Hari ini langit biru terlihat sangat cerah dengan sedikit awan putih yang menaunginya. Sungguh suatu pemandangan yang sangat menakjubkan.
Sakia Rahayu atau Ara biasa gadis itu dipanggil, sedang duduk-duduk dikursi taman yang terletak di halaman belakang rumahnya. Ara sedang menikmati pemandangan sore yang cerah.
Ara mengayun-ayunkan kakinya diatas ayunan, sambil membaca sebuah novel love story kesukaanya.
Ditengah keasyikannya, Ara dikejutkan oleh sebuah suara yang berasal dari buk Darmi yang merupakan housekeeper dirumah keluarga Erlangga.
“Maaf mengganggu, Kak,” ucap buk Darmi.
“Ada apa, Buk?” tanya Ara.
“Kakak dipanggil Bapak,” buk Darmi menambahkan.
“Baik Buk, sebentar lagi saya kesana,” jawab Ara sopan.
Meskipun buk Darmi adalah housekeeper dirumahnya, akan tetapi semua anggota keluarga sangat menghormati buk Darmi. Wanita paruh baya tersebut sudah dianggap sebagai orang tua mereka.
Ara biasa dipanggil kakak dirumahnya, karena Ara merupakan anak paling tua dikeluarga Erlangga.
Ara mempunyai dua orang adik, yang laki-laki bernama Dion Putra Erlangga yang biasa dipanggil Dion, yang sekarang masih duduk dibangku kelas 2 SMA.
Adik perempuan Ara bernama Putri Rahayu yang biasa dipanggil Ayu, yang sekarang masih duduk dibangku kelas 2 SMP.
Ara pun bangkit dari duduknya, dan melangkah menuju ruang kerja ayahnya yang berada di tingkat dua.
“Assalamu’alaikum, Yah,” Ara mengetuk pintu ruang kerja ayahnya.
“Walaikum salam. Masuk, Kak,” terdengar suara sang Ayah dari dalam ruang kerjanya.
“Ada apa,Yah?” tanya Ara setelah duduk di kursi yang disediakan diruangan ini.
“Ada yang mau Ayah sampaikan!” Ayah memulai pembicaraan.
“Tentang apa Yah? sepertinya sangat penting,” jawab Ara.
“Ayah sudah mempunyai laki-laki pilihan sebagai calon suamimu,” ucap Ayah.
Ara sangat shock mendengar perkataan ayahnya yang bagaikan petir di siang bolong, meskipun hari sudah sore.
“Apakah harus Ayah?” Ara menanyakan lebih lanjut.
“Menurut Kakak bagaimana?” sang Ayah malah balik bertanya.
“Ara belum sanggup, Yah. Ara belum memikirkan masalah menikah,” kata Ara lirih.
“Kakak hanya tinggal menjalaninya saja. Tidak perlu memikirkannya, karena Ayah sudah memikirkan semuanya. Yang pastinya lelaki pilihan Ayah pasti bertanggung jawab,” jelas Ayah lebih lanjut.
“Apakah, Ara boleh mengetahui siapa laki-laki itu, Yah?” tanya Ara.
“Dia anak dari teman Ayah,” jawab Ayah sambil memandang ke arah Ara.
“Siapa namanya, Yah?” Ara bertanya lebih lanjut.
“Semua informasi mengenai dirinya, nanti akan kamu ketahui semuanya, setelah bekenalan dengannya,” tegas Ayah.
“Ara pikirkan dulu, Yah,” jawab Ara lesu.
“Waktu berpikir hanya 3 hari, tidak lebih dan tidak kurang. Pikirkan baik-baik. Jika kamu tidak bersedia, berarti kamu menolak pilihan Ayah. Jika menolak, akan ada opsi kedua dari pilihan Ayah!” jelas Ayah.
“Baik, Yah,” Ara menatap Ayah ragu.
“Pikirkan juga usiamu yang sudah dewasa,” ujar Ayah.
