Diruang keluarga, tampak ayah sedang duduk santai sambil membaca Koran yang ditemani secangkir kopi hangat, yang aroma kopinya menggelitik hidungku.
Sekarang adalah hari Minggu, jadi ayah tidak ke kantor.
“Pagi Ayah,” sapaku melihat ayah, sambil mencium sayang kedua pipi ayah. Meskipun sangat kecewa dengan keputusan ayah, akan tetapi aku mengenyampingkan ego, karena aku sangat menyayangi ayah.
“Pagi juga sayang,” jawab Ayah.
“Ayah sudah sarapan?” tanya Ara.
“sudah sayang,” jawab Ayah lirih.
“Ara sarapan dulu ya, Yah,” ucap Ara
“Happy breakfast sayang,” terdengar jawaban ayah saat aku berjalan menuju meja makan untuk mengisi lambungku yang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
Aku sarapan sendiran dengan tenang. Setelah sarapan dan membereskan meja makan, aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu dan duduk disamping ayah.
“Bunda kapan pulangnya, Yah?” tanyaku membuka obrolan dengan ayah.
Bunda sudah hampir satu bulan tidak ada dirumah. Bunda sedang di Singapura memeriksa laporan keuangan perusahaan yang ada disana.
Sebenarnya, disana banyak anggota bunda yang bisa menangani perusahaan, akan tetapi kalau masalah laporan keuangan, bunda tidak bisa memberikan kepercayaan pada bawahannya.
Makanya, bunda turun tangan langsung memeriksa laporan keuangan perusahaan.
“Mungkin lusa, bunda sudah pulang,” jawab Ayah.
“Bagaimana dengan yang kemaren, apakah sudah ada jawabannya?” Ayah menanyakan jawabanku atas perjodohan yang disampaikan ayah kemaren.
“Belum, Yah,” jawabku lesu. Tadi aku sangat semangat karena telah selesai sarapan.
Tapi sekarang aku jadi lesu karena membahas masalah ini lagi. Rasanya suasana hatiku kembali turun drastis.
“Kok lesu gitu jawabnya, semangat dong,” balas Ayah sambil tertawa.
“Bukankah waktunya masih dua hari lagi, Yah?” gumam Ara.
“Iya, sih. Manatau sekarang sudah ada jawabannya. Kalau bisa jawab sekarang, kan tidak harus menunggu dua hari lagi. Semakin cepat kan semakin baik. Ayah kan sudah tidak sabar untuk memiliki menantu,” Ayah menambahkan dengan sorot mata yang menerawang jauh. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini.
“Rasanya belum bisa untuk move on, Yah. Takut mengecewakan,” ucap Ara lirih, bahkan hampir tidak terdengar.
”Mau sampai kapan larut dalam kesedihan. Sudah saatnya untuk bangkit dan menata kehidupan yang baru lagi. Masa lalu itu untuk dijadikan guru yang berharga, bukan untuk dijadikan beban,” nasehat Ayah
“Sangat sulit untuk memulai kembali, Yah,” jawab Ara
“Dicoba dulu kan nggak ada salahnya. Kalau nggak dicoba kamu akan tambah larut dalam semua itu,” nasehat Ayah panjang lebar.
“Ara masih memikirkan strategi dan penawaran, Yah,” ucap Ara sambil tersenyum penuh arti.
“Strategi dan penawaran untuk menolak maksudnya?” selidik Ayah
“Bisa jadi Yah. Bisa jadi iya dan bisa jadi tidak!” jawabku sekenanya, sambil tertawa lepas.
“it’s ok,” jawab Ayah yang juga tertawa mendengar jawabanku.
“Bahas yang lain saja Yah, pusing dengan tema perjodohan,” aku berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan yang membuatku mulai tidak nyaman.
“Memangnya kenapa. Kan, tidak ada salahnya membahas ini. Ara juga sudah dewasa, dan bukan anak kecil lagi. Sudah pantas untuk berumah tangga. Ayah juga ingin yang terbaik untuk putri Ayah, “ Ayah menambahkan sambil mengusap kepalaku dengan sayang
“ Iya Ayah. Ini lagi memikirkan strateginya,” kata Ara.
