Share

Wanita Hina

Author: Marlynazizah
last update Last Updated: 2024-06-19 09:35:52

Ketika Rasyid sedang di rundung kegundahan karena tak kunjung bisa menghubungi sang ibu, tiba-tiba bahunya disentuh oleh seseorang hingga membuat pria tersebut menoleh.

"Assalamualaikum Rasyid, bagaimana perjalanmu kemari?" tanya seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah panjang dengan peci di kepalanya.

Melihat kehadiran sang guru, membuat rasa gundah di hatinya sedikit berkurang. Dengan penuh hormat, pria itu mencium punggung tangan gurunya.

"Waalaikumsalam Syekh, Alhamdulillah perjalanan Rasyid lancar," jawab Rasyid dengan senyum yang merekah.

"Alhamdulillah... Aku ingin mengingatkanmu tentang jadwal pengajian yang telah disiapkan untuk malam ini. Sebagai seorang Kyai, kamu diharapkan datang tepat waktu," ucap syekh Abdurrahman.

"Insyaallah, jika tidak ada halangan apapun Rasyid akan hadir tepat waktu," sahut Rasyid, tak lama sang guru berpamitan untuk menyambut kedatangan putrinya.

Meskipun Rasyid merasa sedikit penasaran dengan anak perempuan sang guru.

Namun, dia memutuskan untuk tidak ikut menyambut kedatangan putri syekh Abdurrahman karena jadwalnya yang padat.

Di sisi lain jalan, terlihat Shanum berdiri dengan penuh keyakinan, mencari target yang sesuai.

Senyumnya merekah begitu melihat sebuah mobil berhenti di tepi jalan, dan dia melihat sosok pemilik mobil yang sangat memesona.

"Dia tampan sekali... Jadi penasaran sepanas apa permainanya," gumam Shanum.

Wanita ini sudah membayangkan berbagai permainan panas bersama pria didalam mobil itu, hingga membuat rahimnya terasa hangat.

Dengan langkah anggun, wanita itu mendekati Rasyid yang tengah sibuk dengan ponselnya. "Permisi, Tuan, bolehkah aku menumpang di mobilmu?" Ucap Shanum dengan suara lembut.

"Maaf, Nona, kau mungkin harus mencari tumpangan lain," jawab Rasyid tanpa menatap ke arah Shanum.

"Oh ayolah Tuan, aku sungguh membutuhkan tumpangan saat ini," pinta Shanum dengan ekspresi sedih.

"Maaf, aku tidak dapat memberikan tumpangan, kau bisa mencari taksi di sekitar sini," kata Rasyid sambil menempelkan ponselnya di telinga, berharap panggilannya terhubung.

Ketika Rasyid kembali mendengar panggilan operator telepon, pria itu menghela nafas panjang. "Ya Allah... Kenapa sulit sekali untuk menghubungi Ummi?" gumam Rasyid sambil berupaya kembali menghubungi Ibunya.

"Tuan, aku mohon, izinkan aku untuk masuk. Aku merasa takut sendirian di tempat ini, terutama ini sudah malam."

"Tolong kasihanilah aku, wanita yang lemah ini. Aku sangat memohon, Tuan," Shanum terus merayu sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada dengan mata yang berkaca-kaca.

"Maaf, nona. Aku tidak dapat memberikan izin kepadamu untuk masuk ke dalam mobilku," tegas Rasyid sekali lagi.

Saat ini, pria tersebut keluar dari kendaraannya dengan harapan menemukan sinyal yang optimal untuk menghubungi ibunya.

Ketika Rasyid berupaya mencari sinyal untuk menghubungi ibunya, dia terus diganggu oleh Shanum yang tak henti-hentinya meminta izin untuk masuk.

Meskipun demikian, pria tersebut berusaha untuk mengabaikan Shanum. Untuk saat ini, Rasyid hanya terfokus akan usahanya menghubungkan sang ibu.

"Assalamualaikum, Ummi," ucap Rasyid pada sang ibu ketika koneksi telepon mereka berhasil terhubung.

Namun, kecemasan kembali melanda dirinya ketika suara ibunya terdengar terputus-putus melalui telepon. Dengan sigap, Rasyid bergerak mencari sinyal agar panggilan teleponnya tidak terputus.

"Hallo? Ummi? Apa Ummi mendengarku?" kata Rasyid sambil mencoba mendengarkan jawaban ibunya.

Namun, Rasyid sedikit kesulitan mendengar jawaban ibunya karena Shanum terus berusaha meminta izin agar di perkenankan masuk, hingga suara wanita itu mengalahkan suara ibunya di telepon.

"Tenanglah Nona," tegas Rasyid sambil menatap tajam ke arah Shanum.

"Aku mohon tuan, izinkan Aku masuk," pinta Shanum lagi dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Saat hendak menjawab Shanum, tiba-tiba suara ibunya terdengar di telepon, membuat Rasyid kembali mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Ummi bilang apa barusan? Mohon maaf Ummi, suara Ummi terdengar tidak stabil," ucap Rasyid pada ibunya.

"Aku mohon izinkan aku masuk, Tuan," sungguh, suara Shanum saat ini benar-benar mengganggu dirinya dan usahanya untuk menghubungi ibunya. Karena frustrasi, akhirnya Rasyid pun berkata, "Ya, silakan masuk!"

Mendengar Rasyid memberi izin, dengan cepat Shanum menghapus air matanya dan tersenyum ceria sambil berjalan memasuki mobil.

Di sisi Rasyid, pria itu mendesah penuh kekecewaan saat panggilan telepon kepada ibunya kembali terputus karena sinyal yang buruk.

Di saat itu, Rasyid langsung teringat akan wanita yang sejak tadi memohon padanya. "Astaghfirullahalazim! Mengapa aku malah mengizinkan dia masuk?" gerutu Rasyid sambil berlari mendekati mobilnya.

Pria tersebut segera melihat Shanum yang sudah duduk anggun di kursi penumpang depan sambil merapikan rambutnya.

Melihat itu, seketika Rasyid memperlambat langkahnya dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Astaghfirullah...".

Dengan ekspresi wajah yang murung, Rasyid memasuki mobil. Melihat itu, Shanum dapat merasakan sebuah kesempatan untuk mendekat.

"Hei Tuan, apa ada hal yang mengganggumu?" tanya Shanum sambil tersenyum manis pada Rasyid.

Ketika Rasyid menoleh ke arah Shanum, dengan sengaja wanita itu menurunkan gaun tipisnya untuk menonjolkan belahan dadanya.

Sontak saja Rasyid menutup matanya dan berbalik menghadap ke depan sambil terus memohon ampun kepada sang pencipta.

"Astaghfirullah... Rasyid, mengapa kamu begitu ceroboh? Sekarang aku harus menjelaskan apa pada wanita ini?"

"Bagaimana mungkin dia akan menerima niat baikku? Sedangkan kami tidak saling mengenal," gumam Rasyid dengan suara pelan sambil memijit pelipisnya.

"Tuan, mengapa wajahmu terlihat sedih?" tanya Shanum lagi dengan penuh perhatian. "Tidak apa-apa, Nona," jawab Rasyid tanpa menatap ke arah Shanum.

"Tuan, dari mana asalmu dan ke mana tujuanmu? Bolehkah aku ikut? Sebenarnya, aku sendiri tidak memiliki tujuan saat ini. Apakah Tuan merasa kesepian? Ingin ditemani? Aku bisa menemanimu hingga pagi jika kamu mau," ucap Shanum sambil tersenyum genit.

Kilau mata Shanum langsung berbinar ketika Rasyid mendekatinya. Namun, pria itu malah memberikan isyarat dengan tangannya agar Shanum sedikit memundurkan tubuhnya.

Meskipun merasa sedikit kesal, Shanum tetap menggeser tubuhnya untuk membuat jarak dengan Rasyid. Terlihat pria itu mengambil sebuah peci dan sorban dari kursi belakang.

"Aku baru saja kembali dari Mesir dan sekarang berniat untuk menghadiri pengajian di Masjid Agung Demak," jawab Rasyid sambil mengenakan peci dan melepas jasnya, kemudian menggantungkan sorban itu di bahu sebelah kanan.

Mendengar ucapan Rasyid, senyum genit yang sebelumnya terpampang di bibir Shanum tiba-tiba menghilang, digantikan oleh ekspresi tegang.

"Apakah kau ini seorang Kyai?" tanya Shanum yang diangguki oleh Rasyid. "Astaga! Aku salah sasaran," gerutu Shanum dalam hati, dan kini keringat dingin mulai membasahi dahinya.

"Maaf ya Kyai, sebelumnya aku tidak menyadari bahwa kau adalah seorang Kyai," ucap Shanum dengan penuh penyesalan.

Sementara Rasyid hanya terkekeh geli ketika dia dipanggil kyai oleh wanita yang sejak tadi memanggilnya dengan panggilan Tuan.

"Tidak masalah, Nona," sahut Rasyid santai. "Kalau begitu aku mau turun saja ya, Kyai," ucap Shanum sambil bersiap membuka pintu mobil.

