Arsenio mengepalkan tangannya. Telinganya panas mendengar setiap cacian yang mereka lontarkan. Jika membunuh tidak dikenakan pasal. Pasti Arsenio akan melakukan itu. Arsenio memilih bungkam saat itu.
"Lihat sayang, dia diam saja. Pasti itu karena dia masih sangat mencintai kamu."
"Mau dia masih mencintai aku atau tidak. Aku tidak perduli. Aku tidak mau bersama laki-laki kere seperti dia."
"Tapi nyatanya dulu kamu lebih memilih dia daripada aku kan?"
"Aku pikir dia laki-laki kaya. Gak tahunya kere. Sekarang aku nyesel banget."
Arsenio memejamkan matanya. Ini tidak lagi bisa dibiarkan. Mereka sudah sangat keterlaluan. Meski hatinya perih saat itu, tapi Arsenio tidak mau lemah di depan mereka.
“Kamu harus bisa Arsenio,” bisiknya
"Aku juga menyesal menikah dengan wanita sialan seperti kamu. Aku pikir kamu wanita baik-baik. Gak tahunya wanita murahan," balas Arsenio tersenyum mengejek.
"Apa kamu bilang?"
David marah. Dia yang tidak terima langsung keluar dari dalam mobil. David berjalan mendekati Arsenio.
"Tarik ucapan kamu tadi," kata David yang menarik kerah baju Arsenio.
"Bukankah yang aku ucapkan tadi benar? Untuk apa aku harus menariknya."
"Beraninya kau!!!!!!"
Brakkkk
David yang marah, langsung memukul Arsenio hingga terjatuh.
Arsenio menyeka bibirnya. Ada darah yang keluar dari sana. Arsenio pun tak terima. Ia beranjak dan langsung melayangkan pukulan pada David.
David pun juga terjatuh. Melihat itu, Arsenio kembali melayangkan pukulannya berulang kali. David yang kuwalahan tidak bisa menghindari pukulan dari Arsenio.
"Arsenio, hentikan!!!!!!"
Cklek
Dyra berlari mendekati mereka. Dyra pun langsung mendorong Arsenio dan menjauhkannya dari David.
"Kamu tidak apa-apa kan sayang?" tanya Dyra cemas.
"Iya sayang, aku tidak apa-apa kok."
Dyra membantu David yang kesusahan berdiri. Melihat itu, hati Arsenio semakin sakit. Di depan matanya. Wanita yang ia cintai membela laki-laki lain.
“Aku suamimu, Dyra. Bukan dia,” bisik Arsenio sembari menutupi kesedihannya.
"Lihat, apa yang kamu lakukan pada David."
"Dia pantas mendapatkannya."
"Kamu memang laki-laki kasar dan juga kejam Arsenio!!!!!"
"Aku tidak perduli."
Arsenio memperbaiki jasnya. Tidak ingin berlama-lama melihat pemandangan yang menyakitkan. Arsenio memilih melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. Arsenio terus melangkahkan kakinya. Menuju tempat yang ia tuju.
Brakkkk
Arsenio terkejut saat meja yang ada dihadapannya digebrak dengan keras. Dan tidak lama setelahnya. Arsenio mendengar gelak tawa yang sangat keras. Arsenio menyipitkan matanya. Ia kesal, namun mencoba menahannya.
"Jadi kamu dicampakkan wanita itu?" ulangnya untuk yang kesekian kalinya. Jika bukan karena Arsenio datang untuk meminta bantuan. Arsenio sudah menghajarnya.
"Iya Om."
"Kamu datang padaku untuk minta bantuan?"
"Iya Om, itu benar."
"Baiklah, aku akan menolong kamu. Tapi ada syaratnya."
"Syarat?"
"Iya, syarat. Kamu tahu kan tidak ada yang gratis di dunia ini?"
Arsenio mengepalkan tangannya. Berbicara dengan tua bangka satu ini memang tidak pernah mau rugi. Meski Arsenio keponakannya. Yah, karena Om Mahendra adik kandung almarhum papanya.
"Bagaimana? Apakah kamu mau?"
"Sebutkan. Apa syaratnya."
"Alah, masak kamu tidak tahu apa yang Om inginkan," balas Om Mahendra menaik turunkan alisnya.
