Share

episode 3

Carista merupakan sahabatku dari masa putih dongker.

Kami selalu bersama kemanapun. Akan tetapi hobi kami bertolak belakang.

Carista sangat feminim, sedangkan aku tidak feminim sama sekali.

Carista bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan posisi sebagai sekretaris dari pemimpin perusahaan tempatnya bekerja.

Liat cowok bening dikit, mood-nya langsung bagus.

Mata Carista akan selalu berbinar jika melihat cowok keren seperti saat sekarang.

Ibaratnya, cowok keren itu merupakan obat mata yang sangat manjur buat Carista.

Suara pelayan restoran menghentikan obrolan kami. Pelayan restoran menata makanan yang telah kami pesan tadi.

Setelah mempersilahkan untuk makan, sang pelayan pun meninggalkan meja kami.

Selanjutnya, kami menikmati menu makan siang dengan diam.

“Ada cerita nih Car,” curhatku membuka obrolan setelah selesai makan.

“Tentang apa?” tanya Carista menoleh kearahku.

“Aku dijodohkan oleh ayah, Car,” ucapku dengan suara pelan takut terdengar pengunjung restoran yang lainnya.

“Really?” jawab Carista sambil melihat wajahku dengan pandangan menyelidik. Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban.

“Sama siapa?” tanya Carista antusias.

Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawabannya.

“Kamu kenal orangnya, gimana bibit bebet dan bobotnya, dimana dia bekerja?” Carista menyerbuku dengan rentetan pertanyaan yang mampu membuatku pusing.

“Itulah masalahnya Car, aku nggak tau orangnya. Jangankan dengan bentuk, bibit bebet dan bobotnya seperti yang kamu katakan, sedangkan namanya saja aku nggak tau. Ayah Cuma bilang kalau laki-laki itu anaknya teman ayah. Selebihnya aku tidak mengetahui lagi tentang orangnya. Kata ayah nanti aku juga akan mengetahui semuanya setelah dipertemukan."

“Benarkah?” Carista bertanya lagi untuk meyakinkan.

“Yang lebih parahnya lagi, ayah malah bilang kalau mau tanya-tanya langsung saja sama orangnya nanti, jangan tanya ayah,” keluh Ara.

“hahahha,” tawa Carista terdengar membahana yang membuat pengunjung lain melihat ke arah kami. Tak terkecuali cowok yang tadi sempat diomongin Carista, juga menoleh ke arah kami.

“Apaan sih, Car. Nggak lucu. Jangan bikin malu, tau!” sungutku karena melihat pengunjung lain yang merasa terganggu dengan suara Carista.

Apalagi pria yang sempat diomongin Carista tadi malah menoleh dengan kening berkerut.

"Ayah memang hebat mengerjai kamu, Ra! Biasanya kan kamu yang jago mengerjai orang. Tuh sekarang kena batunya. Trus, jawaban kamu bagaimana?” tanya Carista dengan suara yang mulai sedikit pelan.

“Aku belum memberikan jawabannya. Ayah memberi waktu tiga hari untuk berpikir,” jawab Ara sekenanya.

“Saranku, masalah itu jangan terlalu dipikirkan. Percayalah pilihan ayah pasti yang terbaik, karena ayah  sangat menyayangimu,” terdengar jawaban Carista yang sepertinya membela ayah.

“Iya sih. Tapi sebenarnya, aku belum memikirkan untuk menikah, Car,” keluh Ara.

“Pikirkan usiamu yang sudah tidak muda lagi, Ra. Lagian, dijodohkan belum tentu langsung menikah kan? Jadi jangan terlalu dipikirkan. Jangan menerka-nerka hal apa yang akan terjadi kedepan!” nasehat Carista

Aku hanya mendengarkan nasehat Carista, yang kalau dipikir-pikir ada benarnya juga. Untuk apa juga dipikirkan kalau hanya akan membuat kepalaku pusing.

“Jalani saja dulu. Seiring berjalannya waktu, rasa itu pasti akan muncul dengan sendirinya, Ra. Dan kamu juga akan melupakan masa lalu dengan Reza. Jika kamu tetap sendiri, kamu nggak akan bisa keluar dari masa lalu itu. Yang ada malah ingatanmu tentang Reza melulu!” Carista menambahkan argumennya.

“Aku takut kecewa lagi dan mengecewakan orang lain, Car!” lirih Ara dengan wajah yang lesu.

“Jangan berpikir sampai sejauh itu, Ra,” ucap Carista pelan.

“Nggak tau juga, Car. Setiap kali ingin mencoba untuk melupakan, rasa takut yang teramat besar selalu menghampiri,” curhat Ara dengan sejujurnya.

“Dicoba dulu, Ra. Kenalan dulu. Dijalani. Kalau nggak cocok jangan dipaksakan. Tapi kalau cocok kan bisa berlanjut, Ra,” nasehat Carista panjang lebar.

“Terima kasih, Car. Kamu memang terbaik. Aku juga sudah memikirkan semua itu. Semoga saja ini adalah jalan terbaik,” jawab Ara sambil tersenyum.

