Share

Bab 11 Penemuan Tak Terencana

Setelah insiden jatuh dari tangga, mungkin karena masih ada rasa takut yang tersisa, Adele jadi sangat manja dan terus saja berada di pelukanku selama satu harian penuh. Aku jadi harus berada di dekat Adele setiap saat, dan itu membuatku merasa sedikit cemas. Harry pun tingkahnya tak jauh beda dengan seekor rubah yang licik. Dia tidak memberikan ruang bagiku sedikit pun untuk mencari petunjuk. Dia selalu berangkat dan pulang kerja tepat waktu, tidak ada satu pun kejanggalan yang bisa kutemukan pada dirinya. Semua barang yang dia bawa pulang pun tidak memberikan petunjuk apa-apa. Terkadang, aku jadi heran apa mungkin aku sendiri saja yang berhalusinasi.

Siang hari itu dengan susah payah aku berhasil membuat Adele tertidur pulas. Aku menyadari di rumah ternyata sudah tidak ada buah apa pun yang tersisa. Melihat Adele tidur begitu pulas, aku memutuskan untuk pergi ke pasar sebentar.

Lokasi pasar dengan rumahku sangat dekat. Aku buru-buru mengganti baju dan keluar, dan pulang secepat mungkin. Namun sayang ketika aku kembali sehabis membeli sayur dan buah, aku tidak bisa menemukan kunci rumahku. Aku coba mengingat kembali apa saja yang aku lakukan tadi. Pasti aku lupa membawanya dari rumah.

Lantas, aku menghubungi Harry, tapi Harry menjawabku dengan suara pelan. Aku mengatakan apa alasanku menghubunginya, tapi dia malah bilang, “Lagi rapat, nggak bisa kabur. Kamu minta Jasmine bawain kuncinya saja dulu!”

Lagi-lagi rapat? Alasan itu tidak akan pernah berubah. Akhirnya dengan terpaksa aku menghubungi Jasmine. Dia juga memegang satu kunci rumahku, tentu akan lebih baik jika aku bisa mengambil kembali kunci itu dari tangannya.

Aku terus menghubunginya cukul amam sampai akhirnya barulah dia angkat. Suara di sana terdengar sangat tidak jelas seperti ada banyak orang yang sedang berbicara di saat bersamaan. Walau begitu, suara Jasmine tetap terdengar menggelegar seperti biasanya, “Kenapa?”

“Aku keluar lupa bawa kunci. Bisa bawain kunci kamu buat aku?”

“Aku lagi di luar, nggak ada waktu!” jawab Jasmine dengan lugas sambil seperti sedang berteriak dengan seseorang di sampingnya. “Eh … tunggu sebentar!”

“Kamu memangnya lagi di mana? Biar aku yang ke sana saja, deh!” kataku, berpikir ini adalah momen yang baik untuk mengambil kunci rumahku darinya.

Sebelum Jasmine menjawab, aku mendengar ada seseorang yang berbicara, “Kak, coba dilihat dulu posisi lemari yang ini ….”

Kemudian panggilan langsung terputus. Lemari? Lemari apa? Untuk apa dia melihat-lihat lemari segala? Di rumah saja kerjanya hanya santai-santai, untuk apa sampai harus beli lemari? Kerja tidak becus, tapi selalu minta uang ke sana kemari! Karena usahaku tidak membuahkan hasil, aku terpaksa membawa barang belanjaanku ke rumah dan bersandar di depan pintu dengan pasrah.

Aku cuma takut kalau Adele terbangun dan takut melihat aku tidak di rumah. Aku pun memutuskan untuk menaruh barang-barang di depan pintu dan pergi ke kantor untuk mengambil kuncinya sendiri dari Harry. Sekalian aku juga mau lihat apakah dia benar-benar sedang rapat. Saat sudah naik taksi, aku baru sadar akan sesuatu. Dengan penampilanku sekarang ini, apa pantas aku ke sana. Aku hanya mengenakan pakaian rumah, tapi apa boleh buat. Setibanya di bawah, aku hanya bisa memandangi diriku sendiri dengan perasaan jijik. Harusnya tadi aku ganti baju dengan yang lebih rapi. Memakai baju rumahan ke kantor rasanya benar-benar memalukan.

Aku sempat ragu sesaat, tapi aku kembali menghubungi Harry meminta dia untuk mengantar kuncinya ke bawah agar aku tidak harus menanggung malu yang terlalu dalam. Namun cukup lama panggilanku dibiarkan menggantung tak terjawab. Aku harus cepat, atau Adele keburu terbangun dan sadar kalau aku tidak di rumah.

Sesuai dugaan, ketika aku baru saja masuk ke lobi, banyak orang yang menatap aneh diriku seolah aku ini adalah monster. Aku pun mempercepat langkahku menuju meja resepsionis agar bisa cepat naik ke atas. Tamu yang ingin berkunjung hari ini cukup banyak, dan mereka semua harus mendaftarkan diri terlebih dahulu. Aku sudah berbicara sampai dua kali, tapi tidak ada orang yang menggubrisku. Aku pun bersabar menunggu mereka selesai melayani yang lain, barulah giliranku berbicara, “Halo, aku mau ke lantai sepuluh, tempatnya Aurous Construction. Aku ada perlu sama Harry!”

Kali ini aku yang langsung membuka jalan, tanpa menunggu si resepsionis untuk bertanya duluan.

“Maaf, apa sebelumnya sudah membuat reservasi?” tanyanya datar.

Aku masih ingat dengan orang ini, dialah yang waktu itu mengatakan kalau Harry pergi bersama dengan istrinya. Saat aku hendak menjawab, wajah mungil resepsionis itu tiba-tiba tersenyum cerah dan berkata, “Eh, Ibu sudah datang!”

Sapaannya itu bagaikan petir yang menyambar persis di telingaku. Sontak aku pun segera membalikkan badan ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status