Huh, Arsenio menghela nafas panjang. Arsenio paham betul keinginan apa yang diinginkan omnya. Karena yang ada di dalam otak omnya hanyalah wanita dan wanita. Karena itulah sampai sekarang omnya menjadi bujang lapuk yang menguasai harta keluarganya gara-gara kesalahannya di masa lalu.
"Berikan saja apa yang dia mau Arsenio. Yang terpenting kamu bisa mengambil semua milik kamu," bisiknya.
"Baiklah Om. Aku akan memenuhi persyaratan yang Om minta."
"Tapi aku minta dia yang masih perawan."
Senyum mengejek yang diberikan omnya, membuat Arsenio semakin kesal.
"Sial. Sepertinya Om Mahendra ingin mempersulitku," bisiknya.
"Bagaimana? Apakah kamu bisa?"
"Baiklah, aku akan mencarikan wanita perawan yang Om minta."
"Bagus. Aku hanya memberikan kamu waktu satu minggu. Lebih dari waktu itu. Aku tidak akan mau menolongmu lagi."
"Iya Om."
"Kau, sudah tidak ada perlu denganku kan? Sana pergi. Aku masih banyak kesibukan."
Arsenio geram. Jika bukan karena ingin pertolongannya. Arsenio tidak akan pernah mau diperlakukan seperti ini.
"Iya Om."
Arsenio langsung beranjak dari duduknya. Langkahnya berderap menuju pintu.
"Arsenio."
Mendengar namanya dipanggil. Arsenio menghentikan langkahnya. Arsenio membalikkan badannya.
"Apa sekarang kamu tinggal di rumah lamamu itu?"
"Iya."
"Pasti sekarang rumah itu sudah seperti gudang bukan?"
Arsenio diam menunggu omnya melanjutkan ucapannya.
"Sangat menyedihkan sekali hidup kamu sekarang Arsenio. Tapi aku malah berterima kasih. Karena kebodohan kamu. Sekarang aku bisa menikmati harta milik keluargamu."
Arsenio kembali mendengar gelak tawa yang menggema ke seantero ruangan. Arsenio mengepalkan tangannya. Arsenio memilih mengabaikan omnya dan membalikkan badannya. Arsenio melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruangan omnya.
"Aku akan membalas kamu tua bangka."
Arsenio terus melangkahkan kakinya. Meski saat itu Arsenio masih bisa mendengar gelak tawa omnya dari dalam ruangannya.
Arsenio kembali menyusuri jalanan beraspal. Panas dan berdebu. Tapi Arsenio mengabaikannya dan terus berjalan.
"Bagaimana aku bisa mendapatkan wanita? Dan masih perawan pula. Aku saja tidak punya uang untuk menyewa mereka."
Langkah Arsenio terus berderap. Otaknya pun juga tak berhenti berpikir. Arsenio benar-benar bingung saat itu.
Krukkk krukkk krukkk
Arsenio memegang perutnya yang terasa lapar. Yah, itu karena dari pagi sampai siang ini Arsenio belum makan.
"Lebih baik aku pulang dulu. Untuk masalah ini. Aku pikirkan nanti saja."
Jihan cemas. Jihan bingung saat Arlo tidak berhenti menangis. Padahal Jihan sudah melakukan semua cara agar Arlo diam, namun hal itu tidak membuahkan hasil apapun.
"Arlo, Tante mohon. Diamlah."
Jihan semakin panik saat tangis Arlo semakin keras. Jihan takut jika terjadi hal yang buruk pada keponakannya.
Cklek
Arsenio yang baru pulang, langsung disambut suara tangis Arlo. Arsenio pun langsung panik dibuatnya.
"Apa yang terjadi dengan Arlo?" kata Arsenio yang langsung berlari mendekati Jihan.
"Tidak tahu Kak, dari tadi Arlo tidak mau berhenti menangis."
"Coba bawa sini."
Dengan kasar. Arsenio mengambil Arlo dari Jihan. Arsenio mencoba menenangkan putranya, namun tangis Arlo semakin keras. Bahkan lebih keras dari yang tadi.
"Arlo, kamu kenapa nak?"
