Share

Chapter 3 - Malaikat Penolong

Suara ketukan dari luar pintu membuat tubuh Seika terperanjat, mata gadis itu memerah dan membengkak karena menangis untuk waktu yang lama. Ia mengeratkan pelukan di lututnya sembari menatap waspada ke arah pintu sorong.

"Anee-san, makan malam sudah siap. Aku akan meletakkannya di depan pintu" Suara seorang laki-laki terdengar dari balik pintu.

Seika hanya diam sambil terus menatap was-was ke arah pintu genka.

Tak lama, suara langkah menjauh membuat Seika menghela napas lega. Matanya menatap nanar ke arah tatami di hadapannya, berharap seseorang dapat menolongnya keluar dari rumah tersebut. Menyadari bahwa itu hanya sebuah harapan kosong, Seika kembali menangis, badannya jatuh ke atas tatami, meringkuk dan memeluk tubuhnya mencoba memberikan rasa aman. 

Mengapa ia selalu mengalami hal yang mengerikan dalam hidupnya, Seika teringat perkataan kakeknya bahwa ia adalah anak yang beruntung karena mendapatkan anugerah dari Tuhan. Beruntung? Jika ia adalah anak beruntung lalu mengapa semua hal mengerikan ini terjadi padanya?!!.

Seika menangis meratapi nasibnya yang begitu malang.

&&&

Akira menghela napas panjang ketika melihat lauk makan malam yang masih utuh di atas meja kecil di depan pintu kamar Seika. Laki-laki itu menatap pintu sesaat lalu mengangkat meja kecil berisi makan malam yang sudah dingin dan melangkah menuju dapur.

Seika mengerjap matanya perlahan-lahan, menyesuaikan retina mata akan cahaya yang masuk ke dalam ruangan tempat ia disekap. Penampilan gadis itu sungguh berantakan, rambut acak-acakan ditambah dengan mata bengkak dan muka kusut yang baru bangun tidur membuat Seika terlihat seperti wanita gila. Ia bahkan masih memakai kemeja putih yang dibalut dengan jas dokter yang ia pakai sehari yang lalu.

Seika menghela napas panjang namun sedetik kemudian terkejut ketika ia menyadari bahwa ia sedang duduk di atas futon bukan tatami, bukankah semalam ia tertidur di atas tatami? kenapa sekarang berubah menjadi futon?!. 

Seika menatap waspada ke sekelilingnya namun tidak ada seorang pun di kamar tersebut selain dirinya. 

Sedangkan di ruangan lainnya, Kenichi duduk di depan meja makan di ruangan besar Washitsu, ruangan serba guna yang luas memanjang yang di batasi oleh Fusuma, pintu geser yang berlukiskan gambar seekor naga di setiap pintu pembatas ruangan.

Di ruangan tersebut Kenichi tidak hanya sendirian. Para anak buahnya juga duduk berbaris di samping kiri-kanan ruangan.

"Ittadakimasu (Selamat makan)" Kenichi mengkatubkan kedua telapak tangannya yang memegang sumpit seraya memejam mata sesaat. Para anak buah laki-laki itu juga melakukan hal yang sama, lalu mereka mulai sarapan pagi mereka. 

"Bagaimana dengan daerah kekuasaan kita? Apakah semua berjalan lancar?" tanya Kenichi sambil mengunyah pelan makanannya.

"Daerah Kabukicho aman terkendali kumicho" lapor seorang pria berumur 40 tahunan yang bernama Arata.

"Daerah Roppongi juga aman terkendali kumicho" Pria lainnya yang berumur 35 tahun, berkepala botak yang bernama Daiki juga melaporkan hal yang sama. 

Kenichi mengangguk puas. 

"Di Fukuoka juga tidak ada masalah kumicho" Pria yang bernama Guru juga melaporkan hal sama. 

"Lalu bagaimana dengan daerah Kamagasaki, Kaede?" Kenichi menatap pria yang memiliki jabang di rahangnya. 

"Kelompok Kumiyoshi-kai mencoba mengambil beberapa daerah kekuasaan kita, namun berhasil kami atasi, sepertinya mereka merencanakan sesuatu kumicho" Kaede membungkuk dan menjawab pertanyaan atasannya. 

Kenichi menyeringai namun tatapan berubah menjadi dingin. 

"Akira"

"Ya kumicho"

"Siapkan anggota tambahan untuk di tempatkan di daerah Kamagasaki. Lakukan secara diam-diam, jangan sampai kelompok Kumiyoshi-kai mengetahuinya" perintah Kenichi. 

"Mengerti kumicho" jawab Akira.

"Aku ingin melihat sampai kapan mereka ingin menentang ku" Gumam Kenichi namun terdengar mengerikan.

&&&

Kenichi berjalan memasuki salah satu hotel berbintang di daerah Roppongi, ia memakai kemeja putih yang dibalut dengan rompi berwarna abu-abu yang sedikit tertutup oleh jas panjang berwarna hitam, scarf panjang putih berada di bahunya yang tegap. 

Kenichi juga memakai kacamata hitam yang membuat laki-laki itu tampak begitu gagah dan misterius dalam bersamaan, ia diapit oleh Akira di samping kanan dan Kaede di samping kiri dan juga beberapa anak buah bersetelan jas hitam yang mengikutinya dari belakang.

Kenichi masuk ke dalam salah satu kamar hotel yang telah dijaga oleh dua orang laki-laki yang juga bersetelan jas, memakai kacamata dengan earphone di telinga kiri mereka.

