Share

Bab 5 Seorang Supir

Author: Myafa
last update Huling Na-update: 2025-06-11 12:11:08

Mereka saling beradu pandang.

Menatap wajah Dave dari jarak sedekat ini membuat Alana tertegun.

“Sebaiknya kamu lebih hati-hati,” ucapnya.

“Maaf, spreinya terlalu tinggi. Jadi aku tidak bisa mencapainya,” jawab Alana membela diri.

Ia buru-buru menegakkan tubuhnya. Kali ini lebih hati-hati agar tidak terjatuh untuk ketiga kalinya.

Sayangnya, tangan Dave yang masih berada di pinggangnya.

“Bisakah kamu melepaskan aku?” tanya Alana kikuk. Dave masih tidak melepaskannya untuk beberapa saat.

Mendapati pertanyaan itu, Dave buru-buru melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Alana. Kemudian mengambilkan sprei di lemari paling atas.

“Ini,” ujarnya seraya memberikan sprei pada Alana, namun pandangannya tidak tertuju pada Alana.

Alana tercenung sesaat. “Terima kasih.” Lalu menerima sprei itu dan mengganti sprei lama dengan dengan yang baru.

Sekarang apartemen sudah bersih. Sudah nyaman untuk ditempati.

Dave memerhatikan apartemen yang telah bersih juga kasur yang telah berubah spreinya. Ia mengamati setiap sudut dengan seksama, seolah mencari sebuah kesalahan. Hingga tatapannya beralih pada Alana. Ada kilat keterkejutan yang singkat di matanya sebelum kembali dingin.

“Dave, kasur ini tidak muat jika kita pakai tidur bersama,” kata Alana menatap Dave.

Dave mengalihkan pandangannya ke tempat tidur. “Siapa bilang kita akan tidur bersama?”

Dahi Alana berkerut dalam. Bingung dengan yang dikatakan Dave.

“Lalu?”

Dave tidak menjawab, langkahnya diayunkan sambil mengangkat kursi yang didudukinya. Membawanya ke depan lemari. Ia naik di atas kursi dan membuka lemari paling atas. Sebuah kasur lipat diambilnya dari dalam sana. Kemudian membawanya ke samping tempat tidur.

“Kamu akan tidur di lantai?” tanya Alana.

“Kamu yang tidur di lantai.”

Bola mata Alana membulat. Kemudian ia mengembuskan napasnya panjang. Berusaha untuk menahan amarahnya yang nyaris meledak. Setelah tadi disuruh membersihkan apartemen, sekarang dia disuruh untuk tidur di lantai pula.

“Kenapa tidak kamu saja yang tidur di lantai? Kenapa harus aku?” tanyanya dengan nada kesal.

Sebagai seorang pria, harusnya Dave lebih mengalah pada wanita. Memberikan kenyamanan pada wanita. Tapi, justru meminta Alana tidur di lantai tanpa merasa bersalah sama sekali.

Dave mulai merebahkan dirinya di kasur. Kedua tangannya ia tekuk dan dijadikan sebagai bantal. Dengan mata terpejam, Dave berkata, “Ingat, aku sudah membayar biaya rumah sakit ayahmu. Jadi, kurasa aku berhak atas tempat tidur yang lebih nyaman.” Nada suara Dave begitu ringan tetapi menusuk.

Rahang Alana mengeras. Ancaman itu lagi.

Satu kebaikan yang dilakukan Dave, terus saja diungkit. Padahal tidak perlu diingatkan Alana tahu betul jika tanpa Dave, biaya rumah sakit tidak akan terbayar.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Alana mengambil kasur lipat di samping tidur dengan kasar. Lalu, ia bentangkan kasur di lantai yang cukup dingin itu. 

Malam ini Alana akan tidur di kasur lipat. Tak ada kenyamanan yang didapatkannya, seperti yang didapatkan Dave saat tidur di atas kasur empuk.

***

Saat cahaya pagi mulai menerobos masuk, Alana terbangun. Ia mencoba duduk, namun ringisan pelan lolos dari bibirnya saat punggung dan bahunya memprotes dengan rasa pegal yang menyiksa.

Tidur di kasur lipat ini tidak ada bedanya dengan tidur langsung di lantai yang keras.

Pandangan Alana kemudian tertuju pada Dave yang tampak nyaman di atas tempat tidur. Dave terlelap dengan nyaman, napasnya teratur, tubuhnya tenggelam dalam selimut tebal dan kasur empuk yang tampak begitu nyaman.

