Share

Bab 3. Saling membutuhkan

**

Setelah insiden Kayana hampir dibegal. Ia pun lebih memilih untuk pulang ke rumah. Niatnya ingin menenangkan diri ke club malam ia urungkan. Namun, kejadian dimana dirinya hampir dibegal itu telah sampai ke telinga Rendra, membuat Kayana lagi-lagi ditekan untuk segera menikah agar ada yang melindungi dirinya.

"Kayana, Ayah ingin bicara sama kamu," pinta Rendra.

Kayana baru saja pulang kantor, jam menunjukkan pukul sembilan malam. Tentu hal ini menjadi salah satu alasan, kenapa Rendra selalu meminta Kayana menikah.

"Jika yang dibicarakan masih hal yang sama maka, Ayah. Juga akan mendapatkan jawaban yang sama juga."

"Keluarga, Rizal. Kekasih Rose sudah datang tadi pagi, mereka berniat melamar Rose dan Mempercepat pernikahan mereka. Dan jangan pikir Ayah tidak tau apa yang telah terjadi kemarin malam."

"Itu adalah kabar yang gembira. Dan aku juga baik-baik aja. Ayah, tidak perlu memikirkan kejadian malam itu."

"Tapi, Ayah. Tetap pada keputusan Ayah. Ayah tidak akan menikahkan Rose dengan siapapun sebelum kamu menikah."

"Meskipun Rose sudah berbadan dua?"

"Ya."

"Ayah egois, Ayah tidak memikirkan kebahagiaan Rose dan juga aku."

"Ayah memikirkan kebahagiaan kalian! Dan juga memikirkan keselamatan kamu."

"Aku capek!" Kayana lebih memilih untuk pergi ke kamarnya dan menghindarinya. Ia tidak mau melanjutkan percakapan ini dengan ayahnya. Karena apa yang terjadi malam lalu itu adalah kesalahannya yang hampir saja dibegal.

"Kayana!" tegur Rendra. Namun, Kayana tidak mengindahkan ucapan sang ayah.

**

Satu Minggu telah berlalu setelah kejadian dimana Kayana menjadi korban begal. Pada awalnya, ia akan mencari seseorang yang telah menolongnya. Namun, karena kesibukannya dalam bekerja membuat, Kayana lupa. Hingga tanpa sengaja, dia melihat pria yang telah menolongnya sedang gelisah seperti sedang mencari bantuan ditepi jalan, hari memang sudah sangat sore dan kebetulan Kayana baru saja keluar dari kantor.

"Hai," sapa Kayana. Kepada pria yang telah menolongnya.

Sedangkan pria yang sedang kesusahan itu merasa ada yang menyapanya pun menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

Deg. 

Seketika jantungnya berdetak keras. Saat bertatapan langsung dengan mata angkuh itu. Namun, sebisa mungkin dia terlihat baik-baik saja.

"Kamu orang yang telah menolongku bukan?"

Pria itu diam, tidak menjawab pertanyaan Kayana.

Pria itu tidak ingin terlihat sedang berada di posisi sulit. Sehingga orang yang telah ia tolong bersimpati padanya.

"Baiklah, jika kau tidak mau menjawab, tidak apa."

Kayana menyodorkan amplop berisi uang yang telah ia siapkan jauh-jauh hari.

Pria itu menatap mata Kayana dengan intens.

"Ambilah, pasti kamu butuh ini."

"Tidak, terimakasih. Saya memang butuh uang, tapi saya tidak ingin seseorang yang telah saya tolong memberi imbalan," jawab pria itu setelah beberapa kali Kayana berbicara.

"Kak Dirza!" tarik bocah berusia sepuluh tahun kepada pria yang ternyata memiliki nama Dirza itu.

"Ayo bawa Ibu ke rumah sakit," rengeknya dengan bercucuran air mata.

"Firza," ucap Dirza mencoba menenangkan adiknya yang menangis.

"Hei ada apa dengan Ibumu?" tanya Kayana kepada anak kecil yang bernama Firza itu.

"Ibu sakit. Dan kata orang-orang Ibu harus di bawa ke rumah sakit. Jika ingin sembuh," jawab Firza polos.

"Dimana Ibumu sekarang?" tanya Kayana lagi.

"Itu," tunjuk Firza, kearah dimana ibunya berada, dengan seorang anak perempuan.

Kayana pun mengikuti arah telunjuk tangan Firza.Dan ketika Kayana melihat itu. Matanya terbelalak kaget, Karena melihat kondisi wanita yang sedang sakit berada di gerobak untuk memungut barang bakas.

"Astaga," gumam Kayana. Dia pun segera menghampiri wanita tua bersama anak gadis  disampingnya yang sedang menangis.

Dirza yang melihat Kayana menghampiri Ibunya dan juga adiknya pun ikut menyusul.

"Ya ampun ini sudah sangat parah sebaiknya cepat dibawa ke rumah sakit," ucap Kayana ketika melihat wanita tua yang sangat pucat dan terbaring lemah itu.

"Ibu bangun," 

"Maaf nona bisa anda _" Namun, belum selesai Dirza mengatakan sesuatu. Kayana, sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Sebaiknya segera bawa Ibumu ke rumah sakit," ucap Kayana.

"Hei_."

"Jangan banyak bicara!" perintah Kayana dengan tegas.

Dirza yang melihat kedua adiknya yang sudah menangis pun tak punya pilihan, dan menerima pertolongan Kayana. Wanita angkuh yang membuat jantungnya berdetak keras.