Arsenio panik. Dia bingung. Karena dia tidak mengerti bahasa bayi.
"Apa mungkin Arlo haus ya Kak?"
"Memangnya kamu tidak memberikannya susu?"
"Tidak Kak. Kan di sini tidak ada susu."
"Kalau begitu, beli susu sana!!!!!"
"Tapi Kak, aku tidak punya uang."
"Bukankah tadi pagi kamu bisa beli sayuran? Kau punya uang tabungan bukan?"
"I-iya Kak, tapi sudah habis. Tabunganku hanya ada 50 ribu saja. Itu pun sudah aku belikan beras dan sayuran seadanya."
"Sial."
“Lepaskan aku!!!!!!”“Kami tidak akan membiarkan anda bunuh diri.”Arsenio memberontak, mencoba melepaskan dirinya dari kurungan mereka, namun usaha Arsenio berakhir sia-sia.“Aku bilang lepaskan aku!!!!! Biarkan aku mati!!!!!”“Ikat pasein di atas tempat tidurnya.”“Baik dok.”Mereka menarik Arsenio, dan membaringkannya dengan paksa di atas tempat tidur. Mereka bekerja sama untuk mengikat Arsenio.“Aku tidak mau diikat. Lepaskan aku!!!!!”Arsenio tidak berhenti berteriak dan juga memberontak, namun dokter dan juga perawat tadi terus menahannya.Dari balik pintu yang tertutup. Jihan berdiri di depan pintu ruangan Arsenio, dan melihat keadaan di dalamnya dari kaca. Jihan merasa kasian melihat Arsenio. Terlihat jelas dari sikap dan wajah Arsenio. Jika saat ini ia tengah depresi berat.“Sejak tadi pagi sampai sekarang. Dia terus mencoba melakukan percobaan bunuh diri,” kata polisi yang berdiri di samping Jihan. Jihan melihat polisi itu. Darinya Jihan mendapatkan laporan apapun tentang Ar
Deg“Lihat siapa yang datang Ma.”Jihan terkejut dan langsung menghentikan langkahnya. Saat itu Jihan melihat Dyra bersama Mama tirinya berjalan keluar dari dalam rumah sakit.“Kamu datang untuk menjenguk laki-laki miskin itu? Wah, sepertinya kalian berdua ada hubungan istimewa,” kata Dyra yang tersenyum mengejek, namun Jihan memilih diam.“Kalian berdua cocok kok. Yang satunya laki-laki miskin, dan satunya laki wanita gembel. Kenapa tidak dari dulu saja kalian bersama?” sambungnya, namun Jihan tetap memilih untuk diam. Menanggapi ucapan Dyra. Sama saja menginginkan masalah di hidupnya.“Kamu tuli ya!!!!!!” bentak Dyra yang mulai kesal.“Maaf, aku tidak ada urusan dengan kamu.”Jihan melangkahkan kakinya kembali, namun Dyra langsung menarik tangannya.“Kamu berani denganku?”“Aku tidak ingin mencari masalah. Lebih baik kamu biarkan aku pergi.”“Kau!!!!!!”Dyra tidak lagi bisa mengontrol emosinya. Dyra mengepalkan tangannya. Saat Dyra hendak melayangkan tangannya. Mamanya langsung meng
PyarrrrrrArsenio membanting gelas yang ada di dekat nakas. Arsenio marah. Jika dia tidak selemah ini. Pasti Dyra tidak akan pergi dengan tanda tangannya.“Kamu memang laki-laki tak berguna Arsenio.”Arsenio kesal. Arsenio marah pada dirinya dan juga takdir Tuhan yang tidak pernah berpihak kepadanya. Baru saja Arsenio kehilangan putranya, dan sekarang Arsenio harus menerima kenyataan pahit lainnya. Arsenio harus kehilangan wanita yang sangat ia cintai. Arsenio benar-benar tidak sanggup menjalani hidupnya yang penuh dengan luka ini.“Ambil saja nyawaku, Tuhan. Ambil saja. Aku sudah tidak sanggup dengan hidupku yang menyedihkan ini.”Tanpa diundang. Air mata Arsenio berjatuhan. Arsenio benar-benar berada di titik terendahnya. Tidak ada lagi gairah bagi Arsenio untuk hidup. Arsenio menyerah, dan memilih menyusul putranya.“Tidak ada alasan lagi untuk aku hidup. Semua orang yang aku cintai. Pergi meninggalkan aku sendirian.”Arsenio mengalihkan pandangannya. Arsenio melihat serpihan gelas
