Share

Chapter 4 - Negosiasi

"SELAMAT DATANG KUMICHO" Anak buah Kenichi yang berdiri berjajar rapi sepanjang pintu gerbang sampai ke pintu rumah menunggu kepulangan pemimpin mereka.

Kenichi menatap gusar, "Kalian pikir ini sudah jam berapa?".

"SUDAH JAM SETENGAH SATU PA..." Salah seorang anak buah Kenichi menjawab dengan semangat, ia tidak menyadari nada peringatan dalam pertanyaan bosnya. Teman di samping laki-laki itu langsung membekap mulut milik sang pria lalu meninju perut membuat sang pria berlutut meringis kesakitan. 

"Aho ka omae wa?!!(Bodoh), kau ingin mati ya" temannya berbisik dengan nada mendesis.

Kedua laki-laki tersebut segera merendahkan badan mereka memohon ampun kepada Kenichi yang hanya dibalas dengan tatapan datar sekilas lalu melewati mereka tanpa berkata apapun. Keduanya menghela napas lega. 

&&&

Kenichi menghela napas panjang ketika meja kecil yang berisi makan malam untuk Seika yang lagi-lagi masih utuh tanpa tersentuh sedikitpun, ia melepaskan kacamata hitam dan memasukkan ke dalam jas lalu menajam pendengarannya, memastikan apakah Seika sudah tertidur atau tidak. Tidak ada suara apapun yang terdengar dari dalam ruangan.

Kenichi menggeser perlahan pintu kamar Seika lalu menatap gadis yang tidur dengan posisi meringkuk seperti bayi, laki-laki itu menggelengkan kepala, lagi-lagi gadis itu tertidur di atas tatami.

"Gadis keras kepala" Suara Kenichi terdengar sedih.

Kenichi mengambil segelas air putih lalu meneguk air ke dalam mulutnya dan mengangkat tubuh Seika ke pangkuan kemudian mencium gadis itu, mencoba meminumkan air ke dalam mulut sang gadis melalui mulutnya. 

"Lagi" Seika meminta air dengan suara serak, matanya masih terpejam erat.

Kenichi kembali meneguk air dan mencium Seika, beberapa kali ia lakukan sampai air dalam gelas habis tak bersisa. Ia membentang futon dan meletakkan tubuh mungil Seika lalu menyelimutinya. 

Kenichi menatap lembut lalu mengecup kening Seika, ia tersenyum sembari kembali menatap gadis itu dalam diam.

&&&

Seika mengerjap pelan matanya, tubuhnya sangat lemah karena tidak mendapatkan asupan apapun sejak tiga hari yang lalu. Ia kembali mendapati dirinya yang terbangun di atas futon. Suara ketukan di pintu membuat pupil mata gadis itu bergerak cepat lalu dengan sigap gadis itu duduk dan menatap waspada ke arah pintu.

"Anee-san, makanlah sedikit nanti kau bisa sakit" Suara seorang laki-laki bertubuh buntal yang bernama Botan terdengar di balik pintu. 

Seika hanya diam dan tetap memandang siaga. 

"SELAMAT PAGI KUMICHO" Botan membungkukkan badan sangat rendah ketika melihat bosnya berjalan ke arahnya.

Mata Seika semakin terbelalak, tatapan gadis itu menunjukkan betapa cemasnya ia akan suara yang ia dengar.

"Selamat pagi" Kenichi menatap datar meja kecil yang berisi sarapan lalu menggeser pintu kamar dengan kasar.

Cukup sudah!

Tubuh Seika bergetar dan menatap takut ke arah Kenichi.

"Bawakan sarapannya ke dalam"

"BAIK KUMICHO" Botan mengangkat meja kecil berisi sarapan dengan cepat dan meletakkannya ke dalam kamar Seika, ia segera melangkah keluar ruangan. 

Kenichi duduk bersila di atas tatami lalu menatap Seika dengan tatapan tajam.

"Tabemasu (Makan)" Suara Kenichi terdengar dingin.

Seika memundurkan tubuhnya. Tubuhnya semakin menggigil bak berendam di air dingin. 

"Ore ga taberu to iimasu! (Aku bilang makan)" Suara Kenichi terdengar semakin rendah.

Bukannya melakukan apa yang disuruh oleh Kenichi, Seika malah kembali memundurkan tubuhnya ke ujung kamar. Berharap agar dapat menjauh dari laki-laki di hadapannya. 

"Baik, kau yang memintanya"

Kenichi bangun menghampiri Seika mencengkeram lengan sang gadis lalu sedikit menyeretnya ke meja kecil dan merebahkan paksa tubuh gadis itu dengan menarik kedua tangan ke atas kepala.

Kenichi menyendok nasi dari mangkuk kecil, memasukkannya ke dalam mulut lalu mencengkeram pipi Seika untuk membuka paksa mulut sang gadis dan menciumnya.

