Ramon hanya bisa menggelengkan kepala begitu melihat Ganis bersorak layaknya anak TK begitu mereka masuk taman hiburan. “Sungguh masa kecil kurang bahagia!” decak Ramon sambil mengikuti Ganis yang berlarian menghampiri sebuah karoussel yang sedang berputar. Ganis langsung menaiki salah satu kuda-kudaan. “Kak ayo naik!” ajaknya tersenyum cerah. Ramon menyadari senyum Ganis begitu menawan. Ramon masih tak bergeming dan hanya membalas lambaian tangan Ganis ketika karoussel itu mulai berjalan memutar. Ramon jadi teringat masa kecilnya. Karousell adalah sarana yang dari dulu sudah ada di belahan dunia manapun. Membawa kebahagiaan jutaan orang dan umumnya anak-anak. Tentu saja ia mengalami semua pengalaman masa kanak-kanak yang menyenangkan. Terutama sampai 10 tahun pertama hidupnya. Ganis muncul dan melabai pada Ramon. Ramon hanya tersenyum. “Ayo kak naik,” ajak Ganis lagi dengan wajah yang berubah masam. Tentu saja tubuh Ramon terlalu besar untuk ikut naik. Ramon hanya melambaikan
Ganis tenggelam dan mulai kehilangan akal. Kelembutan bibir Ramon membuat tubuhnya lunglai seperti jelly. Ramon sangat senang akhirnya tak ada penolakan lagi. Mulanya bibir Ganis tak memberi tanggapan. Ramon sadar Ganis tak punya pengalaman dalam berciuman. Tangan Ramon membelai pipi Ganis dengan meraih pinggang gadis itu untuk merapat pada tubuhnya. Ia ingin Ganis merasa nyaman dan rileks. Ia menuntun bibir Gadis itu agar membuka dengan menggigitnya pelan. Tangan Ramon beralih pada tengkuk Ganis. Ganis meremat sisi kemeja Ramon merasakan gelayar yang mulai menjalar ke seluruh tubuh ketika lidah Ramon mulai masuk ke dalam mulutnya dan bergerak liar di sana. Ganis cepat belajar dan mulai merespon. Pautan bibir yang awalnya pelan lama-kelaman menjadi saling menuntut. Bunyi decah basah terdengar diantara debur ombak. Ramon menghentikan pautan mereka dan melihat Ganis tersenyum dan kemudian menunduk. Ramon membawa Ganis ke dalam pelukannya. Keduanya kemudian saling merapat untuk meredakan
Ramon menghentikan mobilnya di depan bungalow menjelang tengah malam. Sepanjang perjalanan tadi hanya kebisuan yang ada diantara dirinya dan Ganis.“Turunlah! Lekas istirahat. Sudah malam,” ujar Ramon dengan nada datar. Ganis yang sudah bisa menetralisir perasaannya hanya mengangguk dan membuka pintu mobil.“Maafkan aku. Aku sudah melewati batas,” ucap Ramon menatap Ganis singkat sebelum kemudian menutup pintu mobil.“Kakak mau kemana malam-malam begini?” tanya Ganis sedikit terkejut karena ternyata Ramon hanya berhenti untuk menurunkan dirinya saja.“Kau tak perlu tahu,” ucap Ramon dingin dan segera menghidupkan mesin mobilnya dan melajukanya meninggalkan Ganis yang sedikit termangu. Mungkin lebih baik memang Ramon tak menginap membayangkan apa yang bisa diperbuat pria itu kepadanya. Gadis itupun segera masuk ke dalam Bungalow.Sementara itu Ramon terus mengendarai mobilnya dengan hati rusuh. Hasratnya pada Ganis yang tak tersalurkan membuatnya frustasi. Ia sungguh tak habis pikir de
Ganis mundur beberapa langkah.“Bukan begitu kak,” seru Ganis sedikit terkesiap dan berusaha menghindari pandangan Ramon. Ramon segera melepaskan tangannya dan berlalu begitu saja. Ganis dapat bernafas lega. Setidaknya Ramon tak menciumnya secara tiba-tiba. Ganis melihat Ramon kini berdiri di dekat jendela dapur sambil melihat suasana di luar.“Ngapain lihat-lihat! cepetan bikinin aku sup jamurnya,” seru Ramon lagi sambil mulai bertelepon.“”Eh iya kak,” jawab Ganis masih belum terbiasa dengan perubahan sikap Ramon. Ganis pun langsung melesat ke dapur dan mulai membuka kulkas dan menyiapkan jamur dan bahan-bahanya. Untungnya saat belanja tadi Ganis sengaja membeli jamur agak banyak. Ia berharap memang Ramon akan segera mengunjungi bungalow dan makan sup jamur kesukaannya.Saat sibuk memasak Ganis mencuri-curi pandang dan juga dengar apa yang dilakukan Ramon. Wajah Ramon saat itu tersenyum kecil dengan nada berbisik. Pasti ia sedang bertelepon mesum dengan kak Sofia tunangannya. Enta