“Aku ada di mana?”“Kamu ada di rumah sakit.”Mendengar suara seseorang. Arsenio langsung mengalihkan pandangannya.DegArsenio terkejut. Pasalnya saat itu Arsenio melihat Dyra dan mamanya ada di sampingnya. Arsenio ingat malam itu dia ada di dalam tahanan. Tapi Dyra dan mamanya? Arsenio pun dibuat bingung bercampur terkejut.“Apa Dyra datang untuk menjengukku?” bisiknya. Arsenio mengukir senyuman. Yah, Arsenio sangat senang dengan kehadiran Dyra. Pasti Dyra menjenguknya karena dia masih mencintainya. Bagaikan angin segar. Arsenio kembali bersemangat.“Tidak kusangka. Setelah kamu tidak bersamaku lagi. Hidupmu semakin berantakan.” Ucap Dyra dengan tersenyum mengejek.“Maksud kamu apa Dyra? Bukannya kamu datang untuk menjengukku?” “Aku datang untuk menjengukmu? Mimpi kamu. Mana mungkin aku membuang-buang waktuku hanya untuk laki-laki miski sepertimu.”DegSenyuman Arsenio langsung lenyap. Dia salah. Arsenio pikir Dyra datang untuk menjenguknya. Tapi malah sebaliknya.“Ini.”Arsenio me
CklekDyra membuka pintu mobilnya. Saat dia sampai di depan alamat yang dia tuju. Dyra langsung turun dari dalam mobil bersama mamanya.Dyra mengedarkan pandangannya. Rumah yang ada di depannya sangat besar dan terlihat mewah dari depan. Rasanya Dyra tidak percaya jika Arsenio pemilik rumah itu. Pasalnya Dyra sangat hapal jika Arsenio laki-laki miskin yang tidak mungkin bisa membeli rumah sebagus itu.“Ini benar rumahnya Arsenio Ma?”“Dari alamat yang dikirimkan orang suruhan Mama sih benar Dyra. Kalau ini rumahnya Arsenio.”“Tapi kok rumahnya Arsenio bisa sebagus dan semewah ini sih Ma? Mama tahu kan kalau Arsenio itu laki-laki miskin?”“Iya juga sih Dyra. Mama juga berpikiran seperti itu. Tapi orang suruhan Mama tidak mungkin membohongi Mama kan Dyra?”“Daripada kita terus-terusan menduga-duga. Lebih baik kita samperin rumah itu deh Ma.”“Iya Dyra.”Dyra dan juga mamanya langsung melangkahkan kakinya berjalan mendekati rumah itu. Dari luar. Dyra melihat rumah itu sangat sepi.“Coba
“Apa?”Dyra terkejut dan langsung membalikkan badannya. Dyra melihat mamanya yang kini duduk di depannya.“Mama serius dengan kabar yang Mama sampaikan tadi?”“Iya, serius. Mama mendapatkan kabar ini dari orang yang terpercaya.”Dyra diam, dan melihat mamanya dengan tatapan dalam. Tapi tidak lama setelahnya. Gelak tawa terdengar keras memenuhi kamarnya.“Kamu kenapa Dyra? Kamu tidak gila kan karena anak kamu meninggal?”Mama Shellin langsung beranjak dari duduknya. Mama Shellin panik melihat putrinya yang tertawa seperti ini. Mama Shellin menyadarkan putrinya yang tidak berhenti tertawa.“Dyra, kamu jangan gila dong sayang. Mama tahu kamu sedih, tapi bukan berarti kamu sampai seperti ini,” sambung Mama Shellin yang semakin panik.“Ihhhhh, apa sih Ma. Siapa juga yang gila,” balas Dyra. Dyra yang risih menyingkirkan tangan mamanya dari wajahnya.“Terus kenapa kamu tertawa seperti ini?”“Bagaimana aku tidak tertawa. Kalau Arlo meninggal. Secara otomatis hidup Arsenio akan semakin menderi