Risti senyum-senyum sendiri merasa sangat bahagia saat Bambang menggendongnya, sedangkan Bambang berusaha sekuat tenaga menahan sesuatu yang mendesak dari bawah sana. Harum rambut dan tubuh Risti membuat Bambang goyah.Akhirnya mereka sampai di depan pintu kamar. Bambang dengan cepat menurunkan Risti."Terimakasih suamiku sayang, cup." Risti mengecup cepat pipi Bambang lalu membuka kunci pintu kamar.Bambang tersenyum kecut, "ya Tuhan, rasanya seperti aku berselingkuh dengan istri sendiri," gumamnya dalam hati.Risti lalu masuk ke kamar diikuti oleh Bambang, Risti segera bersih-bersih dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur seksi, sedikit mirip lingeri tapi lebih sopan karena modelnya menutup pundak.Risti sudah merebahkan dirinya di atas kasur cantiknya."Aahh ... nyamannya," gumam Risti sambil menarik selimut tebal berwarna putih dan mencari posisi yang tepat meletakkan kepalanya di bantal lalu memajamkan mata dengan perlahan.Bambang keluar dari kamar mandi sudah dengan kaos lus
"Hei!" Bambang menarik lembut tangan istrinya. "Masih wangi pengantin baru tapi kamu dengan mudahnya mengucapkan kata cerai," ucap Bambang dengan nada serius sambil menatap tajam ke arah Risti."Aku sudah berjanji bertanggung jawab dengan perbuatanku, meskipun aku sampai saat ini ga ngerti bagaimana bisa....aahh sudahlah intinya tidak ada kata cerai lagi,kamu pahamkan?" kali ini dengan tatapan sedikit melunak, bukan karena dia ingin dikasihani Risti, tapi lebih karena ini sudah jam 9 pagi dan mereka belum sarapan.Risti memandang malas wajah Bambang, entah kenapa dia sangat kecewa dengan perkataan Bambang yang mengatakan aktingnya tadi? Padahal Risti berharap semua perkataan Bambang tadi bukan pura-pura semata. "Apakah aku mulai menyukainya?" bisik hati Risti kemudian dengan kencang menggeleng-gelengkan kepalanya."Kamu kenapa?" tanya Bambang heran"Ga papa, iya udah aku minta maaf kalau perkataanku tadi menyinggungmu," jawab Risti halus."Ayo kita sarapan!" ajaknya bersemangat. Ia b
Risti sudah berada di balik selimut dan memunggungi Bambang yang tampak masih menyesal duduk di pinggir kasur. Sambil merapikan dengan pelan barang bawaannya, Bambang sama sekali tidak kepikiran Risti saat membelikan hadiah untuk Fani tadi."Hhhmm ... sepertinya aku bakal dicuekin nih," gumam Bambang, sambil melirik Risti yang memunggunginya.Setelah semua barang rapi, Bambang mencuci tangan, lalu ikut masuk ke dalam selimut dan mencoba tidur."Ris ... Udah tidur ya?" tanya Bambang pelanTak ada jawaban. Namun, Risti mendengarnya hanya enggan menyahut , ia tak ingin terlihat lemah di mata Bambang.Pagi sudah menyapa udara sangat sejuk dan angin sedikit kencang pagi ini. Mereka bersiap menuju bandara I Gusti Ngurah Rai, dari cottage saat sarapan sampai di bandara tak satupun kalimat keluar dari mulut Risti, padahal sedari tadi Bambang sudah mengajak Risti berbicara. Ia semakin yakin kalau istrinya benar-benar marah saat tak satupun kata sahutan yang keluar dari mulut Risti.Edward suda
Risti mendorong dengan kasar dada Bambang, ada rasa kesal dan marah, namun setitik rasa di sana, bersorak gembira saat Bambang mengecup bibirnya tadi.Blam! Wanita itu menutup pintu kamar mandi, sedangkan Bambang masih terpaku dengan dirinya sendiri, menatap wajahnya di cermin yang berubah menjadi pucat pasi."Ya ampun, apa yang baru saja aku lakukan?" tanya Bambang merutuki dirinya sendiri sambil mengusap kasar wajahnya karena malu."Hadeh ... nih lagi bibir, main nyosor aja!" Bambang menepuk kasar bibirnya.Risti dari balik pintu kamar mandi mencoba menguasai detak jantungnya, entahlah rasa bahagia atau marah yang mendera, tapi bibirnya ...."Aargh! ... benar aku sudah gila," rutuknya sambil memukul-mukul kepalanya sendiri. Adzan shubuh berkumandang, Bambang terbangun dari tidur nyenyaknya, setelah menikah dan tidur di kamar istrinya, Bambang selalu tidur dengan nyenyak dan nyaman, meskipun terkadang ada rasa risih karena satu ranjang dengan istrinya, tapi mau apalagi, ga mungkin