“Iya, Yah. Ara akan pikirkan semuanya,” kata Ara.
Ara pun meninggalkan ruangan kerja ayahnya dengan pikiran kacau. Setelah keluar dari ruangan kerja ayahnya, Ara langsung masuk ke dalam kamar.
Tidak lupa Ara mengunci pintu kamar. Untuk saat ini, Ara sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun, dia butuh waktu untuk sendiri.
Pertahanannya langsung roboh, setelah merebahkan tubuhnya di kasur, tangisannya langsung pecah. Ini adalah pertama kalinya ayah mengatakan bahwa dia akan dijodohkan dengan seorang laki-laki yang tidak dikenalnya setelah kegagalan sebelumnya.
Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagiku. Pikiranku kacau, memikirkan perkataan ayah. Sampai sekarang, belum tau jawaban apa yang akan ku berikan nantinya.
Yang pastinya, hati kecilku menolak untuk dijodohkan dengan pria yang tidak dikenal tersebut. Jika menolak, sudah dipastikan akan mendapatkan kemarahan ayah dan ayah akan sangat sedih jika aku menolak.
Disatu sisi aku juga tidak ingin membuat ayah sedih dan kecewa. Sejauh ini aku belum pernah membantah perkataan ayah. Karena ayah segalanya bagiku.
“Arrgghhh pusingggggg,” hatiku menjerit. Memikirkan semuanya membuat kepala pusing dan terasa sangat sakit, hingga mataku tertutup dan terbuai dalam alam mimpi.
***
Tok tok tok. Terdengar ketukan dipintu kamar. Aku bergegas turun dari kasur dan membuka pintu kamar. Buk Darmi terkejut melihat penampilanku.
Mata yang sudah bengkak dengan wajah memerah karena kebanyakan menangis, rambutku pun sudah awut awutan, dan lebih terkejut lagi melihat isi kamar yang sudah seperti kapal pecah.
Tisu berserakan di lantai kamar. Kasur sudah tidak seperti kasur lagi. Barang-barang juga tidak pada tempatnya.
“Ada apa Buk?” Ara melihat ke arah buk Darmi.
“Sarapan dulu Kak, sarapannya sudah siap,” jawab buk Darmi sambil membungkukkan badannya.
“Iya Buk, sebentar lagi Ara akan turun,“ jawab Ara.
“Bapak sudah menunggu dibawah, Kak!” sahut buk Darmi, sambil berlalu dari hadapanku.
“Buk!” panggilku lagi. Buk Darmi pun membalikkan badannya melihat ke arahku.
“Bilang sama ayah ya Buk, untuk sarapan duluan. Mungkin Ara masih lama turun, mau mandi dulu dan membereskan kamar.”
“Kakak kenapa, apa ada masalah?” tanya buk Darmi hati-hati.
“Nggak kenapa-kenapa kok Buk,” jawabku sambil tersenyum tipis.
“Nanti biar ibuk saja yang memberekan kamarnya, Kak,” buk Darmi menawarkan untuk membersihkan kamarku.
“Tidak usah Buk. Biar Ara saja yang membereskan semuanya,” elak Ara.
Sepeninggal buk Darmi, aku langsung mengunci kamar lagi. Sebenarnya saat ini aku lagi tidak ingin diganggu, masalahnya suasana hatiku masih belum stabil.
Aku memutuskan untuk mandi dan berendam di bathup. Semoga saja setelah berendam nanti, kepala ini bisa lebih fresh dan bisa berpikir jernih lagi.
Setelah menyelesaikan ritual mandi selama tiga puluh menit, aku menuju walk in closet untuk berpakaian, celana bahan pensil dan baju kaos longgar menjadi pilihanku.
Selesai berpakaian, dilanjutkan dengan membersihkan dan merapikan kamar yang sudah berantakan dari semalam.
Aku tersenyum melihat isi kamar karena ulahku semalam. Pantas saja tadi buk Darmi sangat terkejut melihat kamar.
