Mencintai Kekasih Saudari Kembarku

Mencintai Kekasih Saudari Kembarku

By:  Kindi.da  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
20Chapters
717views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Bia sangat menyayangi sang Oma, tapi Oma-nya adalah sosok yang menciptakan skenario terberat dalam hidupnya. Ketika ia mengalami kecelakaan dan dinyatakan meninggal, ia menyadari bahwa yang meninggal bukan dirinya melainkan saudari kembarnya. Bia hidup menggunakan identitas Bella, saudari kembarnya untuk menguak semua rahasia yang disembunyikan Oma-nya. Lalu ia bertemu dengan Dafa, pria yang dicintai Bella semasa hidupnya.

View More
Mencintai Kekasih Saudari Kembarku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
20 Chapters
Episode 1 (Tempat Baru Bia)
Bia membuka mata dengan perlahan. Suasana yang begitu sunyi tanpa ada seorang pun di sekitarnya. Terdengar di balik pintu, suara nyaring hak sepatu bolak-balik dari arah satu ke arah yang lain. Bia kini berada di salah satu ruangan rumah sakit swasta di Bogor."Krekk."Tiba-tiba beberapa orang masuk ke ruangan Bia. Bia tidak terkejut, ia merasa pusing yang begitu hebat di kepalanya dan tak berani untuk bangun."Pasien sudah sadar, " ucap seorang dokter kepada kedua orang yang datang bersamanya."Bella, gimana keadaan kamu?" tanya seseorang yang terlihat 20 tahun lebih tua dari Bia."Bella siapa?" Bia tampak kebingungan."Ya kamu lah siapa lagi," jawab seorang yang lain. Kali ini terlihat laki-laki yang mungkin usianya sedikit lebih tua dari Bia. Entah dari mana lelaki tampan nan mempesona ini datang."Kamu siapa?" tanya Bia lagi semakin kebingungan.Melihat Bia yang tampak linglung, kedua orang yang datang bersama dokter itu pun saling memandang
Read more
Episode 2 (Tentang Bella)
Cahaya mentari belum bersinar sempurna, namun Dafa sudah pergi meninggalkan rumah. Ia mengenakan celana hitam senada dengan kaos serta jaket yang melindunginya dari dinginnya pagi. Tak luput, topi hitam di kepala menutup rambut klimisnya. Ia melangkah dengan cepat sambil memakan sepotong roti yang ia beli di toko dekat rumah. Setelah sekitar 10 menit berjalan kaki, sampailah Dafa pada sebuah bangunan yang tampak dari luar seperti sebuah kantor. Dafa memasuki pintu dengan penuh semangat. Rupanya di sini lah tempat Dafa bekerja."Pagi, Daf," sapa salah satu teman kerja Dafa yang duduk di meja paling depan. Di atas meja pun terpampang papan namanya 'Yoga Andityo'.Dafa hanya melambaikan tangan membalas sapaan temannya sambil berlalu menuju mejanya."Pagi, Daf," sapa teman Dafa yang lain. 'Sandika Rama' adalah nama yang tertempel di akrilik di atas mejanya.Sama seperti sebelumnya, Dafa hanya membalas dengan lambaian tangan. Ia pun duduk di meja seberang Sandi. Di m
Read more
Episode 3 (Perubahan Bella)
Bia berada di sebuah mall besar di Jakarta. Kini, penampilannya pun berubah, ia tampak seperti Bia asli, bukan Bella. Mengenakan dress selutut berwarna putih, topi putih, sepatu putih, serta masker hitam yang menutupi wajahnya. Sambil menenteng banyak belanjaan, ia berjalan dengan suka ria. Di tangannya, ia menggenggam sebuah ponsel yang baru saja ia beli menggunakan uang Bella."Banyak duit juga si Bella," ucapnya. "Huh, sayang banget dia harus meninggal di usia muda. Tapi tenang aja Bel, gue akan cari tau kebenaran tentang elo," lanjutnya seakan Bella berada di depan matanya.Sambil berjalan, Bia menghubungi seseorang dengan ponsel baru miliknya."Halo, Di, lo dimana?" tanya Bia pada seseorang yang diteleponnya."Oke, gue kesana sekarang," ucap Bia lalu mematikan telepon. Ia pun berjalan menuju lantai 3 mall.Sampai lah Bia di cafe lantai 3. Ia melihat sekeliling, pandangannya terhenti ketika melihat sosok pria berjaket cokelat tengah duduk sambil melambai
