Share

Arisan keluarga

Bab 7

"Aisyah cepetan keluar kita mau berangkat!" teriak Mamah dari luar

"Iya Mah" jawabku. 

Lihat saja bagaimana reaksi mereka setelah melihat aku keluar dari kamar. 

Aku sudah siap untuk menyesuaikan diri dengan mereka sesuai permintaan Mamah. Kutenteng tas bermerk seharga sekian juta ditangan sebelah kiriku, dengan memakai sepatu sedikit berhak sekitar 5 cm mencoba berjalan anggun agar terlihat feminim. Gagang pintu kamar kubuka dengan pelan, suara langkah kaki sepatuku membuat semua orang yang sedang menunggu di ruang keluarga, seketika menoleh kearah dari mana suara itu berasal? 

"Mba Aisyah?" ucap Sizi yang seketika berdiri dari tempatnya duduk, mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang dilihatnya didepan mata. 

"Apa benar itu Aisyah?" ujar Mba Kiki yang ikut berdiri tidak percaya dengan penampilanku. 

Aku yang mendengarnya hanya melemparkan senyum lalu berjalan kearah mereka. 

"Wah. Indra memang jago pilih istri. Ternyata Aisyah gak kalah cantiknya dengan kakak-kakak iparnya," ungkap Bang Joe yang melemparkan senyuman kepadaku. Matanya tak berkedip terus saja memandangku. Hingga aku risih dibuatnya. 

"Mas. Ngomong apa kamu barusan?" teriak Mba Rara yang menghampiri suaminya seraya tangannya mencubit lengan Bang Joe.  

"Aww. Sakit Ra," 

"Makanya gak usah kegatelan,"cerca Mba Rara. 

"Ayo kita berangkat! aku sudah siap," ujarku. Tapi mereka masih syok, belum juga beranjak dari tempatnya berdiri. 

"Kenapa kamu bisa seperti ini Aisyah?" tanya Mamah. 

"Seperti ini apa Mah? cantik maksud Mamah? aku hanya menjalankan perintah Mamah kalau aku juga bisa menyesuaikan diri seperti kalian biar gak malu-maluin keluarga Mas Indra," jawabku. 

"Ayo kita jalan sekarang!" perintah Mamah yang mengalihkan pembicaraan. 

Beliau mati kutu tidak bisa menjawab pertanyaanku. 

Kamipun berjalan keluar rumah menuju parkiran. Terlihat ada dua mobil disana milik Kakak Mas Indra, Bang Jefri dan Bang Joe. Mamah meminta aku untuk ikut dalam mobil Bang Joe bersama Mba Rara, Sizi dan Mamah karena Mobilnya lebih besar untuk memuat lebih banyak orang. Sedangkan Bang Jefri hanya berdua dengan istrinya Mba Kiki. 

Selama dalam perjalanan mereka lebih banyak diam hanya matanya yang melirik satu sama lain. Padahal kalau dirumah mereka yang selalu bikin ramai, mungkin karena ada Bang Joe jadi tidak ada yang berani julid kepadaku. 

Aku yang jenuh akhirnya mengambil benda pipih didalam tasku. Tak sengaja saat mataku tertuju ke spion depan kulihat Bang Joe diam-diam sedang mencuri pandang kepadaku begitu dia tau aku melihatnya dia langsung kaget dan mengerem mobilnya mendadak. Buru-buru aku langsung menundukkan pandanganku, ahh semoga ini hanya perasaanku saja atau mungkin juga aku yang terlalu percaya diri. 

"Kamu kenapa Mas ko kaya gak fokus nyetir?" tanya Mba Rara. 

"Hmm gak apa-apa Ra tadi sepintas kaya ada kucing menyeberang makanya aku kaget langsung nginjak rem mendadak," dalih bang Joe. Padahal jelas-jelas tidak ada kucing yang lewat. 

Kamipun melanjutkan perjalanan kembali, aku yang pura-pura tidak tahu tetap asyik memainkan ponselku. Selang setengah jam akhirnya sampai juga disebuah rumah besar yang dikelilingi pagar besi terdiri dari dua lantai. Ada seorang security yang membukakan pintu gerbang untuk kami masuk. Sudah banyak mobil yang terparkir disana, sepertinya keluarga besar Mas Indra orang berada. Pantas saja Mamah menekan anak menantunya sedemikian rupa karena ingin mengimbangi keluarganya. Aku jadi merasa minder berada ditengah-tengah keluarga Mas Indra. Apa kali ini aku juga akan dihina lagi oleh keluarga besarnya? seperti keluarga Mas Indra yang selalu merendahkanku selama ini. 