Ini sudah bukan seperti kamar lagi, akan tetapi sudah seperti taman dimusim gugur yang tidak dibersihkan oleh petugas kebersihan.
"Akhirnya, selesai juga. Finish," ucap Ara penuh semangat
Akhirnya, semuanya beres juga. Semua barang sudah kembali pada tempat semestinya, dan sampah-sampah yang berserakan juga sudah dibuang ke tempat sampah. Lumayan capek juga rasanya.
Akan tetapi, rasa capek langsung hilang melihat hasil kerja baktiku pagi ini. Selesai membenahi kamar, aku turun kebawah untuk sarapan karena cacing di perut sudah demo mintak diisi.
Diruang keluarga, tampak ayah sedang duduk santai sambil membaca Koran yang ditemani secangkir kopi hangat, yang aroma kopinya menggelitik hidungku.Sekarang adalah hari Minggu, jadi ayah tidak ke kantor.“Pagi Ayah,” sapaku melihat ayah, sambil mencium sayang kedua pipi ayah. Meskipun sangat kecewa dengan keputusan ayah, akan tetapi aku mengenyampingkan ego, karena aku sangat menyayangi ayah.“Pagi juga sayang,” jawab Ayah.“Ayah sudah sarapan?” tanya Ara.“sudah sayang,” jawab Ayah lirih.“Ara sarapan dulu ya, Yah,” ucap Ara“Happy breakfast sayang,” terdengar jawaban ayah saat aku berjalan menuju meja makan untuk mengisi lambungku yang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.Aku sarapan sendiran dengan tenang. Setelah sarapan dan membereskan meja makan, aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu dan duduk disamping ayah.“Bunda kapan pulan
Carista merupakan sahabatku dari masa putih dongker.Kami selalu bersama kemanapun. Akan tetapi hobi kami bertolak belakang.Carista sangat feminim, sedangkan aku tidak feminim sama sekali.Carista bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan posisi sebagai sekretaris dari pemimpin perusahaan tempatnya bekerja.Liat cowok bening dikit, mood-nya langsung bagus.Mata Carista akan selalu berbinar jika melihat cowok keren seperti saat sekarang.Ibaratnya, cowok keren itu merupakan obat mata yang sangat manjur buat Carista.Suara pelayan restoran menghentikan obrolan kami. Pelayan restoran menata makanan yang telah kami pesan tadi.Setelah mempersilahkan untuk makan, sang pelayan pun meninggalkan meja kami.Selanjutnya, kami menikmati menu makan siang dengan diam.“Ada cerita nih Car,” curhatku membuka obrolan setelah selesai makan.“Tentang apa?” tanya Carista menoleh kearahku.
Sama dengan buku yang sudah aku punya. Pikiranku menerawang dengan sukses.“It’s ok,” jawabnya sambil tersenyum manis.Aku serasa meleleh melihat senyumannya dengan lesung pipi kembarnya.“Sadar Ara,” ucapku sambil menepuk-nepuk pipiku sendiri. Sedangkan cowok yang aku tabrak tadi sudah menghilang entah kemana.Entah berapa lama aku tertegun, yang pastinya pria tersebut sudah tidak kelihatan lagi.Setelah puas melihat-lihat dan membaca-baca buku, akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah karena hari sudah mau maghrib.Sampai dirumah, aku langsung mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu dan bersiap-siap untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah.Beginilah suasana rumah setiap harinya, jika maghrib sudah menjelang, disaat siang sudah berganti dengan malam.Setiap malamnya, semua anggota keluarga termasuk penjaga rumah, tukang kebun, dan supir selalu sholat maghrib berjamaah dengan a
