Share

Chapter 5. Curhat Colongan

Amelia sangat senang melihat kedatangan Anna, gadis cilik itu menjadi sangat sibuk. Ia mengajak Anna berkeliling rumah besar itu. Harry tidak pernah melihat putrinya seceria itu, seolah mendapatkan sesuatu yang sudah lama diidamkannya.

“Bagaimana sekolahnya tadi, sayang?” tanya Anna.

“Biasa aja Kak, sekolah itu nggak asik, membosankan,” jawab Amel datar.

“Oh ya? Kalau gitu kalau Kak Anna temani besok, gimana?”

“Beneran, Kak?”

“Hu’um,”  sahut Anna.

“Wah pasti asik kalau itu sih.”

Harry memperhatikan putrinya, tanpa sadar ia geleng-geleng kepala. Selama ini Amel susah dibujuk, tapi herannya dengan Anna yang belum lama dikenalnya sudah nempel begitu.

Cukup lama Anna di rumah Harry, ia menemani Amelia bermain dan belajar. Malam hari ia baru kembali, Harry mengantarnya pulang.

“Serius besok kamu mau nemenin Amelia ke sekolah, An?”

“Iya Mas, aku pingin tahu, jadi nanti kalau Mas Harry berangkat kan aku harus jagain Amel, jadi aku harus tahu segala sesuatunya tentang dia, termasuk lingkungan sekolahnya.”

“Ya nggak mesti dijagain 24 jam juga sih An, aku ingin Amel bisa mandiri dan pelan-pelan aku sudah melatihnya, tapi terkadang ada peran yang nggak bisa aku mainkan, jadi aku hanya bisa memberikan pengertian kepadanya perlahan-lahan.” Harry seolah berbicara dengan dirinya sendiri, terlintas ketidak berdayaan disana.

“Maaf, Mas Harry kenapa nggak nikah lagi supaya Amel punya mama?”

“Nikah lagi?”  Harry tersenyum misterius.

“Loh iya, supaya Amel punya mama dan mas Harry nggak kesepian.”

“Kesepian? Aku nggak kesepian kok, buat aku biasa-biasa aja, selain itu Amel sangat pemilih, aku nggak mau menikah kalau wanita itu tidak tulus menyayangi Amel. Buat aku Amelia sangat penting, selain itu aku juga belum menemukan wanita yang cocok.”

“Hmm, semoga segera ketemu yang cocok, supaya keluarga kalian menjadi keluarga yang lengkap.”

“Hahaha, kamu jangan sok peduli sama aku An, kamu sendiri gimana? Sampe sekarang masih ngejomblo, apa nggak kesepian? Apa nggak ingin punya keluarga yang utuh, ingat usia kamu sudah 25 lho, usia yang cukup bagi seorang wanita untuk menikah, dan juga nenek kamu sudah menantikannya, kan?”

“Dih aku bukan peduli sama Mas Harry ya, aku peduli sama Amel, dia itu teman cilik aku. Aku tidak ingin sahabat aku sedih.”

“Kamu tuh aneh, bersahabat kok sama anak kecil,”  gumam Harry.

“Memang kenapa? Persahabatan itu hal yang fleksible dan universal, kita itu bisa berteman dengan siapa saja, dengan orang tua, dengan anak kecil, dengan hewan bahkan dengan makhluk gaib juga bisa.”

“Wah jangan-jangan kamu punya teman makhluk gaib juga nih.”

“Banyak Mas, ada jin, siluman, werewolf, dracula, pamvire.”

“Hahaha aku tahu nih, pasti kamu sukanya lihat film horror atau baca novel horror.”

“Ya gitu deh, seru.”

“Sekali-kali lihat film yang  romantis atau baca cerita romance supaya kamu punya jiwa romantis juga.”

“Alah bete nonton film gituan, mewek mulu.”

“BTW kapan kamu nikah?” Harry kembali ke pertanyaan awal.

“Ih lama-lama Mas Harry udah  kayak nenek ya, nanyain nikah mulu.”

“Ya kan kalau kamu beneran nikah tugas aku sebagai pacar pura-pura kamu selesai.”

“Tenang Mas, jodohku belum turun, masih nyangkut.”

“Nyangkut di mana emang?”

“Di langit tujuh kali.”

“Hahaha jauh amat, yaudah tuh udah sampe. Besok biar dijemput Mang Ujang aja ya, aku harus berangkat pagi-pagi, banyak yang harus dipersiapkan, soalnya lusa aku berangkat.”

“Lusa berangkat? Kok cepat sih? Tapi aku bawa mobil sendiri aja kali ya, jemput Amel.”

“Gak bisa! kalo kamu pergi cuma berdua sama Amel, ntar ngeluyur kemana-mana lagi, nggak bisa di lacak.”

“Dih, curigaan amat sih.”

“Iya lah, kamu kan kinerjanya belum terlihat. Pokoknya besok jam 6.30 dijemput sama Mang Ujang, jangan sampe telat!”

“Hah? jam 6.30?!” Anna terkejut.

“Kenapa? belum bangun, kan?”

“I-iya biasalah jomblo gitu loh bebas mau bangun kapan aja.”

“Pantes jodohnya jauh, kata orang tua dulu anak gadis itu harus rajin bangun pagi-pagi.”

“Ya elaah, kayak Mas Harry jodohnya deket aja.”

“Deket tinggal nunggu waktu.”

“Aseek, siapa mas? Kasih bocoran dong supaya besok ada bahan ngegosip sama Amel,” ujar Anna sambil memainkan kedua alisnya.

“Ck, kepo aja.”

“Hahaha, ada duren lagi jatuh cinta,”  ledek Anna.

“Berisik! Dah, mulai sekarang kamu nggak boleh bangun siang lagi, kamu punya tanggung jawab sama Amel, kamu harus mastiin Amel sudah siap ke sekolah, sudah semangat belajarnya, mastiin si bibi sudah buat sarapan, mastiin Mang Ujang sudah siapin mobil de el-el.”

“Busyet! ribet amat.” Anna menggerutu.

“Apa?!”

“Hehehe, siap bos!”

“Nah gitu dong, harus nurut,” tegas Harry, Ia pun segera kembali ke rumahnya.

Dan tanpa disadari oleh Harry  maupun Anna, sebuah Avanza hitam masih terus mengawasi gerak-gerik mereka. “Bos, Nona Anna tampak semakin dekat dengan pria itu dan anaknya….”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rosa
anna gokil nih ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status