“Jangan kekanakan menanggapinya. Apapun itu keputusanmu, dan strateginya mau seperti apa, akan Ayah terima dengan syarat tidak ada penolakan. Paham?” terang Ayah panjang lebar, yang langsung membuat kepalaku pusing tingkat tinggi.
“Sangat paham Ayah sayang,” jawabku sambil memeluk Ayah dan melangkah menuju kamarku yang ada di lantai dua.
Dikamar, aku mengambil handphone yang berada di bawah bantal.
Aku mulai menghidupkannya yang semalam dimatikan. Banyak pesan yang masuk.
Ada pesan masuk dari Carista sahabatku via aplikasi pesan W******p.
“Lagi ngapain sekarang Ra, sibuk nggak?” pesan dari Carista
“Lagi santai dikamar. Why?” aku mengetik balasannya
Sambil menunggu balasannya, aku beranjak menuju jendela untuk menikmati pemandangan sekitar rumah.
Dari jendela kamar ini, aku bisa melihat perumahan sekitar. Bunga-bunga sedang bermekaran di taman samping rumah.
Tampak tukang kebun sedang memangkas tanaman yang sudah mulai tinggi dan terlihat tidak rapi.
Buk Darmi juga sedang bercocok tanam di kebun samping rumah. Untuk keperluan sayur-sayuran, tomat dan wortel kami tidak perlu membeli.
Kami hanya memanfaatkan lahan yang ada di kebun samping rumah.
Semua itu jauh lebih sehat dibandingkan dengan yang dibeli di supermarket.
Karena tanaman di kebun sendiri, tidak memakai pestisida.
Semuanya ditanam dan dirawat secara alami, tanpa zat kimia. Jadi, jauh lebih menyehatkan.
Aku tersentak dari lamunanku, karena suara handphone yang menandakan pesan masuk. Ternyata pesan dari Carista.
“Hang out yuk Ra, aku lagi bosan dirumah.”
“It’s ok.” aku mengirim balasannya.
Setengah jam berlalu, aku sudah selesai berkemas, hari ini memakai dress coklat dan celana pensil.
Rambutku yang sepunggung dibiarkan lepas, dilanjutkan memoles wajah dengan make-up tipis. Flat shoes coklat menjadi alas kaki hari ini.
Setelah selesai, aku langsung turun dari kamar.
Sampai di ruang tamu, ternyata Carista sudah duduk manis menungguku.
Kami langsung berangkat setelah meminta izin dan berpamitan pada ayah.
Hari ini rencananya akan berputar-putar tanpa tujuan.
Pertama sampai di mall, kami memutuskan untuk menuju tempat makan karena sudah jam satu siang.
Pengunjung restoran terlihat ramai karena sekarang waktunya makan siang.
Karena Carista ke toilet sebentar, aku mencari tempat duduk terlebih dahulu.
Aku berjalan menuju meja paling sudut yang sudah biasa menjadi tempat duduk favorite kami.
Dari sudut ini kami bisa melihat pemandangan kota yang tersaji tentang kesibukan kota dengan jalan yang tidak pernah sunyi dari kendaraan yang berlalu lalang.
Aku mengedarkan pandangan mencari Carista yang sampai sekarang belum juga muncul.
Pandanganku terhenti pada seorang laki-laki yang sekarang menjadi pusat perhatian kaum hawa.
Pria dengan alis tebal yang menempel di wajah maskulinnya.
Lesung pipi tertanam indah di kedua pipinya.
Sungguh suatu pemandangan yang sangat menakjubkan dan betapa sempurnanya makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini.
Pria tersebut berjalan menuju meja yang ada disampingku.
“Woi, melamun siang bolong gini!” suara Carista menyadarkanku.
“Apaan sih, Car,” balasku.
“Udah dipesan makanannya, Ra?” tanya Carista
“Udah Car. Duduk dulu. Bentar lagi mungkin datang makanannya.”
“Ra, ada cowok ganteng disamping,” bisik Carista pelan sambil menyikut lenganku.
“Biasa aja, “ jawabku sekenanya.
“Yeee, orang seganteng and perfect gitu, dibilang biasa aja. Kamu sehatkan?” tanya Carista sambil menempelkan tangannya dikeningku.
“Melihat dari penampilannya, boleh nih, Ra,” Carista menambahkan argumennya karena melihat aku yang tidak meresponnya.
“Boleh apa, Car?” jawabku acuh tanpa menoleh kepada sosok yang dibicarakan Carista
“Boleh di sikat,” ucap Carista sambil senyum-senyum kayak orang habis dapat hoki.
“Emangnya gigi, pakai disikat segala. Biasa aja kali, nggak segitunya,” balasku sambil menaikkan sebelah alisku
“Yah, kalau gigi kan butuh odol buat sikatnya, Ra!” omel Carista.
“Hahahha, kamu yang jadi odolnya, Car. Kayak di pantun-pantun gitu,” jawabku sekenanya.
“Manatau bisa menggantikan seseorang yang sudah lama pergi, Ra,” terang Carista
“Menggantikan dari Hongkong, kenal aja nggak. Nggak usah mulai lagi deh Car!” komentar Ara
“Hahahah. I’m sorry dear,” balas Carista.
"Lihat, Ra. Senyumannya bikin aku melayang ke udara. Keren banget," terang Carista sambil memandang ke arah orangnya.
"Jagan ngehalu deh, Car. Sadar, ayo sadar kamu masih di bumi," cetus Ara
"Pengen punya cowok kayak dia. Sempurna," jawab Carista yang sepertinya masih belum sadar
"Jangan kebanyakan baca Novel Car. Biar nggak menghayal terus," komentar Ara geram.
Carista merupakan sahabatku dari masa putih dongker.Kami selalu bersama kemanapun. Akan tetapi hobi kami bertolak belakang.Carista sangat feminim, sedangkan aku tidak feminim sama sekali.Carista bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan posisi sebagai sekretaris dari pemimpin perusahaan tempatnya bekerja.Liat cowok bening dikit, mood-nya langsung bagus.Mata Carista akan selalu berbinar jika melihat cowok keren seperti saat sekarang.Ibaratnya, cowok keren itu merupakan obat mata yang sangat manjur buat Carista.Suara pelayan restoran menghentikan obrolan kami. Pelayan restoran menata makanan yang telah kami pesan tadi.Setelah mempersilahkan untuk makan, sang pelayan pun meninggalkan meja kami.Selanjutnya, kami menikmati menu makan siang dengan diam.“Ada cerita nih Car,” curhatku membuka obrolan setelah selesai makan.“Tentang apa?” tanya Carista menoleh kearahku.
Sama dengan buku yang sudah aku punya. Pikiranku menerawang dengan sukses.“It’s ok,” jawabnya sambil tersenyum manis.Aku serasa meleleh melihat senyumannya dengan lesung pipi kembarnya.“Sadar Ara,” ucapku sambil menepuk-nepuk pipiku sendiri. Sedangkan cowok yang aku tabrak tadi sudah menghilang entah kemana.Entah berapa lama aku tertegun, yang pastinya pria tersebut sudah tidak kelihatan lagi.Setelah puas melihat-lihat dan membaca-baca buku, akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah karena hari sudah mau maghrib.Sampai dirumah, aku langsung mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu dan bersiap-siap untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah.Beginilah suasana rumah setiap harinya, jika maghrib sudah menjelang, disaat siang sudah berganti dengan malam.Setiap malamnya, semua anggota keluarga termasuk penjaga rumah, tukang kebun, dan supir selalu sholat maghrib berjamaah dengan a
Sebenarnya, dulu aku tinggalnya di apartemen karena ingin mandiri.Hingga suatu hari terjadi tragedy yang membuatku kritis, karena aku menjadi sasaran dari lawan bisnis ayah.Semenjak itu, aku tidak dibolehkan lagi untuk tinggal di apartemen, karena ayah khawatir dengan keadaan dan keselamatanku jika tanpa pengawasan darinya.Ayah memintaku kembali tinggal dirumah untuk menghindari hal-hal yang mengancam keselamatanku diluar sana.“Iya, Ayah,” jawabku dengan nada memohon sambil memandang Ayah penuh harapan.“Baiklah kalau itu pilihanmu. Ayah akan kabulkan semua permintaanmu, dengan syarat, jaga diri baik-baik. Hati-hati bertindak diluar sana, jangan gampang percaya sama orang yang baru dikenal, bisa jadi dia adalah musuh kita, dan hal yang paling penting adalah jaga nama baik keluarga. Ingat satu hal, sekarang sudah punya calon suami, yang artinya jangan memiliki hubungan dengan ”pria” manapun. Setelah satu
