Share

7. Guru Baru

Anisa dibuat terhenyak saat melihat Keysa masuk kedalam kamar. "Kamu...!" Anisa menarik tangannya.

Ssst ! Keysa menaruh jari telunjuk depan mulutnya. "Kamu tidak sholat ?"

Keysa tersenyum manis, ia kemudian menatap Anisa yang membeku di tempatnya, lalu mengedipkan sebelah matanya.

"Harap maklum, lagi halangan," Anisa menarik nafas panjang.

Anisa penasaran namun Keysa hanya tertawa tanpa suara. Dia segera melepaskan mukenanya dan menaruhnya di gantungan lemarinya. Untunglah keempat temannya tak ada disitu, rupanya sudah menuju ke ruang makan jadi tak sempat melihat Keysa. Kedua sahabat itu akhirnya segera keluar menuju ruang makan. Keempat teman kamarnya sempat melihat kedatangan mereka. Salah seorang menghampirinya.

"Kok baru keliatan, dari mana ?" tanya Nurlela yang sering disapa Lela, ia kelihatan kepo ingin tahu teman sekamarnya itu kemana saja.

"Tadi dia joging, gak ngajak-ngajak aku sih," Anisa yang memberikan alasan yang lumayan masuk akal.

Di pondok itu setiap waktu libur sebagian santri melakukan olahraga pagi, ada yang joging, ada yang berlari keliling lapangan. Tapi biasanya yang berlari keliling lapangan itu hanyalah Santri Putra. Santri putri tak bisa berlari takut auratnya tersingkap.

Keysa mengedipkan mata padanya. Beruntung juga punya sahabat, bisa dibayangkan jika Keysa tak punya teman, maka dia bisa sangat kerepotan di pesantren yang lumayan ketat ini.

Ketika mereka selesai makan siang, keduanya menuju kembali kekamarnya, Keysa dan Anisa sempat melewati kursi yang diduduki Diana. Masih terlihat bekas jahitan di dagunya, tanpa rasa bersalah Keysa menyapa Diana dan teman gengnya.

"Hai..duluan ya ?" Keysa melambaikan sebelah tangannya dengan senyum sumringah.

Bukan bermaksud meledek, Keysa memang benar-benar tulus menyapa Diana, dia ingin mengkhiri perseteruan diantara mereka. Di pondok pesantren itu mereka selalu diajarkan bagaimana menjalin hubungan persaudaraan antar sesama.

Diana mendengus, dia sangat kesal. Dia tahu Keysa sengaja mencekal kakinya sampai dia jatuh, berulang kali dia meyakinkan ayahnya namun seakan buta dan tuli, ayahnya hanya berkata jika itu kecelakaan. Diana dendam, dia sedang mencari cara untuk membalas perbuatan Keysa.

Membalas perbuatan yang sama, tapi dia tak punya nyali, Keysa memiliki bobot tubuh sekitar 63 Kg, dan tinggi 170 cm dibanding dirinya yang terhitung pendek pasti akan kalah. Lagian dia pernah melihat Keysa ikut bergabung dengan perguruan pencak silat di pesantren dengan beberapa teman lainnya. ih...Diana tak berani.

Jika di hitung-hitung Diana bisa kalah telak jika berduel, bukankah membalas perbuatan Keysa tidak harus melakukan hal yang sama ?

Keysa sempat menjadi pembicaraan para pengurus pondok pesantren. Semua orang tau bagaimana tingkah anak itu sebelum masuk pondok pesantren. Dia pernah disebut sebagai spesial pencuri barang-barang berharga. Gadis yang berlindung pada kekuasaan ayahnya, dimanjakan dengan materi namun pada akhirnya mencuri.

Spesial pencuri barang-barang berharga disematkan padanya, namun di pondok ini apa yang bisa dicuri ? TV, Kulkas ? Semua barang-barang itu bukanlah jenis barang mewah yang menjadi target pencurian.

"Aku melihat perkembangan gadis yang katanya badung itu lumayan bagus, kekhawatiran orang tuanya terlalu berlebihan kurasa," kata Ustad Ali.

"Iya benar, buktinya kita tidak pernah kehilangan, tapi kita perlu mengamatinya, kemarin aku sedikit sanksi dengan pernyataannya yang tidak sengaja menggaet kaki teman sekelasnya itu." ujar Ustazah Elma.

Obrolan mereka di dengar oleh Kepala Sekolah. Laki-laki paruh baya itu menatap mereka dengan satu tangan disakunya.

"Tugas kita membina anak-anak santri disini, jadi yang harus dipantau bukan satu siswa yang katanya sebelumnya bermasalah, bisa jadi siswa lainnya malah lebih bermasalah darinya."

Di pondok itu setiap saat selalu saja membahas perkembangan para santri, hal itu terus dilakukan bukan karena ingin bergosip tetapi lebih condong mencari solusi bagaimana membina santri yang kedapatan berbuat onar.

Guru-guru yang sempat membahas Keysa itupun terdiam. Mereka membenarkan ucapan Kepala Sekolah. Pembahasan seputar Keysa dikesampingkan sementara dan mulai fokus melihat perkembangan santri kelas dua dan tiga apalagi yang kelas tiga, karena sebentar lagi mereka akan lulus.

Kunjungan orang tua di bulan berikutnya, lagi-lagi bibi Hanah yang datang, tapi sedikit ada kemajuan karena ibunya sempat menitipkan uang 100 juta untuk Keysa. Keysa senang menerimanya karena dia akan menggunakan uang itu untuk keperluan panti asuhan. Keysa sama sekali tak memikirkan uang sekolahnya karena ayahnya telah membayar semuanya selama tiga tahun penuh. Keperluan sehari-hari Keysa cukup untuk sebulan, Bibi Hanah lah yang membawakan untuknya.