Lidah Kenichi masuk ke dalam mulut Seika, mendorong makanan ke tenggorokan gadis itu. Kenichi tidak melepaskan ciuman sampai gadis di pelukannya menelan makanan. Seika terbatuk-batuk oleh makanan yang belum dikunyah menerjang tenggorokannya dengan buas. 

"Brengsek" Seika berteriak emosi, ia mencoba melepaskan kuncian tangan dari Kenichi, amarah gadis itu yang menggebu-gebu membuatnya menatap mata Kenichi secara langsung, beberapa masa lalu milik laki laki itu masuk ke dalam pikiran, membuat gadis itu segera memalingkan muka ke arah lain, beruntung tidak ada kejadian mengerikan yang masuk ke dalam pikirannya.

"Kau ingin melanjutkannya?" Kenichi sedikit tersenyum menatap wajah Seika yang memerah menahan emosi. 

Sebenarnya Kenichi tidak mau memperlakukan Seika sekasar ini, namun kekeraskepalaan gadis itu membuatnya tidak mempunyai pilihan lain.

Seika diam dengan dada yang bergerak naik turun, bernapas dengan kasar karena emosi yang membara yang siap membakar siapa saja. 

"Sepertinya kau ingin melanjutkannya"

"Minggir!! Aku bisa makan sendiri" Seika berteriak marah tanpa menoleh ke arah Kenichi.

Kenichi tersenyum lembut lalu melepaskan cengkeramannya di tangan Seika dan beranjak dari tubuh gadis itu.

Seika langsung menjauhkan badannya, mata gadis itu masih menatap Kenichi dengan tatapan tajam. Amarah gadis itu membuat ketakutannya menghilang entah kemana.

Seika menarik meja kecil di samping Kenichi dengan kasar membuat beberapa mangkuk kecil hampir terjatuh ke atas tatami jika saja Kenichi tidak menahan meja.

Seika mengambil sumpit lalu memulai sarapan pahi, air mata gadis itumengalir pelan namun ia tetap melanjutkan sarapan. Kenichi tetap memandang Seika yang menelan nasi dengan susah payah sampai gadis itu menghabiskan sarapan pagi.

"Setelah ini kau harus mandi, kau penggila kebersihan tapi mampu bertahan tidak mandi dalam 3 hari" Kenichi berdiri dan melangkah ke luar ruangan. 

Seika diam membisu sambil terus menundukkan kepalanya.

"Tolong lepaskan aku" Gumaman Seika sambil terisak pelan membuat langkah Kenichi terhenti. 

"Aku tidak bisa" Kenichi menghela napas, ia bisa menuruti semua permintaan Seika tapi tidak dengan yang satu itu. 

"Kenapa kau tidak bisa?" tanya Seika terisak.

"Karena disini tempat yang paling aman untukmu dan lagi pula disinilah memang tempatmu Seika" 

Fuzakena (Jangan bercanda denganku)!!! Tempat ini adalah neraka bagiku dan kau mengatakan disini adalah tempat paling aman?!, gerutu Seika dalam hati. Tentu saja ia tidak berani menyuarakan isi hatinya.

"Kau bisa bekerja seperti biasanya kalau kau mau, aku akan menyuruh anak buah ku untuk mengawal mu sewaktu kau di luar" 

Ucapan Kenichi membuat Seika tertegun dan menatap laki-laki itu dengan tatapan curiga.

"Benarkah?"

Kenichi menganggukkan kepalanya dengan yakin. Seika membuang pandangannya ke arah pintu shoji, pintu geser yang membatasi ruang kamar dengan teras samping kamar. Kenichi pun keluar dari kamar Seika.

&&&

Seika menyisir rambut panjangnya, gadis itu memakai yukata berwarna merah cerah bergambar seekor naga di sisi belakang punggungnya. Yukata tersebut diberikan oleh Botan, walaupun ia sempat terkejut melihat yukata merah cerah apalagi dengan gambar seekor naga yang tidak pernah ia temukan dalam design yukata sebelumnya, biasanya yukata wanita bergambar burung merak atau pun bunga sakura yang dilukis sangat indah, tapi ini..?!, namun mau tidak mau Seika harus memakainya.

Seika memandang dirinya di cermin kecil yang berada diatas meja dengan tatapan nanar, ia masih menyesali keputusannya karena menerima panggilan rumah beberapa hari yang lalu, jika saja ia tidak menerimanya, jika saja ia lebih memilih kabur atau pun lari dari pada menerima tawaran tersebut, mungkin sekarang ia masih melanjutkan kehidupan tenangnya.

Seika menggelengkan kepala lalu menepuk pelan kedua pipinya untuk mengembalikan semangat dalam hatinya, percuma menangisi susu yang tumpah, sekarang yang harus ia pikirkan bagaimana cara ia keluar dari rumah ini, yang sudah terjadi biarlah berlalu, ia mengganggukkan kepalanya dengan hati yang mantap.

