Share

Episode 11 (Arti sebuah senyuman)

Dag dig dug, jantung Bia masih berdetak begitu kencang. Rahasianya akan segera terbongkar, sedangkan ia hanya bisa berdiam diri. Berharap Tuhan akan melindunginya untuk kesekian kali.

"Pak Tiar, mohon tenang," teriak pak Irwan. Namun pak Tiar tidak berhenti meneriakkan nama Bia, pak Irwan pun meminta Dafa membawa pak Tiar ke dalam tahanan. Tanpa basa-basi Dafa dibantu Sandi menyeret paksa pak Tiar.

Setelah keadaan cukup kondusif, pak Irwan menghampiri Bia yang masih terlihat shock. Diikuti oleh Yoga yang nampak cemas melihat Bia ketakutan. "Bella, kamu baik-baik saja?" tanya pak Irwan.

Bia pun coba mengontrol dirinya. Ia harus bersikap normal agar tidak mencurigakan. "Dia gak liat muka Bella, kan?" tanya Bia.

Pak Irwan menggelengkan kepala.

"Gak kok, Bel. Mungkin ini cuma taktik pak Tiar aja, ada rencana apa yang pak Tiar buat kita gak tau. Jadi lebih baik kalau pak Tiar segera kembali ke tahanan." Kali ini Yoga pun ikut menenangkan Bia. Bia lega karena pak Irwan dan Yoga tidak mencurigainya.

***

Sore akan berganti malam, matahari perlahan tenggelam. Dafa dan Bia kini berada di rumah. Wajah Bia terlihat lesu. Hari yang cukup mengurus hati dan pikirannya.

"Gak masak?" tanya Dafa yang melihat Bia termenung di sofa ruang tamu.

"Ini mau masak," jawab Bia lalu pergi meninggalkan Dafa yang masih berdiri tegap di samping sofa.

Dafa nampak heran dengan tingkah Bia, "kenapa tu anak?" gumamnya sembari menatap lekat punggung gadis ramping itu berjalan menuju dapur.

Setelah sekitar 30 menit di dapur, akhirnya Bia pun selesai memasak. Ia dan Dafa duduk bersama di meja makan menyantap makanan. Suasana begitu hening. Bia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, ia masih saja memikirkan sang paman.

"Kenapa? Gak selera makan?" tanya Dafa. Hari ini Dafa cukup memperhatikan Bia.

Bia membuang nafas lalu meletakkan sendok di piring. "Pernah gak sih, ngerasa bersalah ke orang tapi kita gak tau gimana harus menebusnya?"

Pertanyaan Bia membuat Dafa terdiam. Seakan ia pernah merasakan di posisi yang sama seperti yang dikatakan gadis di hadapannya itu. Dafa pun menghentikan makannya, lalu pergi meninggalkan Bia sendiri. Sedangkan Bia tidak begitu memperhatikan Dafa, ia tetap pada pikiran kacaunya.

Sudah larut malam, namun mata Bia masih terbuka lebar. Ia berjalan menuju dapur mengambil Coca-Cola di dalam kulkas, lalu pergi ke ruang tamu. Ia berdiri di samping jendela, matanya melihat ke luar. Sembari memandangi bintang di langit, ia meminum Coca-Cola seteguk demi seteguk untuk sekedar menghilangkan penat.

Tiba-tiba Dafa datang dan berdiri tepat di samping Bia. Sontak Bia menoleh ke arah Dafa yang tidak seperti biasanya. Seorang Dafa menghampiri Bia, bahkan berdiri di sampingnya bukanlah hal yang wajar. Namun, hal ini tentu membuat Bia sedikit senang, setidaknya ia memiliki teman disaat situasi hatinya tidak baik.

"Merasa bersalah sama orang lain emang sulit. Tapi ..." ucapan Dafa terhenti.

"Tapi apa?" tanya Bia.

"Tapi jangan minum Coca-Cola orang sembarangan," sambung Dafa sembari mengambil Coca-Cola di tangan Bia. Dafa pun melangkah meninggalkan Bia yang kini raut wajahnya tampak begitu kesal. Berharap Dafa akan menghibur kesedihannya, namun justru membuatnya semakin kesal.

Sementara itu, Dafa berjalan meninggalkan Bia sembari meminum Coca-Cola miliknya yang baru saja ia ambil dari tangan Bia. Setelah meminumnya, ia pun tersenyum lebar membayangkan ekspresi wajah Bia saat ini. Untuk pertama kalinya Dafa tersenyum sejak bertemu Bia. Apa artinya senyuman Dafa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status