Di ruang prediential room nomor 105, pencahayaan tampak lembut. Dua sosok terbaring di atas tempat tidur. Rajasa mencium puncak kepala Salma. "Orang yang kamu bilang itu, berapa lama lagi akan datang?"Salma berkata, "Sedikit lagi, asisten ku sudah kemarin untuk mengantarkan penetral." Selebihnya, ia tak berkata apa-apa. Hanya merasakan tangan Rajasa yang memeluknya erat dan sesekali mencium rambutnya. Ketika Rajasa berkata dia menginginkannya, Salma diterpa kembimbangan. Nalarnya nyaris tidak bekerja ketika Rajasa membawanya ke tempat tidur dan mengungkungnya di sana.Ketika tangan pria itu menyusup di balik kemejanya, seluruh akal sehat Salma kembali. Bagaimana bisa dia bersama dengan Rajasa sedangkan pria itu sendiri memiliki Valeri? Dia bahkan sudah melayangkan gugatan cerai, apa yang terjadi sekarang terasa sangat salah. Salma memiliki kenalan ilmuan kimia yang terkenal. Dia tahu ini bisa di atasi. Rajasa sudah terlihat lebih tenang. Meskipun ada sekelumit sorot kecewa, namun
Tangan besar Rajasa merengkuh pinggang Valeri, kemudian dia mendorong dengan tegas. Wanita itu termundur keluar. Saat itu, Rajasa memerintah dengan lugas, "Keluar sekarang juga."Pandangan matanya tajam dan menusuk, "Aku berhutang janji untuk menjagamu. Bukan merusak."Ucapan Rajasa yang tegas membuat Valeri merasa kesal namun juga tak berdaya. Pria itu terang-terangan menolak. Rajasa maju dan langsung menutup pintu kaca geser tersebut, sepenuhnya menciptakan batas antara dirinya dengan Valeri. Valeri kehabisan cara. Dia tidak berani memaksa lebih jauh. Meskipun Rajasa sangat memanjakannya, pria itu tetap menetapkan batas-batas yang tidak bisa dilanggar. Dia terlihat dekat, namun Valeri merasa pada saat yang bersamaan dia juga berjarak. Valeri keluar dari kamar mandi sambil menghentakkan kakinya. Tiga puluh menit kemudian, Rajasa telah keluar dari sana dengan pakaian kasual. Rambutnya yang basah dan acak-acakan membuatnya terlihat dipenuhi pesona muda yang penuh energi dan vitalita
Setelah berada dalam kamar, Valeri segera berkata, "Kak Rajasa, kamu mandi dulu. Tadi salah satu asistenmu sudah mengantarkan pakaian ganti." Rajasa tidak berbicara dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Dia juga sudah merasa sedikit gerah. Rajasa mulai membersihkan diri di bawah shower air hangat. Pria itu terus memikirkan Salma. Apa yang wanita itu lakukan bersama Jonathan di dalam kamar? Meski sebuah kamar presidential suite itu luas dan tak ubahnya seperti apartemen sendiri, namun Rajasa tetap merasa terganggu membayangkannya. Rajasa tidak menyukai perasaan itu. Tangan kanannya menumpu pada dinding. Aliran air menelusuri garis rahangnya yang tegas. Saat itulah Rajasa mulai menyadari kalau ada bau aneh yang samar di sekeliling kamar mandi, berasal dari diffusser yang menyala. Bersamaan dengan itu, Rajasa mulai merasakan kejanggalan dalam suasana hati dan tubuhnya. Dia merasa panas. Aliran darahnya menjadi cepat dan otot-ototnya menegang. Pria itu tersentak. Otaknya yang
"Pak Investor, apakah ada pertanyaan?"Rajasa menggeleng, "Kamu menjelaskannya dengan baik."Salma menganggukkan kepala, "Kalau begitu aku pamit dulu." Rajasa buru-buru mencegah, "Salma."Salma menoleh ke arahnya. Dia tidak bertanya, hanya menunggu Rajasa berbicara. Pria itu berkata dengan serius, "Kalau kamu mau, aku bisa memberikan beberapa proyek Fontier Group padamu."Salma tidak langsung menanggapi, dia perlahan-lahan tersenyum. Rajasa mengira Salma setuju. Dia merasa bakat Salma sangat menjanjikan, wanita ini bisa bersinar jika dibukakan jalan. "Pak Rajasa sangat baik. Tapi maaf, aku terlalu sibuk. Kontrakku lumayan padat, aku nggak bisa menerima tawaran Pak Rajasa."Rajasa tertegun. Bahkan Pak Juga yang sedari tadi hanya menjadi pendengar turut terkejut. Dia memang tahu Salma seorang arsitek profesional, namun tidak sampai pada level kepercayaan diri menolak kontrak dengan Fontier Grup! Fontier Grup adalah pengendali ekonomi di Yugos! Bisa bekerja sama dengan grup mega bint
Saat telah berada di bawah, Pak Jugo dan Rajasa langsung berjalan ke arah Salma. Wanita itu menghela napas berat, lalu memakai bathrobenya yang tersampir di kursi lipat. Rajasa dan Pak Jugo telah sampai. Pak Jugo segera berinisiatif menyapa lebih dulu, "Nona, kebetulan sekali. Investor kami ingin berbincang dengan Anda tentang desain kolam -kolam yang ada di resort ini. Saya harap Anda nggak keberatan." "Saya merasa telah mengganggu waktu senggang Anda, barangkali Anda bersedia saya traktir?" Suara Rajasa menyela. Pria itu berdiri dengan auranya yang mulia, sepasang tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Dia menatap Salma dengan santai seperti biasa. Salma melihat pada Rajasa dan berkata, "Apa yang ingin Anda bicarakan? Saya rasa nggak masalah kalau langsung saja." Salma benar-benar sedang bersantai, dia tidak menyangka akan bertemu Rajasa di tempat ini. Dia juga tidak mengira Rajasa adalah pemilik resort Asmara. Meski itu tidak terlalu mengherankan, namun Salma tetap
Valeri dan Rajasa makan siang bersama di restoran Jaya. Saat makan, Rajasa terlihat elegan dan tenang, tidak tampak terganggu dengan apapun. Valeri menyelesaikan makannya dan meletakkan sendok di piring. Rasa kesalnya yang membuncah di dadanya membuat Valeri segera bertanya, "Kak Rajasa, kamu nggak mau bilang apapun padaku?"Rajasa meletakkan serbet lalu menatap Valeri dengan matanya yang tajam, "Apa?"Valeri mengepalkan tangannya, "Semalam, aku minta kamu jemput aku di bar Haven. Aku tunggu kamu di ruangan tujuh puluh dia selama tiga jam, tapi kamu nggak datang."Tadi malam, Valeri terpaksa pulang sendiri. Pagi harinya, kiriman video dari orangnya yang digunakan untuk mempermalukan Salma malah blank dan filenya rusak. Seseorang sudah menyabotase rencananya! Rasa kesal Valeri semakin berlipat. Rajasa tampak sedikit terkejut. Dia benar-benar lupa. Pria ini segera berkata, "Valeri, aku sudah datang, tapi ada urusan mendadak sehingga aku pergi lagi. Maaf sampai lupa mengabarimu."Rajas