Setelah Natan pergi dari rumahnya, Zea yang tadinya masih berpura-pura terlihat baik-baik saja langsung mengubah raut wajahnya menjadi dingin.
Zea menatap Abraham—ayah kandungnya yang ternyata punya hutang banyak tanpa Zea ketahui selama ini. “Dua ratus juta?” Zea tertawa sumbang dengan kedua tangan terlipat di dada. Zea terus saja tertawa meskipun matanya sudah berkaca-kaca menahan air matanya agar tidak tumpah di hadapan laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu. Abraham menatap nanar tawa sang anak yang terlihat begitu sangat menyakitkan, Zea terlihat seperti orang yang hampir hilang akal karena masalah besar yang menimpa keluarga mereka. “Zea—” “Apa, Pa? Apa?” Zea menjawab begitu tidak santainya Zea juga tanpa sadar telah meninggikan nada suaranya pada Abraham. “Papa bisa jelasin untuk apa uang dua ratus juta itu?” Zea menuntut penjelasan dari Abraham tentang hutang dua ratus juta tersebut. Zea harus tau ke mana perginya uang dua ratus juta itu karena sekarang, Zea lah yang harus menjadi jaminan pelunas hutang dua ratus juta tersebut agar sang ayah tidak di penjara. “Tapi kamu tidak harus tau untuk apa uang itu, Zea. Kamu bisa semakin terluka kalau tau semuanya.” Abraham tidak ingin Zea semakin mengorbankan diri kalau seandainya ia memberi tau Zea untuk apa ia meminjam uang sebanyak itu dari perusahaan. Tangan Zea terkepal kuat mendengar jawaban sang ayah. “Zea harus tau, Pa,” desis Zea tidak ingin di bantah. “Tapi kamu—” “ZEA HARUS TAU KARENA SEKARANG MASA DEPAN ZEA YANG JADI TARUHANNYA, PA.” Zea berteriak sangat kencang membuat Abraham terlonjak kaget, ini baru pertama kalinya Zea berteriak padanya. “Astaga, Zea. Berani sekali kamu meneriaki papa kamu? Jaga batasan kamu, Zea.” Monic yang tidak ingin Zea menjadi anak yang suka melawan orang tua pun langsung angkat bicara. “Tante nggak usah ikut campur!” Zea membalikkan tubuhnya sambil menatap tajam Monic yang ia panggil dengan sebutan tente. “Mama nggak akan ikut campur kalau kamu nggak bentak papa kamu, Zea.” Zea tersenyum sinis. ‘Siapa juga yang mau manggil dia mama?’ Zea tidak berminat memanggil ibu tirinya itu dengan sebutan mama. Bagi Zea, orang yang berhak ia panggil mama hanyalah ibu kandungnya yang sudah meninggal. “Bukannya saya wajib tau uang dua ratus juta itu untuk apa? Di sini masa depan saya yang dipertaruhkan, dan ini juga urusan saya dengan papa saya. Jadi tolong Tante nggak usah ikut campur!” Zea menekankan kata tante agar ibu tirinya itu sadar diri. Sampai kapanpun, Zea tidak akan memanggil ibu tirinya itu Mama kecuali pintu hatinya sudah terbuka untuk menerima kalau saat ini dia sudah punya keluarga baru. “Sebelumnya Papa sudah bilang kalau kamu tidak mau menikah dengan Tuan Zibrano, tidak apa-apa, Zea. Papa tidak masalah walaupun harus di penjara asalkan kamu tidak perlu berkorban demi melunasi hutang papa.” Abraham paham betul seperti apa perasaan Zea, Maka dari itulah Abraham tidak ingin memaksakan kehendaknya pada Zea. Ia rela meskipun harus menghabiskan masa tuanya di penjara asalkan Zea tidak mengorbankan perasaan dan masa depan demi melihat dirinya tetap bebas. Menikah dengan seseorang yang tidak kita cintai di usia yang masih begitu muda, apakah Zea bisa bahagia dengan pernikahan seperti itu? “Anak mana yang tega melihat orang tua satu-satunya yang dia miliki harus mendekam di penjara?” Pertanyaan Zea sukses membuat Abraham merasa tertohok. “Maafin Papa, Zea!” Abraham menundukkan kepalanya karena merasa gagal menepati janjinya pada mendiang ibu-nya Zea. Nyatanya sekarang dialah yang menjadi penyebab hancurnya kebahagiaan Zea, putri kecilnya itu justru harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia cintai karena Abraham gagal membayar hutang-hutangnya pada perusahaan. Salah Abraham juga, kenapa tidak sejak dulu dia menyicil untuk membayar hutang-hutangnya? Kalau saja Abraham waspada sejak awal, maka sekarang Zea tidak akan terlibat dalam masalah hutangnya. “Papa nggak perlu minta maaf, yang Zea butuhin dari Papa saat ini cuma satu. Jawab pertanyaan Zea, Pa! Untuk apa Papa meminjam uang sebanyak itu dari perusahaan?” Zea kembali mempertanyakan hal yang sama. Zea tidak akan berhenti bertanya selama ia belum mendapatkan penjelasan dari sang ayah. “Tapi papa tidak ingin kamu tau tentang hal itu, Zea.” Abraham kekeh tidak ingin memberitahu Zea. “Kenapa nggak boleh, Pa? Apa karena uang itu Papa pake buat nyenengin istri sama anak Papa ini?” Ekor mata Zea melirik Monic dan Maizura. Sejak awal Zea sudah sangat curiga bahwa uang dua ratus juta itu diberikan papa-nya pada ibu tiri dan adiknya itu. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk mereka, ya ‘kan? “Jaga bicara kamu, Zea! Uang itu bukan untuk mereka, hutang Papa sudah ada jauh sebelum Papa menikahi Mama Monic,” sahut Abraham dengan tegas. Abraham tidak ingin hubungan istri dan anaknya itu semakin tidak sehat karena adanya kesalahpahaman yang dihasilkan oleh perkara uang dua ratus juta ini. “Kalau bukan buat mereka mereka terus buat apa, Pa? Rumah gini-gini aja dari dulu, mobil juga punya satu itupun hasil uang tabungan Papa. Tadi juga istri Papa itu bilangnya hutang kita pas di depan bos Papa tadi.” Aretha tidak menyerah untuk menuntut kejelasan, Aretha mengingat semua percakapan antara papa dan ibu tirinya itu saat di depan Natan tadi. “Kamu ingin tau uang dua ratus juta itu untuk apa?” tanya Monic dengan mata memerah. Monic sangat emosi karena mendengar Zea menuduh dirinya dan maizura yang menghabiskan uang dua ratus juta yang dipinjam oleh Abraham. Monic jelas tidak terima dengan tuduhan Zea tersebut. Jangankan untuk menghabiskan uang dua ratus juta itu, melihatnya saja Monic tidak pernah. “Oh, jelas saya ingin tau.” Zea menatap Monic dengan mata merah itu. Entah mata Zea memerah karena menahan tangis atau amarah, yang jelas saat ini Zea sangat hancur dan berada di titik terendah dalam hidupnya. “Jangan, Monic!” Abraham menggelengkan kepalanya untuk melarang sang istri memberitahu Zea yang sebenarnya. “Tapi aku nggak rela dituduh seperti itu, Mas. Aku bahkan nggak pernah melihat uang dua ratus juta itu, jadi Zea harus tau untuk apa dulu kamu meminjam uang dua ratus juta itu,” bantahnya. Monic ikut tersulut emosi karena secara tak langsung Zea menuduh dirinya ini adalah wanita matre yang menikahi Abraham hanya demi uang. “Yaudah kalau nggak rela saya tuduh, makanya kasih tau saya yang sebenarnya,” balas Zea tak kalah ngegas. “Uang itu habis untuk biaya pengobatan mendiang ibu kamu.” Deg“A-air!”Deg!Zea menghentikan tangisnya mendengar suara yang tak asing di telinganya.Zea mengangkat kepala dan mengakibatkan menatap mata Natan yang mulai bergerak.“Mas! Kamu denger aku?” Zea berdiri dan memegang bahu Natan.“Ha-haus, aku butuh air.”Mata Natan mulai terbuka sempurna, suaranya terdengar sangat serak dan lirih.Zea menangis haru, Zea memencet tombol yang langsung terhubung pada Dokter yang selama ini menangani Natan.“Bentar ya, Mas. Sabar dulu, kita tunggu Dokter.” Zea mengusap punggung tangan Natan.Tangan Zea bergetar merasa terkejut dan sangat bahagia karena Natan akhirnya sadar juga.Natan tidak memberikan jawaban apa-apa, dia terlihat masih linglung.Akas dan Alea yang sejak tadi memang sudah berada di ruangan ICU dibuat terkejut melihat dokter dan dia orang suster berlari ke dalam ruangan yang sedang mereka jaga.“A-ada apa ini?” Alea terbata.
