“Jadi, kamu tadi nggak salat Zuhur dan Asar?”
Dengan pola Starla menggeleng. “Aku Islam, kok. Kamu tenang aja walaupun hanya di KTP.”Jawaban Starla rasanya ingin membuat Syams pingsan. Bagaimana mungkin dia bisa menikahi gadis seperti itu?Starla dari kecil memang tidak pernah melaksanakan kewajibannya sebagai muslim. Apalagi kedua orang tuanya selalu sibuk. Dia menjadi anak yang sangat bandel sehingga papa dan mamanya lelah menghadapinya. Dia berbeda dengan sang kakak yang selalu taat beribadah. Kakanya lulusan pesantren, sedangkan dia baru sehari di pesantren sudah kabur.Orang tuanya sudah sampai frustrasi memiliki anak sepertinya. Hal terakhir yang membuat orang tuanya sangat murka yaitu ketika dia kabur bersama pacarnya saat hendak dijodohkan.“Sekarang kamu ambil wudu, aku akan ajarin kamu salat.”“Aku nggak mau!”“Aku akan memaksa. Kamu sudah menjadi tanggung jawabku. Kamu mau aku tinggal di neraka?”“Jahat banget sama istrinya. Aku bilangin sama emak, nih!”Starla sudah memasang wajah melas. Syams tidak berani memaksa gadis itu karena dia tidak tega melihat Starla menangis. “Oke, aku tidak akan memaksamu, tetapi kamu harus berubah pelan-pelan. Aku ke masjid dulu sama emak.”“Jangan lama-lama. Aku takut sendirian di rumah.”Syams mengabaikan Starla. Dia yakin di rumahnya aman. Tidak akan ada orang jahat yang datang ke rumahnya. Dia sangat miskin, pencuri akan berpikir seratus kali untuk maling di rumahnya.Akhirnya Syams salat di masjid. Dia tidak lekas pulang setelah salat, tetapi menunggu waktu salat Isya sekalian. Malam ini adalah malam yang paling mendebarkan baginya. Bayangan Starla memakai baju tipis itu masih terbayang di otaknya. Baru membayangkannya saja sudah membuatnya berdebar.Setelah mengucapkan salam, Syams masuk ke rumahnya. Painem sedang menonton sinetron favoritnya, Ikatan Cinta. Sesekali emaknya Syams itu mengomeli tokoh yang ada di televisi. Padahal sinetron itu sudah sangat bisa ditebak alurnya, tetapi masih saja banyak yang suka menonton.“Baru pulang, Syams?” tanya Painem. Pasalnya ini sudah jam sembilan malam, tetapi Syams baru pulang.“Iya, Mak. Sekalian nunggu Isya.”“Nunggu Isya apa ketiduran di masjid?”“Nunggu Isya sampai ketiduran di masjid, Mak.” Syams terkekeh karena Painem bisa menebaknya. Dia melepaskan pecinya kemudian duduk di samping emaknya. “Mak, Syams kok takut masuk kamar, ya? Boleh tidur di kamar emak?”“Lagi berantem sama Starla?”Syams menggeleng. “Enggak, Mak. Syams takut kehilangan sesuatu yang selama ini kujaga.”Painem memutar bola matanya malas. “Bukannya kamu sudah nggak melakukannya sejak tadi pagi?”“Sumpah demi apa pun, Mak. Syams dijebak. Syams tidak melakukannya.”Syams bersikeras menjelaskan kepada emaknya tentang kejadian tadi pagi, tetapi Painem sulit mempercayainya. Semua bukti mengarah kepada anaknya dan mereka juga sudah dinikahkan. Painem cukup lega karena tidak perlu melamar anak orang. Apalagi keadaan ekonominya sedang tidak baik-baik.BBM naik hingga membuat semua bahan makanan serta sembako menjadi naik. Painem yang berjualan makanan matang pun terpaksa harus menaikkan harga jika ingin memiliki keuntungan, tetapi jika memang tidak memungkinkan, dia bisa gulung tikar.“Sudah sana tidur. Udah jam sembilan malam. Jangan lupa kalau mau bikin anak berdoa dulu!” perintah Painem kemudian mematikan televisi.Syams tidak lekas masuk ke kamar. Dia menemui binatang peliharaannya kemudian menyalakan musik untuk terapi burung-burungnya. Dia juga memastikan air dan pakan cukup, meski di malam hari burung tidak makan. Setelah dirasa semuanya aman, Syams lekas mengunci pintu rumah karena emaknya sudah tidak ada.Syams berjalan mondar-mandir sambil menghitung jumlah kancingnya. “Masuk, tidak, masuk, tidak, masuk, tidak.”‘Alhamdulillah tidak masuk. Eh, tapi di dalam Starla gimana?’ batin Syams. Dia memilih tidur di sofa dan menghidupkan televisi, tetapi dia tidak fokus melihat apalagi mendengarkan apa yang dia tonton. Bayangan Starla ketika hanya memakai handuk selalu membayangi Syams. Dia rasanya ingin menghindar, tetapi batinnya meronta-ronta.Akhirnya Syams masuk ke kamar. Dilihatnya Starla yang sudah tertidur pulas tanpa mengenakan selimut. Dia kesal dengan wanita itu, tetapi entah mengapa dia juga tidak bisa menolak pesonanya. Dia yang menjadi korban dan harus bertanggung jawab atas apa yang tidak dilakukannya.Syams melepas baju kokonya dan berganti kaos oblong. Dia juga melepaskan sarungnya hingga tersisa celana kolor. Dia menyelimuti tubuh Starla yang terekspos sebelum akhirnya ikut merebahkan diri di samping Starla. “Ya Allah, dia halal bagiku, tetapi aku tidak punya cukup keberanian untuk menyentuhnya.”Perlahan Syams menarik selimut kemudian mulai memejamkan mata. Namun, setelah melihat gadis cantik di sampingnya, Syams malah tidak bisa tidur. Starla terlihat begitu polos. Entah apa yang membuatnya bisa diasingkan keluarganya. Tangan Syams terulur hendak menyentuh bibir Starla yang berwarna merah muda, tetapi tiba-tiba Starla bangun dan menjerit.“Ngapain kamu di sini?” tanya Starla sambil menarik selimutnya.“Ngapain kamu di sini?” tanya Starla sambil menarik selimutnya. “Aku ini suami kamu. Baru tadi pagi kita menikah. Apakah kamu lupa?” tanya Syams. Starla duduk dan menarik selimut supaya menutupi tubuhnya. Dia masih memakai daster milik Painem. “Jangan mendekat. Aku nggak bisa layanin kamu malam ini.” “Eh!” Syams terkejut mendengar perkataan Starla. Dia tidak berniat meminta jatah sebenarnya, tetapi sepertinya istrinya menganggap Syams adalah lelaki yang menginginkannya. Muncullah ide jahil dalam otak Syams. “Bukankah tadi siang kamu yang nantangin? Aku tagih malam ini.” Syams mengucapkannya sambil menahan tawa. Terlihat sekali ketakutan di wajah Starla. Namun, hal itu malah membuat Syams semakin ingin menggoda istrinya. Dia yang awalnya ketakutan, kini malah berbalik. Segalak-galaknya Starla, pasti mempunyai sisi lemah dan lembut. Pada dasarnya wanita itu makhluk yang paling rapuh karena dia diciptakan dari tulang rusuk, bukan tulang punggung. “Tadi siang aku bercanda, Syams. Ema
Syams terbangun kala mendengar azan Subuh. Dia bergegas untuk pergi ke masjid. Namun, pergerakannya terhenti kala melihat tangan Starla memeluk tubuhnya. Semalam mereka sempat berdebat sebelum tidur hingga akhirnya memutuskan untuk damai dan tidur di kasur yang sama. “Oke, aku nggak akan tidur sama emak kamu, tetapi aku butuh guling. Aku nggak bisa tidur kalau nggak meluk guling.”“Dasar bocah! Maaf aku enggak punya guling.” Syams berkata jujur. Dia memang tidak memiliki guling di kamarnya. “Ya sudah, aku mau ke kamar Emak aja.”“Di sana juga nggak ada guling, Starla. Kami tidak memiliki guling, syukur masih bisa tidur di atas kasur. Banyak orang yang hanya tidur beralaskan tikar.”Sangking kesalnya, Syams menaikkan suaranya hingga membuat Starla menangis. Ah, rasanya dia ingin menjedotkan kepalanya di tembok. Entah berapa umur istrinya hingga terlihat kekanakan dan masih sangat cengeng.“Kamu boleh jadikan aku guling. Tapi jangan grepe-grepe. Hanya dipeluk, oke?”Starla mengangguk
“Jangan ngomong begitu, Mak. Setiap ucapan itu jadi doa. Memangnya emak nggak ingin anaknya sukses gitu?” Mendengar ucapan anaknya, Painem menjewer telinga Syams. “Tanpa kamu minta, emak selalu mendoakanmu, Syams.” “Ampun, Mak! Syams udah beristri. Jangan jewer telinga Syams terus. Malu dong kalau dilihat orang.” “Kamu juga ngeselin, Syams.” Mereka sudah sampai di pasar desa yang tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Di pasar itu memang pedagangnya tidak sebanyak di pasar pusat pada umumnya. Namun, berbagai kebutuhan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari sudah cukup lengkap di sana. Painem juga berjualan di pasar itu semenjak Syams masih kecil. Hanya dari situlah mata pencaharian mereka selama ini. “Nggak buka warung, Mak?” tanya Mita yang baru saja membuka tokonya. “Libur, Mbak Mita. Besan saya mau datang. Jadi mau beli daging sama sayuran.” “Sendiri, Mak?” tanya Mita. “Sama Syams. Dia kayaknya di warung.” Mendengar jawaban Painem, Mita hanya ber oh ria kemudian masuk ke k
Dada Syams naik turun. Rasanya dia sangat marah kepada Starla, tetapi dia yakin semua akan percuma karena Starla tidak peka. Syams kembali ke rumah setelah memberi makan semua peliharaannya dan memakamkan burung yang meninggal tadi. Untung saja murainya masih hidup. “Makanan sudah siap, Syams. Buruan bantu Emak siapin di meja. Habis ini kamu cepat mandi. Jangan sampai orang tua Starla mencium tai burung di bajumu!” Syams tetap membantu emaknya meski dengan diam seribu bahasa. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia enggan berbicara karena sedang berduka hingga kehadiran Starla membuatnya tercengang. “Mak, aku udah siap.” Starla memakai baju yang kemarin dibelikan Syams. Sebuah gamis dengan lengan tiga perempat membuat Starla terlihat begitu anggun. Meski wajahnya polos tanpa make up, Starla masih saja cantik bahkan mampu membuat Syams terpana. Suaminya itu memandang Starla tanpa berkedip hingga tepukan di
“Maksud Anda apa, Pak?”Syams tidak habis pikir dengan apa yang diperbuat oleh mertuanya. Dia mencoba menelaah dan memahami perkataan Antonio, tetapi dia belum yakin. “Saya tidak bisa menjelaskan semuanya kepadamu. Yang jelas tidak ada orang tua yang tega membuang anaknya. Kami sangat menyayangi Starla lebih dari apa pun. Namun, untuk saat ini biarkan dia membenci kami. Jadilah suami yang baik. Jangan manjakan dia, ajarkan dia kesabaran dan hidup sederhana. Saya akan memberikan pekerjaan untukmu. Besok datang ke kantor kecamatan. Temui Pak Umar, dia akan membantumu mendapatkan pekerjaan. Tinggal kamu bilang bidang apa yang kamu kuasai.” Syams hanya mengangguk meski banyak sekali pertanyaan yang ingin disampaikan kepada mertuanya, tetapi sepertinya papa Starla tidak akan menjawabnya. Pernyataannya sudah cukup jelas bagi Syams. “Terima kasih, Nak!” Antonio mengembuskan napas lega setelahnya. Mereka bertiga masuk membawa t
Starla akhirnya membuka pintu dan membantu Syams menyeret kopernya. Kamar Syams menjadi sempit karena koper Starla sangat besar. Mereka meletakkannya di atas kasur kemudian mulai memilah dan memilih baju yang akan dipakai Starla di sini. Dua koper berisikan pakaian Starla sedangkan satunya lagi barang pribadi Starla. Mereka membuka dua koper itu kemudian akan memilih baju yang pantas dikenakan Starla. Satu koper disisihkan untuk menyimpan baju Starla yang tidak terpakai. Starla memilih baju yang menurutnya bagus, tetapi semua pilihannya ditolak oleh Syams. “Jangan pakai pakaian terbuka di sini. Ini desa, Starla. Mungkin jika kamu mengenakannya di kota, hal itu terlihat wajar. Di sini kamu harus lebih sopan.”“Bajuku ini udah sopan, Syams. Ini ada lengannya. Panjangnya juga di bawah lutut.” Starla merebut beberapa baju yang hendak disimpan Syams dalam koper satunya. “Kenapa nggak sekalian aja kamu suruh aku pakai gamis?” Syam
“Raja?” Starla gelagapan mendapati Raja yang tiba-tiba menghampirinya. Setelah apa yang lelaki itu lakukan, berani-beraninya dia muncul di hadapan Starla. Rasanya Starla ingin mencakar wajah Raja supaya dia malu untuk sekadar bertemu orang. “Sayang, ngapain kamu di sini?” “Sayang? Cih!” Starla berdecak kesal. Dia beringsut mundur dan bersembunyi di belakang Syams.Di sebuah gazebo berukuran 2x2 meter itu, Starla dan Syams awalnya duduk bersebelahan. Kini Starla berlindung di belakang Syams. Dia takut jika Raja melakukan hal yang tidak-tidak. Masih terbayang jelas dalam ingatan Starla saat lelaki itu mencumbunya dalam keadaan setengah sadar ketika mabuk.“Siapa kamu?” tanya Syams yang menghadang Raja ketika hendak menyentuh Starla. Entah mengapa Syams merasa tidak rela ada lelaki yang memanggil istrinya dengan kata ‘sayang’. Starla sudah menjadi istrinya, hanya dia yang boleh memanggilnya ‘sayang’. Namun, lagi-lagi Syams menggeleng. Dia bukan suami yang sesungguhnya bagi gadis itu.
Raja menjadi hiburan bagi pengunjung yang ada di telaga cinta ini. Urat malunya putus karena sudah kalah adu jotos dengan Syams pun jatuh ke dalam pemandian kerbau. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Syams ingin tertawa, tetapi takut dosa. Raja tak henti-hentinya mengucap sumpah serapah kepada Syams. Bahkan berbagai jenis nama hewan di kebun binatang dia keluarkan semua dari mulut kotornya. Syams tidak habis pikir bagaimana bisa Starla pernah pacaran dengan orang lucknut seperti itu. Starla ikut menyusul suaminya. Dia menggandeng lengan Syams seolah menegaskan kepada Raja jika mereka memang sudah menikah. “Kita pergi, Syams. Aku semakin muak melihatnya.” “Tunggu!” Syams baru mengingat sesuatu. “Bukankah kamu sedang datang bulan?” tanya Syams kepada istrinya yang langsung dijawab dengan anggukan. Syams tersenyum menyeringai. “Kamu tahu Raja? Meskipun kamu sudah menebar benih di rahim istriku, aku yakin benihmu tidak berbuah. Sekarang Starla datang bulan. Kecebongmu pasti lemah karena