Ash, please! udah habis berapa banyak brownies? wkwkwkw
“My bad … I didn’t mean to… my bad.” (salahku… aku tidak bermaksud… salahku)Leland dengan panik mengusap paha Suri yang sudah duduk.“Aku lupa…” Leland sangat-sangat menyesal, terlupa ia tidak boleh mengagetkan Suri. Padahal baru sore tadi ia mendapat keterangan yang jelas. Selama ini Leland menganggap kalau Suri yang terkejut adalah lucu, tapi sekarang tidak lagi seperti itu. Suri menggeleng. “Aku ti–tidak tahu ka–kau masuk.”Suri bergegas mematikan layar ponselnya, menekan lebih lama agar sekalian ponsel itu mati kalau perlu.Melihat reaksi Leland yang sibuk meminta maaf, sepertinya Leland tidak melihat apapun. “Aku memang sengaja tidak membuat suara. Kebiasaan buruk kamu akan mengurangi setelah ini.” Leland sangat hobi memberi kejutan, tentu kebiasaan yang tidak cocok dengan keadaan Suri.“A–ku pikir kau ma–masih lama.” Suri merasa masih bisa bersantai karena mengira Martell akan menahan Leland lebih lama lagi.“Lebih cepat selesai akan lebih baik. Aku akan membuatnya mati lebi
Bukan hanya memilih untuk memutuskan hubungan dengan Quinn, kakeknya menyuruh tidak membuat Suri kelelahan, lalu mengancam seandainya ia menyakiti Suri. Ini sudah di luar kebiasaan. Leland tidak pernah melihat kakeknya begitu peduli pada siapapun—bahkan dirinya. Leland memaklumi hal itu karena memang hubungan mereka sedikit rumit, tapi kenapa mendadak kakeknya begitu peduli pada Suri?Wanita yang sama sekali asing—lebih asing dari dirinya. “Sir… mungkin lain kali.” Taylor kembali melakukan pengusiran halus. “CK!” Dengan membawa dongkol dalam hatinya, Leland keluar dari sana.“Sir… Anda terlalu jelas tadi.” Taylor meminta Martell untuk tidak terlalu menunjukkan perhatian.“Harus! Aku tidak mau anak bodoh itu membuatnya patah hati. Kau tahu berapa banyak wanita yang menjadi korban gombalannya!”Taylor mengangguk, menyimpan pendapatnya sendiri setelah mendengar nada Martell semakin keras. Ia tidak akan memperpanjang urusan saat ini karena bisa-bisa jantung Martell tidak akan berumur
“Apa kau punya kepuasan khusus saat berhasil melawan perintahku?” tanya Martell.Tidak ada sapaan, Martell langsung menegur begitu Leland muncul di kamarnya. Martell sudah pulang—saat yang lain berada di rumah Rowena. Saat ini duduk bersandar di ranjangnya, seperti yang biasa dilihat Leland—seolah kakeknya tidak pernah pergi, atau menghabiskan waktu hampir seminggu di rumah sakit.“Ya. Adrenalin rush yang muncul saat melawan perintah itu rasanya sangat menyenangkan, Grandad.” Leland menjawab tanpa merasa bersalah tentu karena memang sudah berniat untuk melanggar perintah saat menantang Lottie. Martell mendengus. “Aku masih ingat saat kau menjadi anak yang manis. Tapi kau memutuskan untuk menjadi menyebalkan seperti ini!”“Mungkin karena kau memutuskan untuk selalu mengancamku dengan warisan. Aku pun mulai sebal,” kata Leland, masih tenang.“Aku perlu mengancammu dengan warisan karena kau juga tidak pernah berniat untuk menjadi serius. Kau sudah berumur 30! Apalagi yang kau cari? Kau
“Karena Rowena mengalami banyak sekali keguguran sebelum mendapatkan Amy—adik Ashton. Dia tidak akan memaafkan orang yang telah menyebabkan bayi meninggal,” jelas Mae.“Oh… pantas saja.” Leland mendengus. “Aku sepertinya tidak perlu melakukan apapun. Ibu mertuamu akan bergerak sendiri tanpa diminta.”Leland langsung merasa tidak perlu mengurus tentang Lottie—karena sudah jelas Rowena tidak akan pernah memaafkannya. Lottie tidak akan punya kesempatan untuk kembali berbaur dengan kalangan atas di London—Rowena akan memastikannya.“Benar. Aku rasa dia akan sangat membenci Lottie dan Luna setelah ini.”Mae tampak tersenyum tapi sekaligus takut. Ia menyadari seberapa kuat pengaruh dari Rowena, dan masih bisa merasa takut, meski sudah berstatus sebagai menantu. “Dia mengerikan.” Ashton ikut bergumam, dengan raut wajah yang kurang lebih sama.“She is your mom.” (dia ibumu)Leland mengangkat alis melihat wajah enggan itu. Mae bisa dimengerti karena ia hanya menantu, tapi Ashton adalah anakn
“Kau psikolog atau semacamnya?” tanya Leland, lagi. Mae menyebut tanda samar dari perilaku Suri dengan sangat spesifik, seolah sangat tahu. “Not even close.” (mendekati pun tidak) Mae menggeleng. “Tapi aku bertemu dengan psikolog—mungkin lebih dari 60 kali, karena alasan yang sama seperti Suri.”Suri yang sejak beberapa menit lalu memandang teh yang ada di pangkuannya langsung berhenti dan mendongak.“Ibumu juga brengsek seperti Lottie?” Sebelum Suri bicara, Leland sudah menyahut.Mae menggeleng. “Bukan, tapi suamiku.”“Astaga!” Kaiden langsung menutup mulut sambil menatap Ashton, bahkan berdiri menjauh karena memang kebetulan saja posisi duduk mereka dekat.“Kau sekejam itu? Jangan katakan Rowena menutupi keburukanmu.” Leland ikut menatapnya, tapi sambil menyeringai.Leland tahu bukan Ashton pelakunya, karena tidak mungkin Mae masih ada di sampingnya kalau benar seperti itu—Mae tidak terlihat seperti wanita lemah yang akan diam dan tinggal saat mendapat penganiayaan. Leland hanya
“Ini. Maaf, aku mungkin berlebihan.” Mae menghidangkan teh setelah sampai di dalam.Suri tidak amat ingat jalannya, tapi yang jelas rumah Rowena hampir sama dengan York—tidak amat bermode kuno seperti rumah York, tapi tetap luas.Suri menggeleng, sementara menghirup tehnya dengan penuh syukur. Hangat dan aroma teh itu paling tidak membuat otaknya agak jernih. Setelah di bombardir oleh begitu banyak emosi dan kebingungan, Suri merasa baru bisa bernapas sekarang.“Aku juga—aku mungkin seharusnya mengatakan padamu tentang mereka. Ini berkembang sangat jauh. Aku berharap mereka mundur setelah konfrontasi pertama.” Leland ikut menyesal.Sudah sangat sadar kalau ia terlalu meremehkan keinginan Lottie tang ternyata begitu berminat menghancurkan Suri.“Aku sekarang semakin heran pada ibumu, ada apa dengannya?” Leland sampai melupakan teh yang ada di tangannya, sejak tadi hanya menggenggamnya saja tanpa berusaha meminum.Suri menggeleng karena memang tidak akan pernah tahu apa yang menyebabkan