"Eh, tidak bisa. Kamu kan tadi bilang mau ikut dan temani aku, sudah sampai memohon-mohon segala."

"Jadi sekarang kamu harus ikut temani aku ke pengajian. Ndak apa-apa, sekali-kali ikut pengajian, bagus juga untukmu," ucap Rasyid sambil mulai menjalankan mobilnya.

"Tapi, Kyai, aku tidak mengenakan jilbab," sahut Shanum yang berharap bisa keluar dari mobil tersebut.

"Nanti jilbabnya pinjam dari jama'ah perempuan saja, biar aku yang meminta jilbab untukmu," balas Rasyid yang hampir membuat Shanum putus asa.

"Apakah aku bisa mengenakan jilbab dengan baju seperti ini?" pertanyaan Shanum membuat Rasyid refleks melirik ke arah gaun tipis tanpa lengan yang di kenakan wanita itu.

"Ada blazer di bagasi mobilku, kau bisa meminjamnya," jawab Rasyid sambil bertekad kuat dalam hati untuk menjaga agar wanita di sebelahnya tetap berada di dekatnya.

Selain ingin mengenal wanita tersebut lebih baik, Rasyid juga belum merasa cukup berani untuk menyatakan niat baiknya kepada wanita asing tersebut.

"Tapi kyai, aku ini adalah seorang wanita pelacur," ujar Shanum. Mendengar perkataan wanita di sebelah membuat Rasyid seketika menghentikan mobilnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Cemas

    “Jangan menuduhku seperti itu, Rasyid. Aku ini ibumu, jaga ucapanmu itu. Kau tahu dosa besar akibat dari menyakitkan hati seorang ibu, kan?” cekat Ummi Zulaikha sambil memberikan tatapan sengitnya kepada sang anak. Mendengar itu, Rasyid pun mendengus kesal. Bukan tanpa alasan dia mencurigai sang Ummi, tapi, beberapa kejadian belakangan ini membuat rasa curiga itu tidak dapat di elakkan. “Maaf, Ummi.” ucap Rasyid pada akhirnya. Biar bagaimanapun, ucapan Ummi nya memang benar, dia bisa mendapatkan dosa besar jika dia dengan sengaja menyakiti hati Ummi nya itu. Seketika suasana di dalam mobil itu menjadi hening. Pada awalnya, Rasyid tidak menghiraukan itu. Namun, berlama-lama dengan keadaan seperti ini membuat Rasyid canggung sendiri. “Ekhem, kok nggak di lanjutin ngobrol nya?” tanya Rasyid dengan hati-hati sambil melirik ke arah spion. Di belakang sana, Ummi Zulaikha dan Zulfah langsung memberikan lirikan sinisnya. “Pikir aja sendiri. Huh!” ucap keduanya secara bersamaan lalu

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Kehilangan

    Pov Author “A-aku mohon, Tuan...” mohon Shanum sambil terus menatap sendu ke arah Tuan Abrahah. Sebenarnya, Shanum tahu jika permohonannya ini sia-sia, tapi ia tidak punya pilihan. Shanum sampai melupakan pakaiannya yang sobek hingga sebagian tubuhnya terlihat. Kali ini, dia bukan lagi seorang wanita yang berusaha mempertahankan kehormatannya, atau, seorang istri yang berusaha menjaga kepercayaan sang suami. Kali ini, Shanum hanyalah seorang ibu yang ingin anak di dalam kandungannya baik-baik saja. Tuan Abrahah berjongkok. Ia menukik senyum seringainya lalu membelai lembut pipi Shanum yang bengkak. “Baiklah, Sayang. Aku akan menolongmu. Tapi nanti, setelah keponakanku mati di perutmu! Hahaha!” ucap Tuan Abrahah. Tawa jahatnya menggema di ruangan tersebut. Pria ini seolah telah berubah menjadi iblis yang tidak memiliki hati nurani. Shanum menggeleng pelan dengan ekspresi yang menyedihkan. Ia benar-benar cemas akan kandungannya, tapi sepertinya, Tuan Abrahah tidak peduli ata