Seorang pria berwajah klasik ke barat-baratan sedang duduk di kursi menghadap ke jendela besar. Di belakangnya dua orang laki-laki yang juga berseragam sama berdiri dengan tubuh tegap dan wajah serius. Laki-laki berwajah aristokrat itu langsung berdiri dan menghampiri Kenichi sembari tersenyum senang.

"Long time no see, Kenichi"  Sang pria keturunan rusia itu mengulurkan tangannya.

"Long time no see, Mark Bogatyrev" Kenichi menjabat tangan Mark.

Mereka duduk di kursi yang mengelilingi meja bundar.

"Aku ingin kembali membuat kontrak kerjasama denganmu" Ucap Mark langsung ke pokok pembicaraan.

Kenichi menatap Mark datar tanpa merespon apapun dan menunggu laki-laki itu melanjutkan kalimatnya.

"Kerjasama dalam penyuludupan senjata" sambung Mark. 

Kenichi masih diam dan menatap tepat di mata Mark untuk beberapa saat. Tatapan dingin tersebut membuat Mark menggigil pelan. 

"Bagaimana aku bisa kembali menjalin kerjasama denganmu jika transaksi terakhir kita hampir gagal karena kecerobohan anak buahmu?" Kenichi tersenyum, jari telunjuk laki-laki itu mengetuk meja dengan gerakan monoton. 

Mark berdeham pelan, memperbaiki suaranya yang tiba-tiba serak. "Aku minta maaf tentang transaksi terakhir kita, kerjasama kali ini aku akan lebih berhati-hati lagi" 

Senyuman Kenichi semakin mengembang lalu memiringkan kepalanya ke kanan. Akira langsung merendahkan kepalanya. Kenichi berbisik sesuatu yang juga di balas bisikan oleh Akira lalu kembali menoleh ke arah Mark.

"Baiklah, aku menerima tawaranmu" 

Mark tersenyum lebar ketika mendengar persetujuan tersebut.

"Tapi dengan satu syarat" Senyuman Kenichi menghilang diganti dengan raut wajah serius.

"Kau harus setuju kalau aku menggandakan jumlah barang yang akan diedarkan di wilayahmu" Kenichi berkata dengan santai. 

Mark membuka mulutnya ingin membantah.

"Anggap saja itu upeti karena kalian ceroboh dalam menjalin kerjasama denganku" Kenichi tidak memberi Mark kesempatan untuk menolak permintaannya. 

Mark menelan ludah dengan susah payah, jika ia menyetujui syarat yang Kenichi tawarkan maka ia akan mengalami kerugian karena harus menarik sebagian pil-pil atau bubuk sabu-sabu dari wilayahnya agar barang-barang milik Kenichi bisa laris di sana, namun jika ia tidak menyetujui permintaan tersebut maka ia akan mengalami kerugian yang lebih besar karena gagal transaksi senjata yang nominalnya lebih dari sepuluh digit yen.

Cukup lama Mark memikirkan solusi apalagi yang harus ia tempuh agar ia tidak mengalami kedua kerugian tersebut, namun nihil.

"Baiklah, aku terima syaratmu" putus Mark dengan nada yang masih tidak rela.

Senyuman Kenichi sedikit melebar lalu mengulurkan tangannya tanda kesepakatan kepada Mark yang disambut oleh lawan bicaranya dengan raut wajah tidak puas. Setelah transaksi mendapat persetujuan dari kedua pihak, Kenichi melangkah keluar dari kamar hotel menuju Lift.

"Bagaimana dengan Seika, dia masih tidak mau makan?" Kenichi menatap ke pintu lift memikirkan kondisi gadis terkasihnya. 

"Masih belum kumicho, ini sudah hari kedua, anee-san sama sekali tidak menyentuh makanan ataupun minuman yang Botan tawarkan kepadanya"

Kenichi mengangguk mengerti. Raut wajah laki-laki itu tetap tenang seperti itu bukan masalah baginya namun jauh dalam hati Kenichi, ia sangat mencemaskan Seika yang otomatis tidak bertenaga karena tidak ada asupan apapun yang masuk ke dalam perut gadis itu.

Kenichi sengaja tidak menjenguk Seika ketika gadis itu terjaga ataupun mengajaknya berbicara karena melihat tatapan ketakutan yang gadis pujaannya perlihatkan, apalagi wajah menangis yang membuat hati laki-laki itu seperti tertusuk jarum.

Kenichi hanya menjenguk Seika di tengah malam, menatap sedih gadis yang selalu ia impikan meringkuk di atas tatami dengan air mata yang mengalir pelan. Seika tetap menangis bahkan dalam mimpinya. Namun Kenichi tidak mau melepaskan Seika, sudah sangat lama ia menantikan kehadiran Seika di sisinya. 

&&&

Kenichi membentang futon dan mengangkat tubuh Seika, meletakkannya dengan hati-hati lalu menyelimuti gadis itu sampai ke leher. Ia membelai rambut Seika dengan lembut.

"Oyasumi (Selamat tidur)" Kenichi mengecup kening Seika dengan penuh rasa cinta. Laki-laki itu tersenyum lalu melangkah keluar ruangan. 

Seika adalah malaikat penolong bagi seorang Kenichi, gadis itu menyelamatkan jiwa dan raganya dalam waktu bersamaan dan itu terjadi 2 tahun yang lalu. Dikarenakan suasana yang masih memanas di dalam kelompok, Kenichi baru sekarang memutuskan untuk menjemput Seika untuk berada bersamanya untuk selama-lamanya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status