Read more
Episode 4 (Mengejar target)
Kantor nampak hening, Dafa dan Sandi sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tidak ada suara yang terdengar selain suara keyboard komputer Sandi serta kertas yang bergesekan di meja Dafa. Sementara itu, Bia hanya termenung, ia nampak jenuh.Dafa beranjak dari kursi dan pergi ke belakang, tempat toilet kantor. Bia pun menggunakan kesempatan untuk bertanya-tanya pada Sandi."Sandi." Bia mulai memanggil Sandi dengan suara pelan."Kamu ingat siapa aku, Bel?" tanya Sandi yang sontak terkejut mendengar Bia memanggil namanya.Bia menunjuk akrilik yang terpampang nama Sandi. Sandi pun kecewa, "iya, kan ada papan nama ya, kirain kamu udah ingat," ucap Sandi melemas."Oh iya, aku liat semua pada sibuk. Emang banyak kerjaan?" tanya Bia lanjut. Bia dan Sandi mengobrol dalam kejauhan. Meja mereka berjarak sekitar 5 meter."Iya lah, Bel. Kita gak pernah gak ada kerjaan," jawab Sandi yang kini kembali fokus pada komputer di hadapannya."Oh ..." Bia mengangguk-angguk. "Ter
Read more
Episode 5 (Mencairkan es batu)
Bia, Dafa, dan Sandi berhasil membawa buronan yang merupakan komplotan NJ ke kantor polisi. Di sana, pak Irwan dan Yoga telah menunggu untuk melakukan interogasi. Sebelum interogasi dimulai, buronan bertemu dengan NJ yang baru saja keluar dari ruang interogasi. Mereka saling bertatapan dan melempar senyum. Entah apa arti dari senyuman mereka."Silahkan masuk," ucap Yoga sembari mengulurkan tangan ke arah ruangan interogasi. Buronan itu pun masuk dengan tersenyum tenang. Dengan tangan di borgol, ia duduk di kursi dan berhadapan langsung dengan pak Irwan yang di dampingi Yoga. Sementara Dafa, Sandi, dan Bia menunggu di luar."Bahtiar Pratama," ucap pak Irwan menyebut nama sang buronan. "Nama panggilan Bapak Tiar, CEO di perusahaan e-commerce."Pria bernama Tiar itu tetap dengan wajah tenang walau tengah di interogasi."Kasus apa yang membuat wakil kepala Bareskrim turun langsung untuk menginterogasi?" tanya pak Tiar.Pak Irwan tersenyum. "Jika bukan kasus berat ken
Read more
Episode 6 (Kemana Dafa?)
Waktu menunjukkan pukul 06.45. Kantor nampak sepi, hanya ada Sandi yang tengah sibuk dengan komputernya. Jaket di tubuhnya pun tak sempat ia lepas. Pria bermata sipit dengan tubuh berisi itu nampak begitu serius dengan pekerjaannya."Pagi," sapa seorang yang muncul dari pintu masuk, dia adalah Bia. Wanita itu kali ini berpakaian cantik dengan rambut lurus yang terikat. Memakai sedikit eyeshadow, dengan bibir merah merona. Jeans pendek dengan atasan kaos berwarna putih bersih."Pagi, Bella. Cantik banget hari ini," goda Sandi yang melihat Bia berdiri tegap di pintu masuk. Hanya melirik sebentar, Sandi kembali fokus pada komputer. Anehnya, walau begitu cantik, Bia tak mampu menarik perhatian Sandi. Hal itu membuat Bia melipat bibirnya."Kenapa?" tanya Sandi menghentikan pekerjaannya lalu fokus pada Bia yang masih berdiri tegap."Cantik, kan? Kok kamu kaya biasa aja. Ngomong doang cantik tapi gak diliat," ucap Bia ketus sembari berjalan melewati Sandi, ia pergi men
Read more
Episode 7 (Siapa wanita itu?)