Sebenarnya, dulu aku tinggalnya di apartemen karena ingin mandiri.Hingga suatu hari terjadi tragedy yang membuatku kritis, karena aku menjadi sasaran dari lawan bisnis ayah.Semenjak itu, aku tidak dibolehkan lagi untuk tinggal di apartemen, karena ayah khawatir dengan keadaan dan keselamatanku jika tanpa pengawasan darinya.Ayah memintaku kembali tinggal dirumah untuk menghindari hal-hal yang mengancam keselamatanku diluar sana.“Iya, Ayah,” jawabku dengan nada memohon sambil memandang Ayah penuh harapan.“Baiklah kalau itu pilihanmu. Ayah akan kabulkan semua permintaanmu, dengan syarat, jaga diri baik-baik. Hati-hati bertindak diluar sana, jangan gampang percaya sama orang yang baru dikenal, bisa jadi dia adalah musuh kita, dan hal yang paling penting adalah jaga nama baik keluarga. Ingat satu hal, sekarang sudah punya calon suami, yang artinya jangan memiliki hubungan dengan ”pria” manapun. Setelah satu
“Ayah mengizinkanku kembali ke apartemen, dengan syarat tinggal bersamamu di apartemen. So, you must join with me, Car. Let’s join us!”jawab Ara sambil tersenyum.“Wow, ada saham aku ternyata,” ucapnya dengan mata yang berbinar bahagia.“Pastinya. Kalau nggak mana mungkin Ayah akan setuju,” kata Ara.“Kenapa syaratnya nggak dipertemukan dulu sama orangnya, Ra?” usul Carista.“Aku nggak mikirin orangnya Car. Secara, kalau sudah pilihan orang tua nggak mungkin salah kan?” bela Ara.“Sangat betul. Kalau begitu kamu harus membayarku dengan gaji yang besar,” canda Carista“Ok. Satu saja cukup kan?” yakin Ara.Aku sudah tau “gaji” yang dimaksud Carista. Apalagi kalau bukan tas branded incarannya untuk menambah koleksinya.”it’s ok Ra. Ayo cepat makan, aku sudah nggak sabar dengan tasnya. Nanti kusampaikan d
Begitulah Carista, semuanya tidak akan terlepas dari uang.Carista sangat pelit kalau sudah berurusan dengan yang namanya uang, dia tidak akan mau dirugikan sedikitpun.Tapi meskipun Carista begitu, aku sangat menyayanginya karena Carista adalah sahabat terbaik sekaligus orang kepercayaan bagiku.Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkan. Carista yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.Bahkan saat aku dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun, Carista selalu hadir menemani.Suara bel menghentikan obrolan kami. Carista beranjak menuju pintu untuk menerima makanan yang dipesan melalui kurir.“Bayarnya, Ra!” interupsinya dari pintu.“Pakai uangmu dulu kan bisa, Car!” pekik Ara.“Nggak bisa Ara. Ntar aku lupa!” teriak Carista tak mau kalah.“Ya Tuhan, ini anak pelitnya minta ampun!” jeritku dari dapur.“Biarin. Kan tadi sudah ada kesepakatan!” timpalnya.
Gilang mengingat kembali pertemuannya dengan gadis yang menabraknya di Gramedia beberapa hari yang lalu.Pertemuan itu merupakan pertemuan yang kedua kalinya oleh Gilang, setelah sebelumnya juga bertemu di Restoran saat makan siang.Gilang penasaran dengan sosok gadis tersebut.Gadis dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam bersinar, seakan menambah nilai plus pada dirinya.Kulitnya tidak putih seperti perempuan pada umumnya yang pernah dekat dengan Gilang.Akan tetapi lebih mengarah ke arah sawo matang dan jangan lupakan sebuah lesung pipi disebelah kanan pipinya yang menambah daya tarik kuat dimata para pria tak terkecuali dengan Gilang yang juga terbius pesona gadis tersebut.Melihat dari penampilannya dia bukanlah cewek yang feminim, tapi lebih kearah tomboy.Gilang tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan gadis tersebut.Dia larut dengan pemikirannya sambil tersenyum-senyum sendiri sampai Gilang tidak m
“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.“Pastinya, Car,” jawabku.“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.“It’s ok, Car!” ucap Ara.Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing