Jan lupa dukung karyaku dengan kasih gems sebanyak-banyaknya ^_^
Syams terbangun kala mendengar azan Subuh. Dia bergegas untuk pergi ke masjid. Namun, pergerakannya terhenti kala melihat tangan Starla memeluk tubuhnya. Semalam mereka sempat berdebat sebelum tidur hingga akhirnya memutuskan untuk damai dan tidur di kasur yang sama. “Oke, aku nggak akan tidur sama emak kamu, tetapi aku butuh guling. Aku nggak bisa tidur kalau nggak meluk guling.”“Dasar bocah! Maaf aku enggak punya guling.” Syams berkata jujur. Dia memang tidak memiliki guling di kamarnya. “Ya sudah, aku mau ke kamar Emak aja.”“Di sana juga nggak ada guling, Starla. Kami tidak memiliki guling, syukur masih bisa tidur di atas kasur. Banyak orang yang hanya tidur beralaskan tikar.”Sangking kesalnya, Syams menaikkan suaranya hingga membuat Starla menangis. Ah, rasanya dia ingin menjedotkan kepalanya di tembok. Entah berapa umur istrinya hingga terlihat kekanakan dan masih sangat cengeng.“Kamu boleh jadikan aku guling. Tapi jangan grepe-grepe. Hanya dipeluk, oke?”Starla mengangguk
“Jangan ngomong begitu, Mak. Setiap ucapan itu jadi doa. Memangnya emak nggak ingin anaknya sukses gitu?” Mendengar ucapan anaknya, Painem menjewer telinga Syams. “Tanpa kamu minta, emak selalu mendoakanmu, Syams.” “Ampun, Mak! Syams udah beristri. Jangan jewer telinga Syams terus. Malu dong kalau dilihat orang.” “Kamu juga ngeselin, Syams.” Mereka sudah sampai di pasar desa yang tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Di pasar itu memang pedagangnya tidak sebanyak di pasar pusat pada umumnya. Namun, berbagai kebutuhan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari sudah cukup lengkap di sana. Painem juga berjualan di pasar itu semenjak Syams masih kecil. Hanya dari situlah mata pencaharian mereka selama ini. “Nggak buka warung, Mak?” tanya Mita yang baru saja membuka tokonya. “Libur, Mbak Mita. Besan saya mau datang. Jadi mau beli daging sama sayuran.” “Sendiri, Mak?” tanya Mita. “Sama Syams. Dia kayaknya di warung.” Mendengar jawaban Painem, Mita hanya ber oh ria kemudian masuk ke k
Dada Syams naik turun. Rasanya dia sangat marah kepada Starla, tetapi dia yakin semua akan percuma karena Starla tidak peka. Syams kembali ke rumah setelah memberi makan semua peliharaannya dan memakamkan burung yang meninggal tadi. Untung saja murainya masih hidup. “Makanan sudah siap, Syams. Buruan bantu Emak siapin di meja. Habis ini kamu cepat mandi. Jangan sampai orang tua Starla mencium tai burung di bajumu!” Syams tetap membantu emaknya meski dengan diam seribu bahasa. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia enggan berbicara karena sedang berduka hingga kehadiran Starla membuatnya tercengang. “Mak, aku udah siap.” Starla memakai baju yang kemarin dibelikan Syams. Sebuah gamis dengan lengan tiga perempat membuat Starla terlihat begitu anggun. Meski wajahnya polos tanpa make up, Starla masih saja cantik bahkan mampu membuat Syams terpana. Suaminya itu memandang Starla tanpa berkedip hingga tepukan di
“Maksud Anda apa, Pak?”Syams tidak habis pikir dengan apa yang diperbuat oleh mertuanya. Dia mencoba menelaah dan memahami perkataan Antonio, tetapi dia belum yakin. “Saya tidak bisa menjelaskan semuanya kepadamu. Yang jelas tidak ada orang tua yang tega membuang anaknya. Kami sangat menyayangi Starla lebih dari apa pun. Namun, untuk saat ini biarkan dia membenci kami. Jadilah suami yang baik. Jangan manjakan dia, ajarkan dia kesabaran dan hidup sederhana. Saya akan memberikan pekerjaan untukmu. Besok datang ke kantor kecamatan. Temui Pak Umar, dia akan membantumu mendapatkan pekerjaan. Tinggal kamu bilang bidang apa yang kamu kuasai.” Syams hanya mengangguk meski banyak sekali pertanyaan yang ingin disampaikan kepada mertuanya, tetapi sepertinya papa Starla tidak akan menjawabnya. Pernyataannya sudah cukup jelas bagi Syams. “Terima kasih, Nak!” Antonio mengembuskan napas lega setelahnya. Mereka bertiga masuk membawa t
Starla akhirnya membuka pintu dan membantu Syams menyeret kopernya. Kamar Syams menjadi sempit karena koper Starla sangat besar. Mereka meletakkannya di atas kasur kemudian mulai memilah dan memilih baju yang akan dipakai Starla di sini. Dua koper berisikan pakaian Starla sedangkan satunya lagi barang pribadi Starla. Mereka membuka dua koper itu kemudian akan memilih baju yang pantas dikenakan Starla. Satu koper disisihkan untuk menyimpan baju Starla yang tidak terpakai. Starla memilih baju yang menurutnya bagus, tetapi semua pilihannya ditolak oleh Syams. “Jangan pakai pakaian terbuka di sini. Ini desa, Starla. Mungkin jika kamu mengenakannya di kota, hal itu terlihat wajar. Di sini kamu harus lebih sopan.”“Bajuku ini udah sopan, Syams. Ini ada lengannya. Panjangnya juga di bawah lutut.” Starla merebut beberapa baju yang hendak disimpan Syams dalam koper satunya. “Kenapa nggak sekalian aja kamu suruh aku pakai gamis?” Syam
“Raja?” Starla gelagapan mendapati Raja yang tiba-tiba menghampirinya. Setelah apa yang lelaki itu lakukan, berani-beraninya dia muncul di hadapan Starla. Rasanya Starla ingin mencakar wajah Raja supaya dia malu untuk sekadar bertemu orang. “Sayang, ngapain kamu di sini?” “Sayang? Cih!” Starla berdecak kesal. Dia beringsut mundur dan bersembunyi di belakang Syams.Di sebuah gazebo berukuran 2x2 meter itu, Starla dan Syams awalnya duduk bersebelahan. Kini Starla berlindung di belakang Syams. Dia takut jika Raja melakukan hal yang tidak-tidak. Masih terbayang jelas dalam ingatan Starla saat lelaki itu mencumbunya dalam keadaan setengah sadar ketika mabuk.“Siapa kamu?” tanya Syams yang menghadang Raja ketika hendak menyentuh Starla. Entah mengapa Syams merasa tidak rela ada lelaki yang memanggil istrinya dengan kata ‘sayang’. Starla sudah menjadi istrinya, hanya dia yang boleh memanggilnya ‘sayang’. Namun, lagi-lagi Syams menggeleng. Dia bukan suami yang sesungguhnya bagi gadis itu.
Raja menjadi hiburan bagi pengunjung yang ada di telaga cinta ini. Urat malunya putus karena sudah kalah adu jotos dengan Syams pun jatuh ke dalam pemandian kerbau. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Syams ingin tertawa, tetapi takut dosa. Raja tak henti-hentinya mengucap sumpah serapah kepada Syams. Bahkan berbagai jenis nama hewan di kebun binatang dia keluarkan semua dari mulut kotornya. Syams tidak habis pikir bagaimana bisa Starla pernah pacaran dengan orang lucknut seperti itu. Starla ikut menyusul suaminya. Dia menggandeng lengan Syams seolah menegaskan kepada Raja jika mereka memang sudah menikah. “Kita pergi, Syams. Aku semakin muak melihatnya.” “Tunggu!” Syams baru mengingat sesuatu. “Bukankah kamu sedang datang bulan?” tanya Syams kepada istrinya yang langsung dijawab dengan anggukan. Syams tersenyum menyeringai. “Kamu tahu Raja? Meskipun kamu sudah menebar benih di rahim istriku, aku yakin benihmu tidak berbuah. Sekarang Starla datang bulan. Kecebongmu pasti lemah karena
“Aku bahagia karena masih ada yang mau menerimaku apa adanya.”Syams tersenyum, tetapi tidak menanggapi lagi perkataan istrinya. Starla terlalu polos dan jujur. Mungkin karena istrinya masih muda dan belum mengenal dunia luar meski kelihatannya Starla sedikit liar. “Mundur dikit, deh. Perutku sakit, Starla!”“Kenapa, sih? Dipeluk istri sendiri, kok, heboh banget. Gimana mau malam pertama? Heran, deh!”“Ini mendesak, Starla! Cepet mundur. Aku udah nggak tahan.” Karena Starla tidak mengindahkan peringatan suaminya, Syams mengangkat sebelah pantatnya hingga keluar sebuah angin disertai bunyi yang nyaring. “Kampret! Kamu kentut, Syams?” tanya Starla sambil menutup hidungnya. Bau angin yang dikeluarkan suaminya sangat busuk.Syams hanya terkekeh meski berkali-kali Starla mencubit punggungnya. Lebih baik seperti itu daripada dipeluk, dia takut khilaf jika sampai rumah. Sedangkan yang ingin dijadikan pelampiasa