Hari Sabtu sore, Marco berada di kafenya, turut sibuk jadi waiter karena pengunjung sedang ramai, sementara tiga orang waiter yang melayani tamu, cukup kewalahan. Kebanyakan pengunjung mengetahui kafe itu dari sosial media. Kafe yang ada di dekat hamparan sawah dan kebun di Kabupaten Bandung. Lahan tempat kafe itu adalah milik kakeknya Marco. Hidangan di kafe mungkin standar saja, namun suasana saat sore hari di sekitar kafe itu, jika difoto, tidak pernah gagal menampilkan keindahan senja di pesawahan. Apalagi jika langit ditebari cahaya jingga.Malam menjelang, pengunjung surut. Sebentar lagi kafe sudah mau tutup. Marco juga sudah menengok ke lokasi camping ground yang ada di lahan kebun buah-buahan milik kakeknya. Di situ ada beberapa tenda yang diisi oleh wisatawan lokal, yang ingin merasakan sensasi tidur di alam bebas. Sebenarnya yang mau dilihat oleh Marco adalah soal menyalakan api unggun. Sudah ada lokasi dan tempat khusus menyalakan api unggun, jadi pengunjung tidak bisa semb
Di hadapan polisi dan kedua orang tuanya, Daffa bersumpah bahwa dia masuk grup kaum pelangi itu, untuk penelitian tentang kaum marjinal, untuk kepentingan kuliah.Daffa bicara, “Saya masuk grup itu, karena grup itu terbuka untuk umum. Admin grup namanya Rio, dia tahu kalau saya masuk grup itu untuk mencari bahan penulisan tugas akhir kuliah, dan dia tidak keberatan.”Daffa lanjut bertutur, “Saya bahkan jadi anggota di banyak grup sosmed, bukan hanya grup kaum pelangi itu saja. Saya juga anggota grup pencinta tato, walau saya tidak tatoan. Saya masuk grup pencinta hewan, padahal saya tidak punya hewan peliharaan.”Di sisi lain, Handy yang sudah kadung menganggap Daffa sebagai kekasih, tentu sangat cemburu saat tahu bahwa di suatu malam Daffa melakukan pertemuan dengan Rio, sang admin grup. Daffa sendiri tidak cerita soal ketemuan dengan admin, tapi Handy tahu dari omongan beberapa orang.Handy bertutur. “Suatu hari Daffa bilang kalau adiknya sudah membakar rumah seseorang, tapi tidak a
Maryam menemani Irma pada saat Irma kontrol ke rumah sakit. Luka Irma sudah sembuh, tinggal bekasnya pada pipi. Dokter bilang bekas itu bisa hilang melalui operasi plastik, tapi dokter menyarankan agar Irma bersabar menunggu pulih. Usia Irma yang masih muda, memungkinkan luka seperti itu masih bisa pulih tanpa operasi, walau tidak seratus persen mulus lagi.“Saya ikut kata Dokter saja, mau nunggu sampai wajah saya benar-benar pulih. Kalau misalnya nanti bekas lukanya kentara banget, mungkin saya mau oplas. Tapi kalau hanya sedikit bekasnya, pake make up yang rada tebal juga ketutup.”“Nah, itu bagus. Sekarang Anda sudah lebih optimis. Suasana hati yang baik, bisa mempercepat pemulihan kesehatanmu. Semangat ya.”“Terima kasih, Dokter.”Ketika Irma sedang berada di ruang periksa dokter, Maryam duduk di ruang tunggu sembari menekuni ponselnya, membaca berita dari koran lokal online, tentang kasus D, 22 tahun, yang disayat pakai cutter oleh pacar sesama jenisnya. Begitu tajuk di koran onl
Sementara itu, Pak Wardoyo dan keluarganya sudah meninggalkan markas polisi.“Motor kita masih ada di pool bus. Seno mau ambil, soalnya besok Seno kan, kerja.” ujar Seno.Ayahnya menjawab, “Ayo kita semua pergi ke sana, bapak pengin ngajak makan sate. Ada warung sate di dekat pool bus itu. Kita belum pernah makan sate bareng sekeluarga kan? Ayo Wartini, kamu juga ikut ya?”Seno menatap ke arah emaknya yang merupakan mantan istri bapaknya. Emaknya, yaitu Wartini, tampak sungkan, mungkin karena merasa malu pada Juwariyah, emaknya Maryam. Dulu saat Wartini masih menjadi istri Pak Wardoyo, Wartini kerap melabrak Juwariyah di warung nasinya. Wartini datang melabrak bukan sekadar untuk marah-marah, tapi yang sebenarnya untuk mengambil uang dari laci warung. Waktu itu Wartini beranggapan bahwa warung nasi yang dijaga oleh Juwariyah, modalnya berasal dari Wardoyo, yang juga suaminya. Wartini merasa punya hak mengambil uang dari warung itu, jika dia anggap Wardoyo kurang memberi nafkah padanya
Malam telah turun. Keluarga Irma dan keluarga Ruhiyat masih di markas Polres. Polisi belum mengizinkan mereka pulang, karena Ruhiyat yang masih berkeras menuduh Wardoyo dan Seno yang sudah melukai putranya. Sementara Bardi dan teman-temannya, yaitu orang-orang yang memaksa Wardoyo dan Seno masuk ke mobil, telah diperbolehkan meninggalkan kantor polisi itu. Video yang ada di ponsel Seno, tanpa sengaja juga sudah merekam kemunculan Daffa di halaman parkir sebuah ruko. Dalam rekaman itu tampak Daffa masuk ke dalam sebuah mobil. Setelah itu video berakhir. Karena yang direkam oleh Seno memang bukan Daffa, melainkan bapaknya dan pria yang mau memberi job. Polisi penyidik bicara pada anak buahnya, “Di ruko itu biasanya ada CCTV yang mengarah ke halaman parkir. Untuk mengetahui apa yang terjadi pada Daffa, berarti kita harus melihat rekaman CCTV yang ada di ruko itu.” Lantas polisi mengirim anggotanya untuk berangkat ke ruko itu. Daffa terlihat gelisah, dia berkali-kali bilang pada ayahn
Polisi penyidik di Polres sedang memeriksa kesaksian Pak Wardoyo dan Seno.Polisi bertanya, “Memangnya apa muatan truk itu, sehiagga Anda menolak untuk membawanya?”Seno menjawab, “Ratusan anj1ng dan kucing yang akan dikirim ke rumah jagal di Jawa tengah, buat dipangan dagingnya.”Para polisi yang ada di ruangan itu saling pandang.Polisi bertanya lagi, “Anda tahu nomor plat truk itu?”Seno menggeleng. “Tidak tahu, waktu ketemuan di warung, orang itu bawa mobil kecil.”Polisi : “Anda tahu identitas orang itu?”Wardoyo yang menjawab, “Dia ngaku bernama Tatang, umurnya sekitar empatpuluh tahun. Hanya itu yang saya tahu.”Seno memperlihatkan video di ponselnya. “Saya sempat merekam percakapan bapak saya dengan si Tatang. Karena waktu itu bapak saya sudah menolak, tapi orang itu seperti mau memaksa. Saya videokan saja, karena khawatir kalau orang itu mengeluarkan senjata buat memaksa bapak bawa truknya. Tapi dia nggak mengeluarkan senjata. Setelah bapak saya menolak, si Tatang itu pergi.”