Sedang apa gadis itu sekarang. Tadi ia meninggalkan Ganis menangis di kamar mandinya. Ramon segera menelepon Pak Dirman.“Hallo Pak Dirman,”“Ya ada apa Pak Ramon?” jawab Pak Dirman yang baru saja sampai di rumah setelah mengantarkan Ganis bertemu temannya.“Aku ingin kau lihat Ganis di Bungalow. Sedang apa gadis itu. Kalau dia baik-baik saja laporkan padaku,” ucap Ramon mengkhawatirkan kondisi Ganis.“Maaf Pak Ramon saya baru saja mengantarkan Non Ganis pergi keluar menemui temannya,” ujar Pak Dirman sedikit takut karena langsung mengantarkan Ganis tanpa melapor dulu pada Ramon. “Kira-kira kau tahu siapa temannya dan mau pergi kemana mereka,” sahut Ramon kini mulai kesal. “Dia bertemu teman laki-lakinya. Mereka pergi naik motor entah kemana. Saya juga tak begitu paham,” jawab Pak Dirman sudah siap untuk diomeli lebih lanjut.“Kenapa kau tak mengikutinya? kenapa tak tanya kemana perginya dan juga jam pulangnya?” bentak Ramon entah kenapa menjadi panas mendengar Ganis pergi dengan co
Kali ini Ganis tak mau lagi terlena oleh ciuman Ramon. Ia cukup waspada untuk tidak larut sebelum ada kepastian hubungan seperti apa yang akan mereka jalani nanti.“Kak tolong hentikan!” bujuk Ganis menghindari pagutan Ramon ke arah lehernya.“Bukannya kau ingin melayaniku. Kau mencintaiku dari dulu bukan?” ucap Ramon membelai pipi Ganis lembut.“Darimana kakak tahu?” seru Ganis melebarkan matanya. Ramon memeluk Ganis hangat. Ganis tak bisa menolaknya. Sangat nyaman sekali.“Aku melihat tanda Love di foto bersama Marco. Aneh kenapa kau malah menyukaiku daripada Marco sendiri,” seru Ramon menyusupkan wajahnya ke bahu gadis itu. Ganis menggeleng pelan. Ia nggak menyangka Ramon telah tahu perasaannya jauh sebelum tadi pagi ia mengakuinya secara langsung pada pria itu. “Tidakkah kita bisa menjalani ini apa adanya saja dulu. Butuh waktu juga untukku menjelaskan pada Sofia tentang apa yang terjadi,” ujar Ramon kini menatap mata hitam pekat milik Ganis. Ganis tersenyum kecil. Ini sungguh me
Ganis terbangun saat matahari hangat menerpa wajahnya dari jendela. Ia menggeliat pelan dan membuka matanya. Ia rasakan Ramon sudah tak ada di sebelahnya. Ia tersenyum teringat apa yang terjadi padanya semalam bersama Ramon. Sentuhan Ramon yang begitu lembut dan gelayar nikmat yang akan terus mengusik pikirannya. Ia membuka selimut yang membungkus tubuhnya. Wajahnya memanas saat menatap tanda-tanda pagutan merah di beberapa tempat di bagian leher dan dadanya. Sejenak ia merinding teringat gimana Ramon menggoda dengan bibir dan lidahnya menerbangkannya ke awan sampai ia begitu nyenyak tertidur.Ia sadar suasana terasa begitu sunyi sekali. Jangan-jangan kak Ramon sudah pergi berangkat bekerja tanpa sempat minum kopi pagi ataupun sarapan. Ganis buru-buru turun dari ranjangnya. Pakaian bawahnya masih rapi. Ramon sama sekali tak berniat mencari keuntungan saat dia lemah. Ramon tidak melakukan persetubuhan sama sekali. Ganis kini yakin Ramon tak ingin menyakitinya. Pria itu hanya ingin me
Tak ingin larut kembali dalam ingatan tentang Ganis, Ramon bergegas keluar untuk menikmati udara pagi dengan berolahraga di luar. Cuaca di luar lumayan bersahabat. Lama ia tak menikmati waktu di rumahnya sendiri. Saat ia kembali ke bangunan utama tampak bibi Carmen yang telah sibuk di dapur dan Simon yang sibuk memangkas rumput. Suasana rumah yang begitu hidup membuatnya teringat saat-saat awal mula ia tinggal di rumah ini. Ia masih 5 tahun saat orang tuanya membawanya ke sini. Banyak kenangan yang membahagiakan. Ibunya dulu masih tak memakai asisten rumah tangga. Rumahnya juga dulu tak sebesar sekarang. Dulu ibunya sangat senang memasakkannya sup jamur. Sampai diusianya yang menjelang remaja ibunya mengalami depresi karena ayahnya diketahui punya hubungan dengan wanita lain tatkala ayahnya merantau ke Indonesia dan menjadi pelatih sepak bola di sana. Kemudian Paman Fabio dan bibi Sabina datang bersama Tobias. Ibunya semakin parah bahkan melarang ada sup jamur lagi. Sup jamur adalah