Amelia sangat senang melihat kedatangan Anna, gadis cilik itu menjadi sangat sibuk. Ia mengajak Anna berkeliling rumah besar itu. Harry tidak pernah melihat putrinya seceria itu, seolah mendapatkan sesuatu yang sudah lama diidamkannya.
“Bagaimana sekolahnya tadi, sayang?” tanya Anna.
“Biasa aja Kak, sekolah itu nggak asik, membosankan,” jawab Amel datar.
“Oh ya? Kalau gitu kalau Kak Anna temani besok, gimana?”
“Beneran, Kak?”
“Hu’um,” sahut Anna.
“Wah pasti asik kalau itu sih.”
Harry memperhatikan putrinya, tanpa sadar ia geleng-geleng kepala. Selama ini Amel susah dibujuk, tapi herannya dengan Anna yang belum lama dikenalnya sudah nempel begitu.
Cukup lama Anna di rumah Harry, ia menemani Amelia bermain dan belajar. Malam hari ia baru kembali, Harry mengantarnya pulang.
“Serius besok kamu mau nemenin Amelia ke sekolah, An?”
“Iya Mas, aku pingin tahu, jadi nanti kalau Mas Harry berangkat kan aku harus jagain Amel, jadi aku harus tahu segala sesuatunya tentang dia, termasuk lingkungan sekolahnya.”
“Ya nggak mesti dijagain 24 jam juga sih An, aku ingin Amel bisa mandiri dan pelan-pelan aku sudah melatihnya, tapi terkadang ada peran yang nggak bisa aku mainkan, jadi aku hanya bisa memberikan pengertian kepadanya perlahan-lahan.” Harry seolah berbicara dengan dirinya sendiri, terlintas ketidak berdayaan disana.
“Maaf, Mas Harry kenapa nggak nikah lagi supaya Amel punya mama?”
“Nikah lagi?” Harry tersenyum misterius.
“Loh iya, supaya Amel punya mama dan mas Harry nggak kesepian.”
“Kesepian? Aku nggak kesepian kok, buat aku biasa-biasa aja, selain itu Amel sangat pemilih, aku nggak mau menikah kalau wanita itu tidak tulus menyayangi Amel. Buat aku Amelia sangat penting, selain itu aku juga belum menemukan wanita yang cocok.”
“Hmm, semoga segera ketemu yang cocok, supaya keluarga kalian menjadi keluarga yang lengkap.”
“Hahaha, kamu jangan sok peduli sama aku An, kamu sendiri gimana? Sampe sekarang masih ngejomblo, apa nggak kesepian? Apa nggak ingin punya keluarga yang utuh, ingat usia kamu sudah 25 lho, usia yang cukup bagi seorang wanita untuk menikah, dan juga nenek kamu sudah menantikannya, kan?”
“Dih aku bukan peduli sama Mas Harry ya, aku peduli sama Amel, dia itu teman cilik aku. Aku tidak ingin sahabat aku sedih.”
“Kamu tuh aneh, bersahabat kok sama anak kecil,” gumam Harry.
“Memang kenapa? Persahabatan itu hal yang fleksible dan universal, kita itu bisa berteman dengan siapa saja, dengan orang tua, dengan anak kecil, dengan hewan bahkan dengan makhluk gaib juga bisa.”
“Wah jangan-jangan kamu punya teman makhluk gaib juga nih.”
“Banyak Mas, ada jin, siluman, werewolf, dracula, pamvire.”
“Hahaha aku tahu nih, pasti kamu sukanya lihat film horror atau baca novel horror.”
“Ya gitu deh, seru.”
“Sekali-kali lihat film yang romantis atau baca cerita romance supaya kamu punya jiwa romantis juga.”
“Alah bete nonton film gituan, mewek mulu.”
“BTW kapan kamu nikah?” Harry kembali ke pertanyaan awal.
“Ih lama-lama Mas Harry udah kayak nenek ya, nanyain nikah mulu.”
“Ya kan kalau kamu beneran nikah tugas aku sebagai pacar pura-pura kamu selesai.”
“Tenang Mas, jodohku belum turun, masih nyangkut.”
“Nyangkut di mana emang?”
“Di langit tujuh kali.”
“Hahaha jauh amat, yaudah tuh udah sampe. Besok biar dijemput Mang Ujang aja ya, aku harus berangkat pagi-pagi, banyak yang harus dipersiapkan, soalnya lusa aku berangkat.”
“Lusa berangkat? Kok cepat sih? Tapi aku bawa mobil sendiri aja kali ya, jemput Amel.”
“Gak bisa! kalo kamu pergi cuma berdua sama Amel, ntar ngeluyur kemana-mana lagi, nggak bisa di lacak.”
“Dih, curigaan amat sih.”
“Iya lah, kamu kan kinerjanya belum terlihat. Pokoknya besok jam 6.30 dijemput sama Mang Ujang, jangan sampe telat!”
“Hah? jam 6.30?!” Anna terkejut.
“Kenapa? belum bangun, kan?”
“I-iya biasalah jomblo gitu loh bebas mau bangun kapan aja.”
“Pantes jodohnya jauh, kata orang tua dulu anak gadis itu harus rajin bangun pagi-pagi.”
“Ya elaah, kayak Mas Harry jodohnya deket aja.”
“Deket tinggal nunggu waktu.”
“Aseek, siapa mas? Kasih bocoran dong supaya besok ada bahan ngegosip sama Amel,” ujar Anna sambil memainkan kedua alisnya.
“Ck, kepo aja.”
“Hahaha, ada duren lagi jatuh cinta,” ledek Anna.
“Berisik! Dah, mulai sekarang kamu nggak boleh bangun siang lagi, kamu punya tanggung jawab sama Amel, kamu harus mastiin Amel sudah siap ke sekolah, sudah semangat belajarnya, mastiin si bibi sudah buat sarapan, mastiin Mang Ujang sudah siapin mobil de el-el.”
“Busyet! ribet amat.” Anna menggerutu.
“Apa?!”
“Hehehe, siap bos!”
“Nah gitu dong, harus nurut,” tegas Harry, Ia pun segera kembali ke rumahnya.
Dan tanpa disadari oleh Harry maupun Anna, sebuah Avanza hitam masih terus mengawasi gerak-gerik mereka. “Bos, Nona Anna tampak semakin dekat dengan pria itu dan anaknya….”Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu p
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi