Share

Chapter 4. Benarkah Hanya Acting?

“Tangan Nenek bergerak!” seru Harry.

Mama dan Anna terkejut dan menemukan wanita tua kesayangan mereka memang menggerakan jari-jarinya dan mencoba membuka matanya.

Mama Anna sangat senang. Ia pun bergegas memanggil dokter.

Di sis lain, Nenek menatap Anna dengan lemah, lalu perlahan pandangannya berpindah kepada Harry. 

Sosok lelaki tampan yang berdiri disamping Anna membuat mulut nenek terbuka hendak mengucapkan sesuatu. 

Namun, dokter dan beberapa perawat datang dan segera melakukan pengecekan.

“Nenek benar-benar sangat mengkhawatirkan kamu, An. Setelah kamu bilang kamu punya calon suami, dia mungkin berjuang keras untuk bangun. Padahal, dokter semalam bilang kemungkinannya fifty-fifty, tergantung kemauan hidup nenek. Jangan kecewaain nenek lagi An.”

Mama tiba-tiba berujar sambil menatap Anna dan Harry.

Deg!

Anna tertegun. 

‘Duh, bagaimana ini kalau nenek tahu hubunganku dengan Harry adalah pura-pura? Semoga ada jalan keluar. Yang penting sekarang nenek selamat, dan selanjutnya membuat nenek semakin sehat, sehingga kuat menerima kenyataan apa pun, nanti barulah bicara pelan-pelan sama nenek,’ batin wanita muda itu berusaha menenangkan diri.

“Anna ...” Nenek tiba-tiba memanggil Anna meski suaranya masih lemah.

“Iya Nek, Anna di sini,”  jawab Anna sambil tersenyum.

“Apa benar kamu akan menikah?”

“Iya Nek, doakan semoga semua rencana Anna lancar,” sahut Anna.

“Mana calon suami kamu?”

“Oh iya lupa mengenalkan, ini Mas Harry Nek, pacar Anna.” 

Anna terlihat malu-malu mengenalkan Harry, sementara pria itu tersenyum sopan dan memegang tangan nenek.

“Nek, bagaimana kondisi Nenek sekarang?” sapanya sopan.

Namun, Nenek justru balik bertanya, “Apakah kamu, Harry?”

“Iya Nek saya Harry,”  jawab Harry lembut.

“Apa kamu mencintai cucu saya?”

Harry melirik Anna dan tersenyum. “Iya Nek, dan saya akan menjaga cucu Nenek dengan baik.”

“Syukurlah, Nenek senang mendengarnya cucu Nenek sebentar lagi sold out.”

“Sold out? Nenek kira Anna dagangan yang nggak laku apa.”

Harry dan mama pun tertawa dengan kelakar wanita tua itu.

“Habis kamu disuruh nikah susah, ngomong-ngomong sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?”

“Enam bulan!”

“Tiga bulan!”

Anna dan Harry menyahut hampir berbarengan, tapi jawaban mereka tidak sama.

“Yang benar yang mana?” tanya nenek bingung.

“Dua-duanya benar Nek,”  jawab Harry sambil tersenyum.

“Sebenarnya hubungan kami sudah berjalan 6 bulan, tapi kami baru berencana untuk melanjutkan ke jenjang serius ya baru 3 bulan ini.”

Nenek mengangguk mengerti akan penjelasan pria itu.

"Duh selamat aku, untung mas Harry pintar, kalau nggak bakal ketahuan nih," gumam Anna di hatinya.

“Tapi, kenapa kamu enggak pernah bilang, An?” tanya nenek mencecar Anna.

“Ini … sebenarnya Anna berencana mau membuat surprise Nek, tapi kemaren Nenek memaksa sampai Anna jadi bingung dan lupa memberitahu.”

“Kalau kemarin kamu bilang terus terang, Nenek nggak akan memaksa kamu.”

“Iya Nek Anna salah, maafin Anna.”

“Ya sudah, Kalau begitu Nenek harus segera pulang untuk mengatur pernikahan kalian.”  Nenek mencoba bangun.

“Nek … Nenek tenang dulu ya, kami tidak buru-buru. Kami akan menunda pernikahan kami, sebab dalam waktu dekat Mas Harry akan berangkat ke luar negeri untuk urusan bisnis.”

Nenek terdiam, ia memandang Harry seakan meminta penjelasan.

“Benar, Nek,” ucap Harry mengangguk.

“Kalau begitu, kalian menikah KUA saja dulu. Resepsinya nanti belakangan supaya kalian bisa berangkat bersama.”.

Harry dan Anna saling berpandangan mendengar usul sang nenek. 

Anna bahkan sedikit panik karena tidak menyangka nenek akan mengusulkan hal ini.

“Maaf Nek, Anna nggak bisa ikut Mas Harry ke luar negeri. Anna juga punya pekerjaan yang harus Anna selesaikan.”

“Apa kamu yakin akan menjalin hubungan jarak jauh? Godaannya sangat berat, apalagi Harry masih muda, ganteng dan seorang executive, pasti bakal banyak perempuan di sana yang akan menggodanya, kamu bakalan sakit hati,”  ujar nenek blak-blakan. Tampak sekali, ia khawatir bila kekasih cucunya itu sadar bahwa sedang khilaf dan meninggalkan Anna nantinya.

Bagaimanapun, nenek memahami lingkaran pergaulan para pengusaha  karena ia sendiri seorang pebisnis sedari muda.

“Nek, Anna percaya sama Mas Harry,” ujar Anna.

“Benar, Nek. Saya tidak akan mengkhianati Anna, Nenek tenang saja, ya.”

“Apa kata-katamu bisa dipegang?” Nenek menatap mata Harry, seolah ingin menguliti dan melihat kesungguhan pemuda itu.

“Nenek bisa pegang kata-kata saya, saya memberikan jaminan harga diri saya, bahwa saya tidak akan pernah menyakiti Anna.”

Harry berkata dengan mantap dan meyakinkan.

Riak wajahnya pun penuh kesungguhan, membuat Anna bergidik. 

Bukankah mereka hanya berpura-pura, tapi kenapa Mas Harry terlihat sangat bersungguh-sungguh?

Harry melihat Anna yang gugup dan seperti orang linglung. Jadi, pria itu pun tersenyum. “Nek, saya dan Anna ada keperluan, apa boleh saya ngajak Anna keluar?” 

“Oh ya, pergilah. Biarkan Mamanya Anna yang menemani saya di sini.”

“Oke Nek, kalau gitu Anna pergi dulu. Nenek jangan banyak berpikir yang macam-macam ya.” 

Anna dan Harry berpamitan kepada dua wanita itu, lalu keluar sambil berpegangan tangan.

Melihat kemesraan itu, Nenek menghela napas lega. “Akhirnya Anna menemukan pasangan yang sepadan dan baik.”

“Apa Mama yakin Harry pria yang baik?”  tanya mama kepada nenek.

“Sangat yakin.”

“Tapi, sebelumnya Mama juga bilang Ardi pria yang baik buat Anna, tapi ketahuan kan kalau prilakunya kurang baik?”  sindir mama.

Nenek melirik mama sambil cemberut. “Itu beda. Sebenarnya, aku juga enggak terlalu mengenal Ardi, hanya rekomendasi dari teman. Tapi Harry, dia pilihan Anna sendiri, dan aku sudah melihat kesungguhan di matanya,” tegas nenek.

“Semoga saja. Kita sebagai orang tua hanya bisa berharap yang terbaik.” Mama menimpali.

Sementara itu, Anna segera bernapas lega setelah keluar dari rumah sakit. 

Ia memikirkan reaksi Harry tadi, seperti bukan orang yang sedang pura-pura.

“Kenapa, An? Gugup?” tanyanya melihat Anna yang masih terlihat linglung.

“Mas Harry pernah latihan acting, ya?”

“Hahaha, kenapa? Meyakinkan, ya?”

“Hu’um, kayak bukan lagi pura-pura.”

“Kamu sendiri yang merancang permainan, tapi kamu nggak bisa acting. Payah,” balas Harry santai.

“Maklum, aku … enggak bisa berbohong sama nenek.”

“Kamu pikir aku suka berbohong?” balas Harry tajam, “apalagi, sama orang tua!”

Anna kaget. Ternyata, Harry juga gusar dan tertekan?

“Jujur Anna, aku nggak tega lihat keadaan nenek. Aku sangat menghormati dan menghargai orang tua, seperti beliau. Aku juga pernah punya nenek dan aku dibesarkan oleh nenekku. Mereka pasti akan sakit hati kalau tahu dibohongi.”

Keduanya terdiam. 

Apa yang dikatakan Harry benar, tapi Anna benar-benar tidak berdaya.

“Maafkan aku, Mas.”

“Pikirkan cara bagaimana menyelesaikan kepura-puraan ini, jangan libatkan aku terlalu dalam menyakiti nenek.”

Keduanya pun terdiam. Bahkan, selama perjalanan menuju rumah Harry.  Anna mendadak merasa tak berdaya. ‘Bagaimana, caranya bagaimana mengakhiri hubungan palsu ini tanpa membuat nenek sakit?’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status