“Mana keluarga pasien atas nama Zea Veronica Zibrano?”Abraham langsung berdiri. “Saya ayah, Dok.”“Suaminya ke mana? Kami butuh berbicara dengan suaminya.” Dokter itu malah menanyakan Natan.“Suami putri saya dengan sakit, Dok. Dia koma dan tidak bisa datang ke sini, jadi saya yang akan menjadi wali putri saya.” Abraham menjawab dengan tegas.Dokter kandungan itu mengangguk, tadi sempat terjadi kehebohan karena Zea jatuh pingsan. Tidak hanya itu, Zea juga mengalami pendarahan hebat yang membaut semua orang cemas bukan main.“Karena darahnya masih terus keluar tapi pasien belum juga sadarkan diri, maka kami menyarankan untuk melakukan operasi Caesar. Detak jantung bayinya sudah melemah, sebaiknya bayinya segera dikeluarkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.Deg!Tubuh Abraham langsung melemas mendengar itu.Cobaan apalagi yang sudah Tuhan persiapan untuk Zea, pikirnya.“Lakukan apapun asalkan
Malam ini Nathan benar-benar menepati janjinya untuk membawa sang istri jalan-jalan di sekitar kompleks Mansion mereka.Sampai tiba di taman Mansion yang sudah disulap menjadi begitu indah oleh Natan sebelumnya, data mengajak Zea untuk duduk berdua di sana."Gimana? Kamu suka kejutan dari aku?" tanya Natan kepada Zea yang sejak tadi tidak banyak bersuara karena terlalu terpesona dengan keindahan kelap-kelip lampu di taman belakang mansion mereka."Suka banget, Mas. Ini wow banget, kenapa bisa Mas kepikiran sulap taman belakang jadi sebagus ini?" Zea bertanya sambil tak bosan-bosannya untuk memperhatikan keadaan sekitar."Itu tidak penting, Baby. Yang terpenting bagi aku itu kamu sudah suka dengan kejutan yang aku buat," bisik Natan.Nathan menatap lekat mata indah yang membuatnya tertarik pada Zea pada pandangan pertama."Kamu cantik sekali malam ini, bahkan bunga-bunga di sana kalah cantiknya sama kamu." Natan merasa tidak bosan
Semakin lama penyakit yang Natan derita semakin parah, Natan sudah melakukan berbagai pengobatan selama empat bulan ini meskipun masih ia rahasiakan dari Zea.“Saran saya segera beritahu keluarga Anda, Tuan. Ini bukanlah sesuatu yang wajar untuk dirahasiakan lagi, kita tidak tau sampai kapan Anda bisa bertahan dari penyakit ini.” Dokter Johan yang merawat Natan selama ini memberi saran terbaik untuk Natan.“Justru itu yang saya takutkan, Dok. Saya tidak ingin istri saya yang sebentar lagi akan melahirkan malah harus stress memikirkan saya.” Natan bimbang sekarang.Dokter Johan juga tampak diam. “Atau beritahu saja Tuan Pradipta dan juga keluarga angkat Anda.” Dokter benar-benar menyarankan agar penyakit Natan diketahui oleh keluarga terdekatnya.“Saya akan pikirkan itu nanti, jadi kapan proses pengobatan saya yang selanjutnya?” tanya Natan setelah diam agak lama.“Dua Minggu lagi dari sekarang, ini sangat beresiko. Kemungkinannya hanya ada dua, selamat atau—”“Cukup, saya tidak ingin
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Anes sudah tampil cantik dengan gaun pengantin berwarna Navy pilihannya.Pada akhirnya, akad nikah lah yang menjadi akhir dari kata-kata Darren yang selalu mengatakan tidak menyukai gadis kecil yang merepotkan.“Selamat, Nes. Sekarang lo udah jadi istri orang, kurangin dikit bego lo kalau bisa. Takutnya Kak Darren bisa mati muda gara-gara kelak lo,” ucap Alea.“Nggak usah ngatain gue sekarang, Lea. Gue nggak akan berubah semudah itu, ya kali sifat yang udah tumbuh dari lama bisa gue ubah gitu aja.” Anes mengerucutkan bibirnya.Anes merasa Alea seperti meledek dirinya.“Jangan ribut sekarang, waktunya kita foto-foto.” Zea menengahi perdebatan kedua sahabatnya.“Mas, sini!” Dengan senyum lebarnya, Zea memanggil Nathan untuk mendekat ke tempat pengantin.Begitu pula dengan Alea, dia ikut memanggil Akas untuk berfoto bersama dengan mereka.Sekarang mereka bertiga sudah bukan
Sesuai dengan permintaan Zea, Akas benar-benar menepati janji untuk bertanggung jawab.Dengan berani, Akas membawa kedua orang tuanya ke rumah Alea dan mengakui kesalahannya pada kedua orang tua Alea.Awalnya tentu saja Surya dan Reni marah, tapi memikirkan Deva yang sedang berbadan dua, akhirnya mereka setuju untuk menikahkan Akas dengan Alea.Dan saat ini, Akas dan Alea sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Baru saja Akas melantunkan ijab kabul di depan penghulu dan para saksi pernikahannya.“Jangan nangis lagi, sekarang lo juga udah jadi istri orang. Gue nggak nyangka bentar lagi kita bakal jadi ibu bareng-bareng.” Zea memeluk Alea yang tidak berhenti menangis sejak tadi.“Lo nggak marah sama gue?”“Enggak, Lea. Gue udah punya Mas Natan, Akas udah nggak ada lagi di hati gue.” Zea tersenyum tanpa beban agar Alea tidak terus kepikiran.“Gue nggak dipeluk?” Anes mengerucutkan bibirnya.Gadis polos itu muncul