawar berjalan cepat menghampiri brankar Cintya dengan wajah panik yang sedikit berlebihan."Mama kenapa kok bisa masuk rumah sakit?" tanya Mawar dengan suara yang mendayu-dayu."Overdosis obat tidur." balas Cintya."Aku bawakan mama lasagna kesukaan mama." Mawar menunjukkan paper bag di tangannya."Mama tadi sudah makan masakan rumah sakit mbak, lasagnanya mungkin bisa dimakan mama nanti karena takutnya mama kekenyangan." ujar Arnita sambil tersenyum tipis.Mawar memutar bola matanya malas mendengar ceramah Arnita yang membuat telinganya pengang. "Mama masih lapar, biar lasagnanya mama makan." Cintya meraih paper bag ditangan Mawar dan mulai memakan lasagna yang Mawar bawakan. Mawar menatap Arnita dengan tersenyum puas karena ibu mertuanya memihaknya daripada Arnita. Sedangkan Arnita tetap menunjukkan senyum tipisnya meski pendapatnya tidak didengar oleh ibu mertuan
Baru saja Arman menginjakkan kakinya di kantor, Arman langsung mendapatkan sambutan hangat dan tepuk tangan meriah dari karyawan-karyawan di kantor. Arman mengernyitkan keningnya merasa bingung dengan situasi yang sedang ia alami sekarang. "Ada apa ini?" tanya Arman kepada semua karyawan yang terlihat sangat gembira."Selamat ya pak untuk kemenangan tender kemarin." ujar salah satu karyawan laki-laki.Ah Arman ingat sekarang. Jadi karyawannya sudah pada mengetahui tentang tender yang dimenangkan perusahaan."Saya juga mengucapkan selamat untuk kalian, perusahaan kita bisa memenangkan tender juga karena usaha dan kerja keras kalian semua." ujar Arman dengan merendah. "Sama-sama pak, tapi pak Arman yang paling kerja keras untuk tender perusahaan." puji salah satu karyawan perempuan.Memang benar Arman bekerja lebih keras untuk memenangkan tender ini. Ia bahkan harus beberapa hari lembur di kantor untuk mengecek seluruh persiapan untuk tender perusahaan. Tapi Arman bersyukur usahanya t