Carista menambahkan “Ikuti saja seperti air mengalir, Ra.”

“Bukankah air mengalir sampai jauh, Car,” jiwa usilku mulai muncul untuk memancing emosi Carista.

“Sampai jauh atau sampai septic tank,” jawab Carista dongkol. Yang berhasil membuatku tertawa melihat wajahnya yang memerah menahan emosi.

Setelah makan siang, kami bekeliling untuk melihat-lihat.

Manatau ada barang dengan model yang baru. Aku memperhatikan Carista yang sangat antusias kalau sudah menyangkut fashion.

Penyakit musimannya mulai kambuh dan jiwa shopingnya meronta-ronta minta dipuaskan.

Aku hanya menemani Carista, tanpa berminat membeli barang apapun.

Aku bukanlah orang yang hobi shopping dan penggila barang branded seperti Carista.

Bukan tidak mempunyai uang untuk shopping, akan tetapi aku tidak ingin membuang-buang uang dengan percuma, lebih baik uangnya aku sumbangkan untuk yayasan amal.

Diluar sana masih banyak orang yang lebih membutuhkan uluran tangan kita.

Karena dengan menyumbangkan sebagian rezeki yang kita dapatkan, jauh lebih berharga daripada mengoleksi barang-barang bermerek.

“Udah selesai belanjanya?” tanyaku saat melihat tangan Carista sudah penuh dengan tentengan kantong belanjaan.

“Hehehe. Biasa, ada barang baru, Ra,” jawab Carista sambil nyengir.

“Namanya juga Toko. Sudah pasti barang-barangnya baru terus. Yang ada pelanggannya sepi kalau barangnya nggak bagus. Kamu selalu kalap dan gelap mata kalau sudah belanja. Sesusah itu nyari uang, habisnya hanya untuk foya-foya,” omel Ara.

“Maaf, Ara sayang. Besok nggak kayak gini lagi. Jangan marah, ya. Please,” ucapnya dengan nada memohon

Setelah berkeliling dalam waktu yang cukup lama, kami memutuskan untuk keluar dari mall karena hari sudah sore dan uang Carista juga sudah menipis sepertinya.

“Langsung pulang, Ra?” tanya Carista.

“Mampir ke Gramedia dulu ya Car?” usul Ara.

“Kalau begitu, aku naik taxi aja deh, Ra,” jawab Carista.

“Bentar doang kok, Car,” balas Ara.

“Aku nggak ikut kalau ke Gramedia, secara kamu kalau udah ke Gramedia pasti lama keluarnya,” protes Carista.

“Ya sudah. Atau aku antar kamu pulang dulu gimana? Daripada naik taxi,” aku memberikan usul pada Carista.

“Nggak usah Ra. Lebih baik naik taxi daripada nanti kamu bolak balik,” tolak Carista.

“Sayang bensin nih ceritanya?” jawabku sambil tertawa.

Diperjalanan aku membelokkan mobil ke Gramedia. Setelah taxi yang membawa Carista menghilang dari pandangan, aku langsung masuk kedalam gramedia.

Rencananya mau melihat-lihat buku keluaran terbaru, manatau ada yang menarik.

Fokusku memperhatikan buku-buku new comer yang dipajang di rak buku, tanpa memperhatikan sekeliling.

Terus berjalan pelan sambil membaca-baca beberapa judul buku, hingga langkahku berhenti karena sesuatu yang keras terasa menghantam tubuhku.

Karena nggak melihat jalan, aku telah menabrak seseorang, yang membuat buku yang dipegangnya berserakan dilantai.

“Oughhh,” ucapku sambil menggosok-gosok kepalaku yang terbentur dengan tubuhnya. Lumayan sakit rasanya.

“Maaf,” ucapnya pelan hampir tidak terdengar.

“Nggak apa-apa kok. Lagian harusnya aku yang minta maaf karena aku tidak melihat jalan.” Ucapku sambil mengangkat kepala melihat kearah seseorang yang sudah aku tabrak.

Tubuhku membeku melihat siapa yang aku tabrak.

“Oh my God, ketemu lagi sama cowok yang tadi siang aku lihat di restoran,” ucapku dalam hati sambil mengusap kepala yang terbentur tubuhnya.

“Kamu nggak apa-apa? atau ada yang sakit?” dia bertanya dengan nada khawatir. Mungkin karena melihat aku yang mengusap kepala.

“Oh, aku nggak apa-apa kok.” jawabku sambil tersenyum.

“Syukur lah, kamu nggak apa-apa. Lain kali kalau jalan hati-hati,” ucapnya sambil tersenyum manis dengan sepasang lesung pipi yang sangat menawan yang mampu membuat aku terpaku melihat senyuman manis dengan kedua lesung pipinya.

Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam sampai ketemu cowok sekeren ini,” suara hatiku mengaguminya

“Maaf, bukunya jadi berserakan,” jawabku sambil mengumpulkan 3 buku yang terjatuh di lantai.

Mataku terpaku membaca salah satu judul buku yang dibawanya Love Story.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status