Seika mendorong pintu kamar ke samping dengan kuat, Botan yang berjaga di luar kamar hampir tersedak oleh makan malamnya karena terkejut dengan geseran pintu yang tiba-tiba.

"Anee-san, Anda ingin kemana?" Botan segera berdiri dan menatap gugup ke arah Seika. 

"Dimana Kenichi" Seika sedikit mengangkat wajahnya dan menatap pongah kepada laki-laki di hadapannya, gadis itu mencoba bersikap berani. 

"Ku... Kumicho ada di ruang washitsu" jawab Botan terbata-bata, seumur hidupnya ia belum pernah mendengar ada yang memanggil bosnya dengan namanya langsung, karena ia adalah anggota rendahan yang hanya bertugas di dalam rumah saja ataupun di pasar, mengawasi keamanan.

"Tunjukkan jalannya". Seika segera melangkah lebih dulu, ia tidak ingin berlama-lama mengelilingi rumah ini hanya untuk mencari keberadaan Kenichi, karena semakin ia menunda untuk berbicara dengan laki-laki itu semakin membuat kepercayaan dirinya terkikis perlahan.

Mereka berjalan lurus di lorong koridor lalu berbelok ke kiri, melewati lorong samping kemudian kembali berbelok kiri dan berhenti di depan pintu geser berukuran besar. 

"Silahkan anee-san", Botan menggeser sebelah pintu fusuma.

Seluruh laki-laki yang berjumlah lebih dari 50 orang yang sedang menikmati makan malam serentak ke arah Seika, mereka terkejut melihat pakaian yang gadis itu pakai, apakah anee-san sudah setuju menjadi anee-san?, pikir mereka. Para pria itu menatap satu sama lain lalu sedetik kemudian merendahkan badan mereka serentak.

"SELAMAT DATANG ANEE-SAN" Ucapan - lebih tepatnya teriakan - mereka membuat Seika terperanjat dan memundur kakinya selangkah, ia menelan ludah dengan susah payah. 

Tidak, ia tidak boleh mundur sekarang. 

Kenichi tersenyum, menutup mulutnya dengan telapak belakangnya lalu memalingkan wajahnya ke arah samping, tubuhnya terguncang pelan karena menahan tawa, masih banyak yukata lain di rumah ini, mengapa Botan memilih yukata seperti itu untuk Seika pakai? .

Tapi harus ia akui, Seika sangat cantik dalam balutan yukata merah cerah tersebut, sangat kontras dengan kulit putihnya, apalagi rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai, nampak seperti anggota perempuan yakuza.

"Ada apa Seika?" Kenichi menatap Seika. 

Seika berdeham sejenak lalu mengangkat wajahnya "Aku ingin berbicara".

"Tentu, bergabunglah dengan kami, Akira bawakan makan malam Seika" Kenichi menepuk tempat disampingnya. 

"Tidak perlu!!" potong Seika dengan cepat, nada suaranya hampir seperti berteriak. Bisa mati ketakutan ia jika berdiri lebih lama di ruangan ini.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Kemarilah"

Jarak Seika sekitar 10 meter dari tempat duduk Kenichi, karena laki-laki itu duduk di ruangan paling ujung, ruangan untuk kalangan teratas.

"Tidak perlu, kita bisa berbicara seperti ini" Seika tidak mau berpindah dari zona amannya yaitu di depan pintu, karena jika ia mendapati gelagat mencurigakan ia bisa langsung kabur dari ruangan washitsu. Ya. Inilah zona teramannya saat ini.

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" Kenichi mengalah atas kekeraskepalaan Seika.

Seika mengedipkan mata ragu beberapa kali lalu mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkan dengan cepat.

"Aku terima tawaranmu, aku akan tinggal disini. Kau berjanji akan membiarkanku tetap bekerja kan?" tanya Seika sambil tetap mengangkat wajahnya, menatap pongah ke arah Kenichi.

"Tentu saja" Kenichi menganggukkan kepalanya pelan.

"Kalau begitu aku yang akan memilih pengawalku sendiri" Mata Seika berkilat licik, ia akan memilih orang yang mempunyai tampang yang mudah untuk dibohongi, ya. Itu akan mempermudah rencana melarikan dirinya.

"Tentu" Kenichi tersenyum. Raut wajah Seika memperlihatkan apa yang sedang gadis itu pikirkan.

Seika segera berbalik badan lalu menatap Botan yang berlutut di luar ruangan.

"Tunjukan kamarku kembali" Seika memerintah dengan nada angkuh mencoba bersikap pongah, ia tidak akan mau terlihat lemah di depan para laki-laki brengsek itu.

Botan menganggukkan kepala lalu berdiri dan berjalan ke depan, menuntun kembali Seika menuju kamarnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status