"Silahkan masuk Mba Sukma dan keponakan tante yang cantik dan ganteng!" ucap seorang wanita yang umurnya lebih muda dari Mamah. 

"Ayo kita masuk!" ajak Mamah kepada anak menantunya sembari menggandeng tangan Sizi lalu pergi meninggalkanku. Tapi aku tetap mengekor mengikutinya. 

Kami duduk di ruang keluarga yang cukup besar, dimana sudah banyak keluarga besar Mas Indra yang berkumpul disana. Aku masih tertunduk diam membisu karena tidak ada yang mengajakku bicara, semua acuh tak peduli apalagi keluarga Mamah mereka tidak memperkenalkanku kepada yang lain aku seperti tak dianggap disini. 

"Dia siapa Sukma?" tanya seorang wanita yang umurnya lebih tua dari Mamah Mertuaku sembari jari telunjuknya mengarah kepadamu. 

"Dia istri Indra Mba," jawab Mamah singkat. 

Akupun langsung memberi salam kepada  wanita yang ternyata Budhe dari Mas Indra. 

"Saya Aisyah Budhe," 

"Owh ini toh yang namanya Aisyah, cantik dan sopan juga gak seperti yang kalian ceritakan," terang wanita yang lemah lembut. 

Memangnya apa yang mereka bicarakan tentangku? hmm pasti yang tidak-tidak. Aku sengaja melirik kearah Mamah dan Ipar-iparku, mereka hanya mengalihkan pandangannya. 

"Apa pekerjaanmu Aisyah?" tanya Tante Yuyun. 

"Saya seorang Pe....,"

"Ayo kita mulai acaranya!" ucap Mamah Mertua yang sengaja memotong pembicaraan untuk mengalihkan perhatian mereka agar tidak bertanya terus mengenai latar belakangku. 

Padahal terlihat dari cara bicara dan sikapnya sepertinya keluarga besar Mas Indra lebih ramah daripada keluarga Mamah. 

Acarapun dimulai, mereka saling membicarakan dirinya masing-masing alias menyombongkan diri. Arisan keluarga yang kupikir seperti dikampungku yang memang tujuannya untuk mempererat tali silaturahmi, makan-makan seadanya, uang yang disetorkan juga tidak seberapa hanya untuk pengganti konsumsi. Berbeda dengan disini kulihat seperti arisan sosialita mereka mematok uang arisan hingga 5 juta perbulan, belum lagi apabila salah satu anggota keluarga yang menawarkan barang yang ia bawa dengan harga yang tidak murah. Entah itu berlian, baju, tas dan jam tangan branded demi makan gengsi mereka rela menyicil barang-barang mewah itu. 

"Aku punya cincin berlian baru nih harganya murah loh cuma 20 juta asli dari Eropa, bisa dicicil 10x angsuran," tawar Tante Yuyun. 

"Wah bagus yah, coba saja kalau cicilan jam tanganku sudah lunas pasti aku ambil," ungkap Mamah Mertuaku. 

"Ambil saja Mba Sukma! anakmu kan semuanya kaya raya minta dibayarin aja sama mereka," ungkap salah seorang wanita sepupu Mamah. 

Seketika bang Jefri dan Bang Joe serta istri-istri mereka menghindar agar tidak menjadi korban permintaan Mamah. Hanya ada aku dan Sizi disampingnya. Mamah melirikku entah apa maksudnya? aku hanya terdiam. 

"Aku akan coba minta uang pada Indra untuk membeli berlian itu," ungkap Mamah didepan banyak orang. 

Aku yang mendengarnya tak menyangka selama ini Mamah seringkali meminta uang pada Mas Indra hanya untuk membeli barang-barang mewah. Pantas saja hanya Mas Indra yang belum bisa membeli rumah sendiri padahal ia sudah bekerja cukup lama tapi kemana uang hasil kerja kerasnya selama ini? kali ini tak akan kubiarkan Mamah menghabiskan uang Mas Indra hanya untuk kebutuhan mewahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status