“Ayah mengizinkanku kembali ke apartemen, dengan syarat tinggal bersamamu di apartemen. So, you must join with me, Car. Let’s join us!”jawab Ara sambil tersenyum.“Wow, ada saham aku ternyata,” ucapnya dengan mata yang berbinar bahagia.“Pastinya. Kalau nggak mana mungkin Ayah akan setuju,” kata Ara.“Kenapa syaratnya nggak dipertemukan dulu sama orangnya, Ra?” usul Carista.“Aku nggak mikirin orangnya Car. Secara, kalau sudah pilihan orang tua nggak mungkin salah kan?” bela Ara.“Sangat betul. Kalau begitu kamu harus membayarku dengan gaji yang besar,” canda Carista“Ok. Satu saja cukup kan?” yakin Ara.Aku sudah tau “gaji” yang dimaksud Carista. Apalagi kalau bukan tas branded incarannya untuk menambah koleksinya.”it’s ok Ra. Ayo cepat makan, aku sudah nggak sabar dengan tasnya. Nanti kusampaikan d
Begitulah Carista, semuanya tidak akan terlepas dari uang.Carista sangat pelit kalau sudah berurusan dengan yang namanya uang, dia tidak akan mau dirugikan sedikitpun.Tapi meskipun Carista begitu, aku sangat menyayanginya karena Carista adalah sahabat terbaik sekaligus orang kepercayaan bagiku.Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkan. Carista yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.Bahkan saat aku dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun, Carista selalu hadir menemani.Suara bel menghentikan obrolan kami. Carista beranjak menuju pintu untuk menerima makanan yang dipesan melalui kurir.“Bayarnya, Ra!” interupsinya dari pintu.“Pakai uangmu dulu kan bisa, Car!” pekik Ara.“Nggak bisa Ara. Ntar aku lupa!” teriak Carista tak mau kalah.“Ya Tuhan, ini anak pelitnya minta ampun!” jeritku dari dapur.“Biarin. Kan tadi sudah ada kesepakatan!” timpalnya.
Gilang mengingat kembali pertemuannya dengan gadis yang menabraknya di Gramedia beberapa hari yang lalu.Pertemuan itu merupakan pertemuan yang kedua kalinya oleh Gilang, setelah sebelumnya juga bertemu di Restoran saat makan siang.Gilang penasaran dengan sosok gadis tersebut.Gadis dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam bersinar, seakan menambah nilai plus pada dirinya.Kulitnya tidak putih seperti perempuan pada umumnya yang pernah dekat dengan Gilang.Akan tetapi lebih mengarah ke arah sawo matang dan jangan lupakan sebuah lesung pipi disebelah kanan pipinya yang menambah daya tarik kuat dimata para pria tak terkecuali dengan Gilang yang juga terbius pesona gadis tersebut.Melihat dari penampilannya dia bukanlah cewek yang feminim, tapi lebih kearah tomboy.Gilang tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan gadis tersebut.Dia larut dengan pemikirannya sambil tersenyum-senyum sendiri sampai Gilang tidak m
“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.“Pastinya, Car,” jawabku.“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.“It’s ok, Car!” ucap Ara.Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing
“Morning too, Gilang!” senyumku.Aku terpaku menatap senyuman Gilang yang sangat menawan dengan dua lesung pipi di pipinya.“Jangan terlalu lama menatapku, Kia! Ntar kamu jatuh hati. Aku tahu kok kalau aku keren!” canda Gilang yang disusul dengan suara tawanya.“Hahahah. Nggak segitunya kali Lang!” kekehku.“Kia, kita kesana yuk!” ajak Gilang sambil menunjuk sebuah tempat yang ada diseberang lautan.Tempat tersebut merupakan sebuah pulau kecil. Kesana bisa ditempuh dengan perahu yang disewakan disekitaran pantai.Kami pun berjalan menyusuri pantai, dengan menggunakan perahu yang disewakan nelayan, yang berkapasitas 20 orang sekali jalan.Perjalanan sangat menyenangkan, karena aku penyuka tantangan.Akan tetapi, perjalanan cukup menegangkan bagi yang belum biasa naik perahu.Diiringi deburan ombak, sekitar 30 menit sampailah kami di tempat tujuan karena lokasi yang menyebera