Share

Episode 12 (Siapa pelakunya?)

Embun pagi masih menghiasi dedaunan. Kicauan burung menyambut datangnya hari baru. Sementara Bia tertidur pulas di bawah selimut tebalnya. Suara ketukan pintu kamar memaksa Bia membuka mata.

"Apa sih pagi banget, matahari belum muncul juga," teriak Bia pada seorang dibalik pintu kamarnya.

"Keluar," terdengar suara Dafa dari balik pintu.

Dengan wajah kusut, Bia beranjak dari tempat tidurnya untuk membuka pintu. Ia berjalan dengan mata pekat.

"Apa?" tanya Bia kesal.

Dafa berdiri tegap di hadapan Bia. Ia menggelengkan kepala saat melihat gadis di depannya itu berbicara sambil menutup mata. "Siap-siap, kita ke tempat kemarin."

Bia mengerutkan dahi. Ia tidak mengerti tempat apa yang Dafa maksud. "Tempat mana?"

"Pak Tiar meninggal," ucap Dafa dengan santai.

Ucapan Dafa kali ini sontak membuat mata Bia terbuka lebar. Ia sangat terkejut mendengar bahwa pamannya yang kemarin berada dalam tahanan kini telah meninggal. "Serius?" tanyanya tak percaya.

Dafa menghela nafas, "kita belum tau pasti ini bunuh diri atau pembunuhan berencana."

Bia menutup pintu tanpa menjawab Dafa. Air matanya kini tak mampu lagi ditahan. Bia menangis dalam diam. Perasaannya bercampur aduk, sedih, kecewa, perasaan bersalah pun menyelimuti hatinya. Ia tak tahu lagi bagaimana harus berpura-pura di depan rekan-rekannya sementara hatinya bagai tersayat.

Setelah menangis cukup lama, Bia pun berdiri tegap. Ia menyeka air matanya lalu memaksakan diri untuk tersenyum.

"Ini bukan salah Bia, dalang dari semua ini harus terungkap," ucap Bia pada dirinya sendiri. Ambisinya untuk menguak rahasia besar dalam keluarganya semakin meningkat. Ia bergegas untuk bersiap diri menuju tempat tahanan sang paman.

***

Bia dan Dafa tiba di tempat tahanan pak Tiar. Disana, Sandi dan Yoga telah datang lebih awal. Mereka duduk di sofa dengan wajah tegang.

"Pak Irwan dimana?" tanya Dafa pada Sandi dan Yoga.

"Di dalam," jawab Yoga dengan lemas. Sementara Sandi masih termenung.

"Ini pasti bukan kebetulan." Kini Sandi mengeluarkan suaranya. Ia begitu serius memikirkan tentang kematian pak Tiar yang dianggapnya tak wajar.

Dafa pun mengangguk setuju, "pasti ada dalang utama dibalik semua ini," ucap Dafa.

Bia hanya terdiam mendengar obrolan serius rekan-rekannya. Ia tidak mampu memikirkan apapun selain menunggu kepastian penyebab meninggalnya sang paman. Ia tampak begitu lelah untuk menerka-nerka. Dengan harapan, semua kejadian ini tidak ada hubungannya dengan orang yang paling ia sayangi di dunia ini, yaitu sang Oma.

Setelah cukup lama menunggu, pak Irwan akhirnya keluar dari ruangan. Ia berjalan dengan kepala tertunduk.

"Gimana bos?" tanya Sandi sambil beranjak dari sofa. Tak luput, Yoga, Dafa, dan Bia ikut berdiri dengan kedatangan pak Irwan.

Pak Irwan menghela nafas, "keluarga enggan untuk dilakukan otopsi," ucapnya.

Suasana semakin tegang, tak luput, Bia juga merasakan ketegangan melebihi dari teman-temannya. Sebagai seorang yang termasuk keluarga pak Tiar, Bia menganggap wajar jika sang keluarga menolak untuk otopsi.

"Gimana kronologinya?" tanya Dafa mewakili rekan-rekannya yang juga nampak begitu penasaran.

"Pak Tiar meninggal dalam keadaan tertidur. Ia tidur setelah makan malam," jawab pak Irwan dengan wajah lesu. Terlihat jelas dari wajahnya bahwa ia begitu terkejut dengan meninggalnya sang tahanan.

"Siapa yang bawa makanan itu ke tahanan?" Dafa semakin penasaran.

Pak Irwan terdiam cukup lama seakan berat untuk menjawab pertanyaan Dafa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status