"Ayo masuk! Kita bawa Ibu kalian ke rumah sakit." Kayana pun memberikan kunci mobilnya kepada Dirza.

"Ambilah kau bawa mobilku."

Namun, Dirza tak menerimanya.

"Kenapa? Apa ada masalah. Tenang saja aku juga akan ikut."

"Saya tidak bisa membawa mobil." 

Kayana yang mendengar itu hanya memutar bola matanya.

"Baiklah sekarang kau masuk biar aku yang menyetir." Kayana pun masuk kedalam mobil dengan Dirza disampingnya sedangkan ibu dan kedua adik Dirza, berada di kursi penumpang.

Selama diperjalanan suasana hanya diisi dengan suara tangisan keduan adik Dirza di kursi penumpang. itu pun segera menegur kedua adiknya agar berhenti untuk menangis.

"Firza, Firda. Kalian berhenti menangis ya. Kalian harus tenang dan berdoa semoga Ibu baik-baik aja." 

Tak lama kemudian mereka pun sampai di rumah sakit. Dirza yang melihat itu langsung saja turun dan menggendong ibunya.

Para suster yang melihat itu langsung siap siaga membawakan brankar untuk Ibu Dirza.

Setelah ibu Dirza di tangani oleh dokter dan di bawa ke ruang UGD. Dirza pun menunggu hasil pemeriksaan dokter.

"Terimakasih," ucap Dirza sambil memeluk kedua adiknya. Kepada Kayana.

Kayana menjawab. Dia hanya melirik Dirza sekilas.

"Terimakasih Kak," tutur Firda dan Firza Kepada Kayana.

"Sama-sama."

Setelah Ibu Dirza ditangani oleh Dokter. Ia pun segera duduk dan menunggu hasil pemeriksaan dokter.

Beberapa menit menunggu, akhirnya dokter yang memeriksa kondisi bu Dirza pun keluar.

"Keluarga pasien Ibu Farida Indrati!"

Dirza yang merasa nama ibunya dipanggil pun beranjak dari kursi tunggu. 

"Saya Dokter." Dirza pun menghampiri dokter yang memanggilnya.

"Bagaimana dengan keadaan Ibu saya dokter?" tanya Dirza dengan cemas.

"Maaf, saya harus menyampaikan ini. Ibu anda harus segera dioperasi. Jika tidak, maka nyawanya tidak akan tertolong karena kerusakan ginjal yang sudah sangat parah."

"Apa? Operasi dokter."

"Iya."

"Kalau begitu dokter lakukan yang terbaik untuk ibu saya. Tapi Dokter, berapa operasinya?" tanya Dirza.

"Seratus juta."

"Apa? Seratus juta!"

"Bisa kita bicara?" pinta Kayana kepada Dirza.

Sedangkan Dirza hanya menatap kayana tanpa berkedip.

"Hai!" Kayana pun melambaikan tangannya kehadapan wajah Dirza.

"Ee-hh iya." Dirza pun tersadar dari keterkejutannya.

"Kau bisa ikut aku." Kayana pun berjalan terlebih dahulu kemudian diikuti Dirza dari belakang. 

"Kau butuh uang?" tanya Kayana.

Dirza pun menatap Kayana dengan intens setelah itu ia pun menganggukan kepalanya sedikit ragu.

"Sekali lagi saya tanya, apa kau butuh uang untuk Ibumu operasi?" Kayana mengulangi pertanyaannya dan dibalas anggukan pula oleh Dirza.

"Kalau begitu mari kita buat kesepakatan. Kamu bisa menolong saya dan saya juga bisa menolongmu dengan cara membiayai operasi Ibumu," ujar Kayana.

Dirza yang mendengar Kayana menawarkan kesepakatan pun menatap Kayana dengan tatapan bingung. 

"Kesepakatan?"

"Ya kesepakatan, kamu bisa memikirkannya terlebih dahulu. Jika kamu bersedia, saya bisa memberimu uang lebih dari itu." Dirza yang mendengar itu pun seketika menjadi gelisah. 

"Tidak perlu buru-buru. Sebaiknya kau pikirkan baik-baik. Karena jika kau setuju kau tidak bisa mundur. Dan jika kau menolaknya, maka tidak ada kesempatan kedua atau pun pembicaraan yang lain," ujar Kayana otoriter. 

"Boleh saya tau kesepakatan apa itu?" tanya Dirza.

"Saya akan mengatakannya jika kau sudah setuju. Intinya, harus kau tau. Saya bisa membantumu. Tapi kamu juga harus membantu saya dengan melakukan apapun yang saya perintahkan. Itu saja," ucap Kayana dengan angkuh.

"Kalau begitu saya pergi dulu jika kau sudah punya jawabannya kau bisa menelpon saya, Kau masih menyimpan kartu nama saya kan," lanjut Kayana.

Dirza yang mendengar itu pun segera memeriksa saku celananya. Setelah mencoba mencarinya. Dirza pun tidak menemukannya. Kayana yang melihat itu memutar bola matanya kemudian mengambil kartu namanya di dalam tas. Kemudian memberikannya kepada Dirza.

"Ini ambilah. Ini kartu nama saya, kamu bisa menghubunginya jika kamu setuju. Dan saya ingin tahu siapa namamu," ucap Kayana.

"Dirza nona?"

"Ok Dirza saya hanya memberikan waktu hanya 24 jam jika lebih dari itu saya tidak bisa menerimanya. Jadi pikirkan baik-baik. Tapi satu hal yang harus kamu tau, ini sangat menguntungkan dirimu." Kemudian Kayana pun pergi meninggalkan Dirza taman rumah sakit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status