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Awal Bencana Besar

    Sesuai apa yang di ucapkannya semalam, Rasyid sudah siap dengan mobilnya seusai sholat subuh. Sepertinya, dia masih sedikit marah padaku perihal ucapanku semalam. Memang, setelah sentakannya semalam, dia tidak mau mendengarkan perkataanku lagi dan meminta aku untuk segera tidur.“Berhati-hatilah di jalan, Rasyid,” ucap Tuan Abrahah sambil menepuk bahu suamiku. Sungguh sandiwara yang sempurna. Ingin sekali rasanya aku meneriaki semua niat busuknya di hadapan semua orang.Tapi, aku yakin tidak akan ada yang mempercayaiku. Yang ada aku hanya akan mendapatkan cibiran dari mertuaku dan amarah yang semakin besar dari suamiku. Setelah menutup bagasi mobilnya, Rasyid berjalan menghampiriku.Aku langsung mencium punggung tangannya saat dia menyodorkan tangannya padaku. Dia memelukku cukup lama, lalu berbisik, “Maafkan aku karena semalam telah membentakmu.”Kami mengendurkan pelukan kami. Aku menatapnya lalu mengangguk pelan. Saat dia tersenyum tipis, aku pun ikut tersenyum. Rasa kesal ya

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Dia Menggodaku, Buby!”

    Hari-hari berlalu, sangat terasa bagiku setiap detiknya saat Tuan Abrahah tinggal di sini bersamaku. Dia gila! Tuan Abrahah sangat gila! Dia berkali-kali berusaha mencelakai aku dan kandunganku.Tuan Abrahah seringkali membasahi lantai yang akan aku pijak dengan menggunakan minyak agar aku terpeleset dan jatuh, atau, sengaja mencampurkan bahan-bahan makanan yang dapat menggugurkan kandunganku.Untunglah aku memiliki suami yang sangat perhatian padaku. Semua siasat busuk Tuan Abrahah selalu di gagalkan oleh Rasyid. Saat aku hendak terjatuh karena memijak lantai yang licin, Rasyid dengan sigap menangkapku dan memarahi para asisten rumah tangga yang dia anggap kurang teliti dalam mengeringkan lantai.Begitupun saat Rasyid mengetahui jika ada bahan makanan yang membahayakan ibu hamil di makananku. Seluruh koki yang baru di sewa oleh Rasyid setelah mengetahui kehamilanku langsung di marahi habis-habisan bahkan di pecat. Padahal, ini bukan kesalahan mereka, tapi kesalahan dari kakaknya.

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Selamat Atas Kehamilanmu

    “Tidak! Rasyid!” aku berteriak. Ini memang sangat nekat. Tapi, lebih baik aku di marahi Rasyid dan menjadi bulan-bulanannya Ummi Zulaikha daripada harus melayani Tuan Abrahah. Tuan Abrahah panik seketika. Ia langsung membekap mulutku saat Rasyid mulai menggedor-gedor pintu. “Shanum? Kau kah itu yang berteriak? Tolong buka pintunya, Sayang.” kata Rasyid sambil terus menggedor pintu.Aku berusaha memberontak, tapi, tenaganya sangat kuat. “Dasar pelacur gila!” umpatnya padaku dengan suara berbisik sambil menyeret diriku bersembunyi di balik bak. Kamar mandi ini memang di sediakan untuk art di rumah ini. Itulah sebabnya tidak ada bathub di sini, melainkan sebuah bak yang terbuat dari semen dan di lapisi dengan keramik.Ukuran bak ini cukup untuk menyembunyikan aku dan Tuan Abrahah. Gedoran pintu terdengar semakin keras. “Shanum, jangan membuat aku cemas, cepat buka pintunya!” teriak Rasyid dari arah luar.Tuan Abrahah sedikit mengintip sambil terus memegangiku. Dari suara yang aku de

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Terjebak!

    “Apa maksudmu, Bang?” tanya Rasyid pada Tuan Abrahah. Lelaki itu mengalir pandangannya dariku. Dia tersenyum pada Rasyid. “Ah, bukan apa-apa. Aku hanya bergurau,” jawabnya. Dia memang sedang berbicara dengan Rasyid, tapi, matanya selalu mengarah kepadaku.Di ruang tamu ini, ada beberapa orang yang wajahnya sangat asing bagiku, tapi, jika di perhatikan, Tuan Abrahah terlihat mirip dengan Rasyid. Ada dua orang perempuan seusiaku dan tiga orang perempuan seusia Ummi Zulaikha, juga ada tiga orang pria di sini, tiga pria itu terlihat sudah cukup berumur.Kami pun duduk di sofa yang sudah tersedia. Aku cukup terkejut saat melihat dua perempuan seusiaku itu duduk mengapit Tuan Abrahah, lalu, melingkarkan tangan mereka di kedua lengan lelaki itu.“Shanum, perkenalkan, mereka adalah kerabat almarhum Abi mertuamu yang baru sah warga negara Indonesia satu pekan yang lalu,” ucap Ummi Zulaikha padaku. Oh, shit! Jadi, Tuan Abrahah sudah menetap selama satu pekan di sini?Aku tersenyum singkat p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status