Sudah lima belas menit yang lalu bel sekolah SMA Sriwijaya berbunyi. Sekolah dengan standar internasional, hanya orang-orang yang memiliki uang yang bisa masuk ke dalam sekolah tersebut. Fasilitas yang disediakan juga sangat lengkap dan modern. Saat semua siswa telah pulang ke rumah masing-masing, tidak bagi lima siswa yang masih berada di halaman belakang sekolah. Terlihat empat orang siswa sedang mengerumuni seorang siswa. "Gue udah kasih tau jangan sok jagoan lo di sekolah ini. Modal beasiswa aja belagu!" sindir perempuan cantik berambut panjang."Udah Ni kasih pelajaran aja tuh anak kampung!" ujar siswa lainnya mengompor-kompori. Yang dimaksud anak kampung oleh gadis itu adalah Lea adik kandung Arnita. Dan yang sedang menyudutkan Lea adalah Agni adik Arman. Mereka memang satu sekolah semenjak Arnita menikah dengan Arman. Arman tidak membiayai sekolah Lea, karena keluarga Arnita menolak uang dari Arman. Karena itu Arman membantu mendaftarkan Lea ke sekolah Agni lewat jalur beasi
Arnita mengerjapkan matanya beberapa kali, ia tidak bisa memejamkan matanya. Mungkin ini efek kopi yang ia minum tadi bersama dengan Arman. Arnita berniat membuatkan kopi untuk Arman saat laki-laki itu sedang mengerjakan pekerjaan kantor. Melihat Arman minum kopi buatannya membuat Arnita juga ingin minum kopi. Jadilah ia membuat kopi untuk dirinya. Dan sekarang Arnita memiliki masalah dengan tidurnya. Sebelumnya Arnita tidak pernah tidur diatas jam sepuluh malam, tapi malam ini Arnita masih membuka matanya padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Arnita menengokkan kepalanya ke samping, ia merasakan sebuah pergerakan di sampingnya. Mata Arnita bertatapan dengan mata Arman. "Kau juga tidak bisa tidur?" tanya Arman dengan wajah ingin tertawa. Arnita menganggukkan kepalanya."Huh, karena kopimu kita tidak bisa tidur." ujar Arman diakhiri dengan suara tawanya. "Maaf," Arnita meringis, karenanya Arman tidak bisa tidur. Apalagi besok Arman masih harus pergi ke kantor. Arman me
Cintya yang sedang duduk santai di ruang tengah menengokkan kepalanya ke belakang melihat Arnita yang baru saja keluar dari kamarnya. "Kamu udah selesai lap semua tas saya?" tanya Cintya."Udah ma." "Kalau sudah, kamu rapikan pohon bonsai di halaman depan." suruh Cintya."Iya ma." Arnita memutar tubuhnya dan berjalan keluar rumah.Biasanya setiap dua minggu sekali akan ada tukang kebun yang datang ke rumah untuk merapikan tanaman-tanaman yang ada di rumah. Dan baru sepuluh hari yang lalu tukang kebun yang biasanya datang ke rumah. Dan seharusnya empat hari kedepan tukang kebun baru akan datang ke rumah. Tapi mungkin kemungkinan tukang kebun tidak akan datang besok, karena Arnita sudah menyelesaikan pekerjaannya. Arnita menggunting satu persatu daun kering dan memberikan pupuk tambahan ke beberapa tanaman. Sebelumnya Arnita tidak pernah belajar mengenai bagaimana cara merawat tanaman. Semoga saja yang ia lakukan ke tanaman ibu mertuanya sudah benar. Selesai bercocok tanam, Arnita m
"Mas," panggil Arnita.Arnita menghela nafasnya melihat Arman yang masih diam. Setelah berdebat dengan mamanya, Arman menjadi lebih banyak diam. Arnita mendudukan tubuhnya untuk bisa leluasa menatap Arman."Istirahat aja." ujar Arman yang tidak suka Arnita mendudukan dirinya."Aku udah baikan kok mas." ujar Arnita mencoba membuat Arman untuk tidak khawatir.Arnita beranjak turun dari tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Arman. Tangan Arnita mengusap pundak Arman. Ia tahu suaminya saat ini sedang berusaha untuk mengontrol emosinya. "Mas jangan marah sama mama." ujar Arnita memperingatkan Arman.Arman mendongakkan kepalanya ke arah Arnita."Saya juga nggak mau marah sama mama. Tapi kali ini mama sudah benar-benar keterlaluan. Dia memperlakukanmu seperti pembantu di rumah ini, dan saya tidak bisa tinggal diam." ujar Arman masih dengan emosi yang sedikit menggebu-gebu."Tapi mama kan orang tua mas, mama juga lebih tua dari mas, harusnya mas nggak langsung emosi begitu s