Tepat dua minggu setelah menikah, Bambang, Lala, Lulu, dan Risti pindah ke rumah baru. Ada Bik Sumi, salah satu pembantu di rumah ayah Risti yang ikut diboyong untuk membantu Risti di rumah, termasuk menjaga Lala dan Lulu."Alhamdulillah akhirnya beres juga," kata Bambang sambil berdiri meluruskan pinggang, setelah selesai merapikan dan menyusun barang-barang di kamar si kembar.Lala dan Lulu masih masih setia menemani Bambang sambil merapikan mainan-mainan yang sejak tadi mereka mainkan."Lala, Lulu," panggil Risti menyapa si kembar dari depan pintu kamar."Iya, Teh," jawab si kembar bersamaan."Sudah jam sembilan malam, ayo tidur besok sekolah," kata Risti mengingatkan.Mereka mengangguk lalu bergantian masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka untuk bersih-bersih."Aku udah cape banget Bang, aku tidur duluan ya, soalnya besok aku ada meeting pagi," pamit Risti kepada Bambang.Bambang mengangguk sambil memperhatikan sekilah wajah lelah istrinya. Kemudian Bambang t
Sore pun tiba, Bambang sudah duluan menunggu di depan pintu bioskop, sambil memegang satu cup pop corn dan dua cup minuman dingin."Baaang!" panggil Risti sambil melambaikan tangan ke arah Bambang.Risti langsung menggandeng lengan Bambang dan masuk ke dalam teater. Selama film berlangsung Bambang selalu saja memperhatikan wajah Risti, sesekali tangan mereka bersentuhan saat hendak mengambil pop corn di waktu bersamaan, tentu saja hal itu menimbulkan desiran hangat di hati Risti dan juga Bambang, keduanya tersenyum kikuk, mirip dengan anak abege yang baru saja berkencan. Selesai menonton, dilanjutkan dengan makan malam di restoran cepat saji, sambil membicarakan hal-hal ringan. Tepat pukul delapan tiga puluh, mereka sampai di rumah kembali.Bik Sumi membukakan pintu rumah saat Bambang dan Risti sampai di rumah. Rumah tampak sepi karena Lala dan Lulu pasti sudah tidur. Setelah bersih-bersih dan siap tidur, tiba-tiba.KllekMati lampu."Bang, apakah kamu bisa mengambil lampu darurat di
Bambang masih terlelap saat Risti membuka mata dan memperhatikan jam dinding masih pukul 03.00 shubuh dan lampu sudah menyala. Seluruh badannya terasa ngilu apalagi bagian intimnya."Astaghfirulloh." Dengan suara tercekat, Risti kaget melihat bercak darah di seprei. Mendadak Risti ketakutan,ketukutan Bambang menyadari akan kebohongan Risti. Cepat Risti membetulkan posisi tubuhnya menutupi bercak tersebut dengan tubuhnya."Kok udah bangun?" ucap Bambang dengan suara serak."Mmhh, iya aku kebangun," ucap Risti gelagapan."Ayo tidur lagi, belum shubuhkan?" ajak Bambang sembari menarik tubuh Risti ke pelukannya, masih dengan mata terpejam. "Mmhh ... Apa boleh satu kali lagi?" tanya Bambang berbisik di telinga Risti."Ish apaan sih?" wajah Risti bersemu merah."Ya udah kalau gitu tidur yuk." Bambang kembali merekatkan pelukannya. Risti masih dengan dada berdebar takut Bambang lihat bercak darah sesungguhnya."Untung dia polos banget, kalau gak, bisa ketahuan bener aku," bisik Risti dalam
Sudah pukul 10 malam, Bambang menatap wajah Lala dan Lulu yang sudah tertidur lelap. Bambang menyunggingkan senyum tipis, bahagia rasanya melihat adik-adiknya terlihat sangat terurus, pakaiannya, sekolahnya, kamarnya, tubuh mereka saja kelihatan lebih berisi, terutama Lala pipinya kelihatan sangat bulat."Terimakasih," gumam Bambang pelan, merasa sangat bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang, mungkin memang sudah takdir Allah yang harus dia jalani."Hhmmm ... dia masih marah soal tadi siang, tak apalah malam ini aku tidur di sini saja," ucap Bambang dalam hati, sambil meletakkan kepalanya di sofa depan televisi."Mungkin orang kaya kalau ngambek begitu ya," lanjutnya lagi sambil matanya menatap lantai atas di mana kamarnya berada.Risti mengunci pintu kamar dia tidak mau berbicara dengan Bambang, saat Bambang akan menjelaskan Risti malah pergi tak menghiraukannya."Kenapa sepi begini sih?" gerutu Risti menatap bantal yang biasa Bambang gunakan, terasa sangat hampa kamar dan kasur