Bia duduk di sebuah cafe di dalam mall tempat sebelumnya ia bertemu dengan Andi. Tak lupa ia mengenakan masker yang menutupi wajah cantiknya. Topi hitam yang entah dari mana ia dapat juga menyempurnakan penyamarannya. Ia memutar-mutar ponselnya sambil sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri."Dor ... ." Setelah cukup lama terdiam, seseorang datang mengagetkan Bia."Andi," teriak Bia yang kesal dengan ulah temannya.Di balik masker, Andi nampak tertawa lepas. Ia pun duduk di kursi dekat Bia."Ngapain pake masker juga?" tanya Bia."Biar gak ada yang liat. Tau nggak, waktu dulu kita ketemu disini, temen nongkrong kita si Geo liat gue. Dikira gue lagi nge-date, untung aja gak nyamperin. Bisa bahaya, kan?" jelas Andi.Bia terkejut mendengar ucapan Andi, ia takut penyamarannya akan terbongkar, "yap, Lo emang harus pake masker juga," balasnya."Gimana semua? Aman?" tanya Andi sambil menyeruput secangkir capuccino yang telah di pesan oleh Bia. Hanya membuka ma
Read more
Episode 8 (Bianca Lariza?)
Matahari perlahan mulai terbit. Kicauan burung membangunkan Bia dari tidur. Setelah terkena hangatnya mentari, Bia beranjak dari kasur lalu berlari keluar kamar. Ia menoleh ke seluruh sudut ruangan, menatap lekat kamar di ujung yang merupakan kamar Dafa. Namun tak ada tanda Dafa pulang sejak kemarin."Hufff ... ." Bia terlihat begitu kesal lantaran Dafa meninggalkannya sendiri di rumah tanpa pamit. Ia kembali ke dalam kamar dengan wajah lesu. Bia pun bersiap untuk berangkat bekerja.Bia berjalan dengan wajah tertunduk lemas memasuki kantor. Di sana, Dafa terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Tak luput, Sandi dan Yoga berada di meja masing-masing.Menyadari kedatangan Bia, Sandi pun menyapa, "pagi Bella, kusut banget mukanya hari ini."Bia mengangkat kepalanya, matanya kini tertuju pada sosok pria yang membuatnya kesal, Dafa. Ia menatap Dafa dengan penuh amarah. Sementara Sandi tertawa melihat tatapan Bia pada Dafa. Mendengar tawa temannya, Dafa pun menoleh ke arah
Read more
Episode 9 (Sesuai Rencana)
Wajah Bia tampak pucat. Badannya lemas seketika. Matanya masih melotot mendengar Yoga membacakan nama yang muncul di layar monitor adalah namanya."Bianca siapa?" tanya Sandi nampak asing dengan nama yang diucapkan temannya.Bia semakin ketakutan. Sepertinya ia telah salah mengambil kartu memori. Bagaimana jika kartu memori tersebut dapat membongkar rahasia Bia?"Eh, kok mati sih," ucap Yoga panik ketika melihat monitornya berubah menjadi hitam gelap.Berbeda dengan Yoga, Bia justru tampak lega. Ia begitu tenang ketika layar monitor itu mulai mati. Ia tak lagi ketakutan rahasianya terbongkar, terlebih rencananya bersama Andi berjalan seperti yang diinginkan."Kenapa, Yog?" tanya Dafa yang melihat Yoga panik."Komputer gue mati tiba-tiba," jawab Yoga yang masih mengotak-atik komputernya agar menyala."Kok bisa?" tanya Sandi yang kini menghentikan pekerjaannya dan mengalihkan fokusnya pada Yoga."Jangan-jangan karena memorinya, ya, Yog?" tanya Bia
Read more
Episode 10 (Mengenali wajah Bia)
Bia mengemudi mobil dengan cukup santai. Ia membawa teman-temannya ke tempat penahanan pak Tiar. Jalanan tampak macet, weekend kali ini nampaknya banyak orang berlibur.Setelah 20 menit dalam perjalanan, Bia, Dafa, Sandi, dan Yoga sampai di tujuan. Mereka turun dari mobil, sementara Bia masih terdiam. Ia tidak tahu apakah harus turun atau tidak."Bel, ayo," teriak Sandi dari kejauhan meminta Bia untuk ikut dengan mereka. Bia pun hanya memberi kode dengan mengangkat jempol kanannya."Aduh, gak bawa masker," ucap Bia sambil menepuk dahinya. Ia pun terpaksa turun dari mobil dan berlari menuju rekan-rekannya.Terik matahari semakin menyengat. Dafa, Sandi, dan Yoga berlari memasuki kantor. Dengan cepat mereka menuju sebuah ruangan dekat pintu masuk. Di dalam ruangan tersebut pak Irwan nampaknya telah menunggu.Tanpa berlama-lama, Yoga menyampaikan bahwa ia membaca pesan masuk di ponsel pak Tiar dimana pesan itu berupa ancaman."Ayo, Yog. Dafa dan Sandi tunggu
Read more
DMCA.com Protection Status