“Keputusan bijak, Cantik.”
Mati-matian Zea menahan air matanya yang ingin menetes saat ini saking sesaknya perasaan Zea sekarang. ‘Akas, maafin gue!’ lirih Zea dalam hati. Zea jadi memikirkan nasib Akas kalau seandainya dia memang harus menikah dengan Natan. Zea sangat mencintai Akas tapi Zea juga jauh lebih menyayangi papa-nya. Tentu saja Zea akan jauh lebih memilih melindungi sang ayah daripada memilih menyelamatkan hubungannya dengan Akas. “Saya mau kita menikah malam ini juga!” Zea tersadar dari lamunannya dan ternganga dengan mata membulat sempurna. “OM GILA! OM KIRA NIKAH ITU MIE INSTAN YANG KALAU DISEDUH LANGSUNG JADI?” Zea berteriak mengeluarkan suara oktaf-nya membuat Natan spontan menjauhkan telinganya dari Zea. “Kamu ini kecil-kecil tapi kok suaranya kayak toa rusak,” hinanya dengan ketus, “anggap saja pernikahan ini pernikahan jalur instan, selesai ‘kan? Pokoknya saya mau menikah malam ini juga t-i-t-i-k.” dia menekankan kata titik “Tapi ‘kan---“ “Menikah dengan saya malam ini juga atau papa kamu saya jebloskan ke penjara?” ancamnya membuat Zea langsung menoleh pada sang ayah. “Nggak ada pilihan lain selain itu, Om?” Zea memasang tampang memelas agar pria yang bernama Jonathan itu iba. “Yes or yes?” Zea hanya bisa mengepalkan tangannya sambil tersenyum paksa pada Natan. “Itu mah namanya bukan pilihan, tapi pemaksaan. Dasar om-om pedofil!” Zea mengatupkan gigi-giginya dan bergumam lirih. “Kamu bilang apa?” Mata Natan memicing curiga menatap Zea. Zea menggeleng cepat. “Enggak, saya cuma bilang Om tinggi banget.” Zea menjawab dengan asal sambil memperhatikan dirinya yang hanya setinggi dada Natan. Natan memilih tak peduli meskipun sejujurnya ia tau bahwa Zea tengah berbohong padanya. “Saya pergi dulu, kamu tidak boleh lari dari pernikahan ini atau papa kamu akan di penjara.” Natan berdiri sambil merapikan jas yang ia pakai. “Oh ya satu lagi, jangan pernah panggil saya om lagi karena saya tidak pernah menikah dengan tante kamu.” Natan sangat tidak suka dipanggil dengan sebutan itu oleh Zea. Enak saja dirinya yang masih bujangan, tampan, dan imut-imut ini malah dipanggil om oleh calon istrinya sendiri. Ingin rasanya Natan berteriak sekencang-kencangnya sambil berkata “UMUR SAYA MASIH DUA PULUH LIMA TAHUN WOI!” “Suka-suka saya dong mau manggil apa aja, Om.” Zea semakin menjadi dan membantah ucapan Natan tanpa ada takut-takutnya. Yang ada Zea malah menekankan panggilan om untuk Natan dengan sengaja karena misi Zea mulai sekarang adalah melakukan hal-hal yang tidak disukai Natan agar Natan membencinya dan klau membatalkan pernikahan dengannya. “Zea tolong jaga sikap pada Tuan Zibrano, Nak!” Abraham memperingati Zea dengan wajah kaku. Abraham tidak ingin putrinya itu semakin dalam masalah karena telah berani membantah Natan. Abraham tau betul bahwa Natan itu sangat tidak suka dibantah oleh siapa saja apalagi barusan Zea terkesan seperti meledek dan memperolok Natan. “Sudahlah, dia masih kecil dan biarkan dia melakukan apa saja yang dia mau,” ujar Natan sambil tersenyum tipis. Sanga---t tipis, tapi senyum itu tak sengaja tertangkap oleh indra penglihatan Abraham sehingga Abraham dibuat terheran-heran. Ini benar-benar pertama kalinya Abraham melihat Natan tersenyum tulus walaupun begitu tipis. Selma ini Abraham hanya pernah melihat Natan menyeringai atau tersenyum miring saja. “Saya akan pulang dulu bersiap-siap untuk pernikahan kita malam ini, girl.” Natan mengangkat tangannya lalu mengacak rambut Zea dengan gerakan impulsif. “Singkirkan tangan Om yang bau terasi itu dari kepala saya!” Zea menepis kasar tangan Natan dari kepalanya. Zea benar-benar merasa asing dan sangat tidak nyaman melakukan kontak fisik seperti itu dengan Natan. “Kamu ini ada-ada saja, melihat terasi saja saya belum pernah, bagaimana mungkin tangan saya bisa bau terasi?” Bukannya marah-marah seperti yang biasanya ia lakukan pada siapa saja yang berani mengatainya seperti yang baru saja Zea lakukan. Natan malah tertawa kecil membalas kalimat ketus Zea, percayalah. Hal itu sangat membuat Darren dan Abraham melongo sekaligus tak percaya bahwa orang yang saat ini sedang mereka lihat adalah Natan yang sama dengan Natan yang biasa mereka kenal di kantor. Natan terlihat begitu berbeda kalau sedang bersama Zea, pria dingin dan biasa hidup kaku itu lebih banyak bicara dan lebih banyak menunjukkan ekspresi saat berinteraksi dengan Zea. “Pernikahan akan dilangsungkan tiga jam dari sekarang, saya akan membooking WO terhebat di kota ini untuk mendekor, merias kamu, dan mengurus segala hal tentang pernikahan kita nanti. Saya pastikan semuanya akan selesai dalam tiga jam.” Natan menatap Zea karena kalimat barusan ia tujukan untuk Zea. Natan bahkan tidak mengajak siapapun untuk berdiskusi tentang urusan pernikahannya dengan Zea karena Natan tau bahwa hanya dirinya saja yang menginginkan pernikahan ini. Maka dari itu, Natan akan mempersiapkan semuanya sendiri karena hanya untuk mengurus satu pernikahan seperti ini saja bukanlah hal yang sulit untuk Natan lakukan. Zea hanya melengos dengan kedua tangan terlipat di dada, Zea terlalu malas atau lebih tepatnya Zea tidak berminat untuk menyahut semua perkataan Natan. Menurut Zea---Natan itu hanyalah hama yang tiba-tiba datang mengganggu dan merusak hidupnya dengan mudahnya. Jadi coba katakan, apakah Zea harus mau sering-sering berbicara dengan hama seperti Natan?“A-air!”Deg!Zea menghentikan tangisnya mendengar suara yang tak asing di telinganya.Zea mengangkat kepala dan mengakibatkan menatap mata Natan yang mulai bergerak.“Mas! Kamu denger aku?” Zea berdiri dan memegang bahu Natan.“Ha-haus, aku butuh air.”Mata Natan mulai terbuka sempurna, suaranya terdengar sangat serak dan lirih.Zea menangis haru, Zea memencet tombol yang langsung terhubung pada Dokter yang selama ini menangani Natan.“Bentar ya, Mas. Sabar dulu, kita tunggu Dokter.” Zea mengusap punggung tangan Natan.Tangan Zea bergetar merasa terkejut dan sangat bahagia karena Natan akhirnya sadar juga.Natan tidak memberikan jawaban apa-apa, dia terlihat masih linglung.Akas dan Alea yang sejak tadi memang sudah berada di ruangan ICU dibuat terkejut melihat dokter dan dia orang suster berlari ke dalam ruangan yang sedang mereka jaga.“A-ada apa ini?” Alea terbata.