Arnita menatap rumah besar di depannya. Mulai saat ini ia akan tinggal di rumah ini. Arnita seperti sedang bermimpi dapat menempati rumah impiannya saat kecil. Dulu rumah impiannya adalah rumah yang memiliki halaman luas dan banyak ditumbuhi tanaman hijau seperti yang ada di depan matanya saat ini. Dan sekarang lihatlah, mimpi Arnita seakan menjadi kenyataan. "Ada apa? Kamu nggak suka kita pindah kesini?" tanya Arman sambil menatap Arnita dengan pandangan bertanya.Arnita menggelengkan kepalanya. Arnita mengembangkan senyumnya memperlihatkan rasa senang yang sedang ia rasakan saat ini. Arnita kembali melangkahkan kakinya sambil membawa box berukuran sedang di tangannya. "Biar aku saja." Arman mengambil alih sofa yang ingin diangkat oleh Arnita.Arman menggelengkan kepalanya melihat tubuh kecil Arnita yang ingin mengangkat sebuah sofa seorang diri. Arman dan Arnita saling bekerja sama membereskan rumah baru mereka. Arnita berjalan ke dapur berniat membuatkan minuman untuk mereka dan
Saat ini Arnita sedang menyibukkan dirinya di dapur. Sudah sejak pukul enam pagi tadi sampai pukul sembilan Arnita sibuk membuat kue. Sudah dari kemarin Arnita ingin membuat kue. Arnita juga membuat kue lebih banyak agar ia bisa membaginya dengan tetangga-tetangganya. Sedangkan Arman, laki-laki itu sedang berenang di halaman belakang. Arman memang sering menghabiskan hari liburnya dengan berenang. Arnita tebak laki-laki itu sangat suka berenang. Arnita pernah melihat piala dan piagam penghargaan renang atas nama Arman. Terbukti sekali jika sejak smp Arman sering ikut lomba renang. "Nita! Tolong ambilkan handuk!" teriak Arman.Arnita berdecak pelan. Arnita baru mengetahui kebiasaan Arman satu ini setelah satu minggu pernikahan mereka. Suaminya itu selalu lupa membawa handuk saat akan berenang. Dan anehnya Arman hanya lupa membawa handuk saat berenang saja. Arnita mencuci tangannya yang penuh dengan tepung. Kemudian Arnita beranjak ke kamar untuk mengambilkan handuk bersih untuk Arma
"Mas lagi sibuk?" Arnita melongokkan kepalanya ke dalam kamar. Terlihat Arman yang fokus dengan laptop di pangkuannya. Tak lupa kacamata yang selalu bertengger manis di hidungnya saat bekerja. Arman mendongakkan kepalanya menatap ke arah Arnita."Enggak, masuk aja." ujarnya.Arnita melangkahkan kakinya memasuki kamar. Ia langsung menuju lemari pakaian untuk menata pakaian yang sudah disetrika. Selesai menyimpan semua pakaian, ia beralih menuju nakas samping tempat tidur. Ia menyalakan ponsel yang sedari tadi tidak ia pegang karena sibuk melakukan pekerjaan rumah. Tidak ada notif penting yang masuk, kemudian Arnita beralih ke aplikasi video yang biasa digunakan untuk melihat video lucu atau yang sedang trend saat ini. "Kamu suka nonton film Nit?" tanya Arman tiba-tiba.Arnita berpikir sebentar kapan terakhir ia pernah pergi ke bioskop. Sepertinya sudah sangat lama sekali. Kalau tidak salah ingat saat SMA kelas dua ia terakhir pergi ke bioskop untuk menonton film horor."Emm suka mas.
Arnita dan Arman berkeliling mall untuk mencari tempat makan yang enak dan nyaman. Karena hari ini malam minggu jadilah mall sangat ramai. Bahkan beberapa resto juga penuh. Akhirnya setelah melihat-lihat, Arman membawa Arnita ke restoran Jepang yang biasa ia kunjungi. Dulu saat ia masih kuliah ia sering makan ramen disini saat ingin makan japanese food. Apalagi kebetulan kampus Arman tak jauh dari lokasi mall ini. "Kamu mau makan apa?" tanya Arman ke Arnita yang sedang sibuk melihat-lihat buku menu."Nggak tahu mas, bingung mau makan apa." jawab Arnita dengan wajah polosnya. Jujur saja ia merasa bingung karena belum pernah memakan makanan Jepang seperti ini. Yang membuat ia bingung saat harus memutuskan makanan mana yang harus ia pesan sedangkan ia belum pernah mencicipi satupun menu yang ada di buku menu."Mau sushi?" tanya Arman yang langsung mendapatkan gelengan dari Arnita. Dipikiran Arnita sushi adalah nasi dengan isian ikan menta