"Bi, kenapa Ayah dan Ibu tak ingin menjengukku ?" Tanya Keysa ketika keduanya duduk di bangku yang sudah disiapkan pihak pondok untuk orang tua santri.

Bibi Hanah menarik Nafas dalam. "Tuan dan Nyonya sangat sibuk akhir-akhir ini non, mereka sibuk cari uang demi masa depan non juga kan ?"

"Bi, atau jangan-jangan aku ini anak pungut ya ?"

Pertanyaan Keysa yang tiba-tiba membuat bibi Hanah terkejut. Dilihat sekilas dia nampak seperti anak pungut. "Ah, non ada-ada saja, bibi ini saksinya lho non, Adinda dan non Keysa itu anak kandung tuan dan nyonya"

Keysa terdiam, dia membuka tas yang dibawa bibi Hanah. Odol, sabun, bedak, shampo dan segala keperluan bulanannya sudah tersedia jadi tak perlu lagi belanja apapun.

Keysa mengangkat kepalanya, melihat pengasuhnya sejak kecil. Air mata mulai mengalir dari matanya, "Tapi kenapa mereka lebih perduli pada kak Dinda dibanding aku bi?"

Bibi Hanah menggenggam tangan Keysa, "Itu perasaan non saja, di rumah non Dinda kesepian juga kok, tuan dan nyonya bahkan jarang menanyakan dirinya."

Keysa sanksi dengan pernyataan Bibi Hanah lau berdiri menyembunyikan emosi dimatanya "Emang bibi tau ?"

"Taulah non, bibi kan gak kemana-mana, dirumah terus, kecuali ke pasar."

Benar juga apa yang disampaikan bibi Hanah padanya. Keysa akhirnya mengantarkan bibi Hanah ke depan pintu gerbang. Rupanya bibi Hanah datang bersama sopir di rumahnya. Keysa melambaikan tangan kepada keduanya dengan senyum manisnya.

Saat jam pelajaran akan dimulai terdengar bisik-bisik di antara teman-teman sekelas Keysa.

"Kita kedatangan guru baru jebolan Al-Azhar Kairo," raut wajah Linda teman kelasnya nampak berbinar.

"Menurut penuturan kakak kelas namanya ustad Andreas, kulitnya putih dan sangat tampan."

"Duh...aku pingin sekali melihatnya, semoga dia masuk di kelas kita."

Dan masih banyak lagi celotehan teman-teman kelas Keysa yang membuatnya mencibir. Baginya guru atau siapapun dia, walau gantengnya selangit tak akan menggoyahkan hatinya. Gadis badung ini tak sekalipun melirik atau sekedar mengagumi teman lelakinya. Malah dia bersyukur kelas mereka terpisah dengan santri putra, setidaknya mata jernihnya tak akan tergoda dan ternoda.

Kelas semakin riuh tatkala ustad yang menjadi buah bibir para santri putri ini mulai memasuki kelas 1 A. Kehebohan pun terjadi, seakan tak pernah melihat kaum adam mereka melongokkan kepalanya melalui jendela.

ihhhh....Keysa mencibir.

"Assalamu 'alaikum," terdengar salam dari Ustad baru itu yang langsung dijawab antusias santri putri serentak bagaikan koor vocal.

Keysa mengamati sesaat guru Aqidah Akhlak ini, tampan juga. Keysa tak bisa memungkiri hal itu, belum lagi suaranya yang terdengar merdu. Aha.....dia tercengang.

Santri putri dikelas 1 A berjumlah 22 orang, sebelum kedatangan guru baru ini kelas lumayan hebohnya, namun begitu guru tiba suasana hening seakan sedang mengheningkan cipta. Tanpa dikomando, satu persatu mulai mengeluarkan buku catatan. Diana terlihat senyum senyum simpul dan sesekali melirik Keysa. Rupanya dia sedang menyusun rencana untuk menjahili Keysa nanti.

"Saya absen dulu satu persatu," suara Ustad Andreas memecah kesunyian.

Keysa menyikut lengan Anisa yang nampak tak berkedip menatap guru tampan itu.

"Anisa."

"Hadir pak."

"Ayu."

"Hadir."

"Diana."

Satu persatu namanya di sebut.

"Namaku tak dipanggil pak," Keysa mengacungkan tangan.

Ustad Abdreas mendongak, "Oh ya, siapa namamu ?"

"Keysa Geraldy pak."

Hmmm...gadis ini yang sering dibicarakan di ruang guru. Ustad Andreas menatapnya sesaat lalu mulai melakukan pembelajaran.

"Siapa yang tau apa itu Aqidah, dan apa itu Akhlak "

Masing-masing mengacungkan tangan kecuali Keysa. Dia bersikap acuh tak acuh. Keysa tau teman-temannya pasti berusaha mencari perhatian sang guru, namun justru sikap Keysa yang seperti itu yang mengundang perhatian gurunya.

Keysa walau hanya memakai bedak bayi tapi kelihatan imut dan cantik, wajah yang tanpa riasan itu sangat indah dipandang. Itulah penilaian awal sang guru tampan untuk Keysa.

Merasa diamati Keysa balas menatap sang guru. "Apa maunya nih ustad," Keysa memanyunkan bibirnya. Ustad Andreas geleng-geleng kepala. Diana melihatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status