“Mana keluarga pasien atas nama Zea Veronica Zibrano?”Abraham langsung berdiri. “Saya ayah, Dok.”“Suaminya ke mana? Kami butuh berbicara dengan suaminya.” Dokter itu malah menanyakan Natan.“Suami putri saya dengan sakit, Dok. Dia koma dan tidak bisa datang ke sini, jadi saya yang akan menjadi wali putri saya.” Abraham menjawab dengan tegas.Dokter kandungan itu mengangguk, tadi sempat terjadi kehebohan karena Zea jatuh pingsan. Tidak hanya itu, Zea juga mengalami pendarahan hebat yang membaut semua orang cemas bukan main.“Karena darahnya masih terus keluar tapi pasien belum juga sadarkan diri, maka kami menyarankan untuk melakukan operasi Caesar. Detak jantung bayinya sudah melemah, sebaiknya bayinya segera dikeluarkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.Deg!Tubuh Abraham langsung melemas mendengar itu.Cobaan apalagi yang sudah Tuhan persiapan untuk Zea, pikirnya.“Lakukan apapun asalkan
Malam ini Nathan benar-benar menepati janjinya untuk membawa sang istri jalan-jalan di sekitar kompleks Mansion mereka.Sampai tiba di taman Mansion yang sudah disulap menjadi begitu indah oleh Natan sebelumnya, data mengajak Zea untuk duduk berdua di sana."Gimana? Kamu suka kejutan dari aku?" tanya Natan kepada Zea yang sejak tadi tidak banyak bersuara karena terlalu terpesona dengan keindahan kelap-kelip lampu di taman belakang mansion mereka."Suka banget, Mas. Ini wow banget, kenapa bisa Mas kepikiran sulap taman belakang jadi sebagus ini?" Zea bertanya sambil tak bosan-bosannya untuk memperhatikan keadaan sekitar."Itu tidak penting, Baby. Yang terpenting bagi aku itu kamu sudah suka dengan kejutan yang aku buat," bisik Natan.Nathan menatap lekat mata indah yang membuatnya tertarik pada Zea pada pandangan pertama."Kamu cantik sekali malam ini, bahkan bunga-bunga di sana kalah cantiknya sama kamu." Natan merasa tidak bosan
Semakin lama penyakit yang Natan derita semakin parah, Natan sudah melakukan berbagai pengobatan selama empat bulan ini meskipun masih ia rahasiakan dari Zea.“Saran saya segera beritahu keluarga Anda, Tuan. Ini bukanlah sesuatu yang wajar untuk dirahasiakan lagi, kita tidak tau sampai kapan Anda bisa bertahan dari penyakit ini.” Dokter Johan yang merawat Natan selama ini memberi saran terbaik untuk Natan.“Justru itu yang saya takutkan, Dok. Saya tidak ingin istri saya yang sebentar lagi akan melahirkan malah harus stress memikirkan saya.” Natan bimbang sekarang.Dokter Johan juga tampak diam. “Atau beritahu saja Tuan Pradipta dan juga keluarga angkat Anda.” Dokter benar-benar menyarankan agar penyakit Natan diketahui oleh keluarga terdekatnya.“Saya akan pikirkan itu nanti, jadi kapan proses pengobatan saya yang selanjutnya?” tanya Natan setelah diam agak lama.“Dua Minggu lagi dari sekarang, ini sangat beresiko. Kemungkinannya hanya ada dua, selamat atau—”“Cukup, saya tidak ingin
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Anes sudah tampil cantik dengan gaun pengantin berwarna Navy pilihannya.Pada akhirnya, akad nikah lah yang menjadi akhir dari kata-kata Darren yang selalu mengatakan tidak menyukai gadis kecil yang merepotkan.“Selamat, Nes. Sekarang lo udah jadi istri orang, kurangin dikit bego lo kalau bisa. Takutnya Kak Darren bisa mati muda gara-gara kelak lo,” ucap Alea.“Nggak usah ngatain gue sekarang, Lea. Gue nggak akan berubah semudah itu, ya kali sifat yang udah tumbuh dari lama bisa gue ubah gitu aja.” Anes mengerucutkan bibirnya.Anes merasa Alea seperti meledek dirinya.“Jangan ribut sekarang, waktunya kita foto-foto.” Zea menengahi perdebatan kedua sahabatnya.“Mas, sini!” Dengan senyum lebarnya, Zea memanggil Nathan untuk mendekat ke tempat pengantin.Begitu pula dengan Alea, dia ikut memanggil Akas untuk berfoto bersama dengan mereka.Sekarang mereka bertiga sudah bukan
Sesuai dengan permintaan Zea, Akas benar-benar menepati janji untuk bertanggung jawab.Dengan berani, Akas membawa kedua orang tuanya ke rumah Alea dan mengakui kesalahannya pada kedua orang tua Alea.Awalnya tentu saja Surya dan Reni marah, tapi memikirkan Deva yang sedang berbadan dua, akhirnya mereka setuju untuk menikahkan Akas dengan Alea.Dan saat ini, Akas dan Alea sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Baru saja Akas melantunkan ijab kabul di depan penghulu dan para saksi pernikahannya.“Jangan nangis lagi, sekarang lo juga udah jadi istri orang. Gue nggak nyangka bentar lagi kita bakal jadi ibu bareng-bareng.” Zea memeluk Alea yang tidak berhenti menangis sejak tadi.“Lo nggak marah sama gue?”“Enggak, Lea. Gue udah punya Mas Natan, Akas udah nggak ada lagi di hati gue.” Zea tersenyum tanpa beban agar Alea tidak terus kepikiran.“Gue nggak dipeluk?” Anes mengerucutkan bibirnya.Gadis polos itu muncul