Namun, ia buru-buru menggelengkan kepalanya. Tak mau membuang waktunya untuk iri pada Dave. Ada yang harus Alana lakukan. Yaitu ke rumah sakit. Hari ini ayahnya akan operasi. Jadi ia ingin menemani.

Tanpa berpamitan pada Dave, ia segera berangkat.

Di rumah sakit, Arini tampak sudah menunggu. Tatapan wanita itu begitu tajam. Berbeda dengan biasanya ada kemarahan yang terselip

“Tidur di mana kamu semalam? Jenny bilang kamu tidak pulang?” tanya Arini tanpa basa-basi.

Alana sedikit terkejut. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang.

Semalam ia tidur di apartemen Dave. Itu sesuatu yang tidak bisa dijelaskan Alana, mengingat ia ingin menyembunyikan pernikahannya.

“Aku di rumah teman, Ma.”

Arini memicingkan matanya. Menelisik ucapan Alana. Mencari kebohongan dari sorot mata Alana.

Berusaha untuk mengalihkan perhatian, Alana buru-buru bertanya, “Jam berapa ayah akan operasi?”

“Jam sepuluh.” Arini masih menatap Alana curiga.

Tepat jam sepuluh pagi, perawat mendorong ranjang ayah Alana ke ruang operasi.

Alana setia menemani sang ayah. Sayangnya, langkahnya harus terhenti di depan ruang operasi.

Operasi diperkirakan akan berlangsung dua jam. Alana dan Arini menunggu di kursi tunggu dengan cemas. Berdoa agar semua berjalan dengan lancar.

Setelah dua jam, pintu ruang operasi dibuka. Seorang dokter keluar dan memberitahu jika operasi berhasil dan keadaan pasien stabil.

Alana lega karena akhirnya operasi berhasil. Air matanya pun mengalir. Ini bukan tangis kesedihan, tapi tangis kebahagiaan.

Sekarang Alana tinggal menunggu sang ayah pulih kembali.

Tak lama setelah ayahnya dipindahkan ke ruangan, Jenni datang. Ia tampak tergesa-gesa menemui ibunya dan Alana.

“Bagaimana keadaan ayah?” tanya Jenny pada sang mama.

“Operasinya berhasil.”

Jenni mengangguk-anggukkan kepalanya. Pandangannya beralih pada Alana yang berada di sana juga. Tanpa sengaja pandangan mereka saling bertautan.

Mereka masuk ke ruang perawatan untuk melihat keadaan sang ayah, tetapi Jenni tiba-tiba meraih tangan Alana dan menariknya.

Alana menoleh ke arah kakaknya, tapi tidak bisa menolak. Hanya pasrah.

“Ada apa, Kak?” tanyanya.

“Dari mana kamu dapat uang untuk biaya rumah sakit ayah?” Jenny menatap tajam. Suaranya rendah, tapi mendesak.

Alana terdiam sejenak. Pikirannya berpacu detik itu juga. Mencari alasan tepat agar kakaknya tidak curiga dengan pernikahannya.

“Dari temanku SMA-ku,” jawabnya berusaha untuk tetap tenang. “Aku mau lihat ayah dulu.” Alana memilih untuk menghindari situasi tidak nyaman ini. Langkahnya segera diayunkan ke kamar perawatan sang ayah.

Jenni menatap punggung Alana yang pergi. Ia tidak percaya dengan yang dikatakan adiknya itu.

Mereka menunggu Alvin yang belum juga sadar. Dokter bilang butuh waktu untuk menunggu pasien pasca operasi sadar.

“Kapan kamu bekerja? Walaupun kamu sudah mendapatkan biaya untuk operasi ayahmu, tapi kita butuh biaya untuk hidup ayahmu!” Suara Arini memecah keheningan di dalam ruang perawatan.

Alana yang sedari tadi duduk di samping sang ayah, mengalihkan pandangannya pada sang mama. “Aku sedang melamar pekerjaan sebagai desainer pemula di perusahaan fashion, Ma.”

“Baguslah jika begitu. Paling tidak kamu bisa menghasilkan,” ucap Arini dengan bibir menekuk sinis.

Ucapan itu mungkin terdengar kasar bagi orang lain, tapi bagi Alana yang sudah biasa diperlakukan seperti itu oleh ibu tirinya, bukan sesuatu yang besar baginya.

“Karena jarak kantor itu cukup jauh, jadi sementara aku akan tinggal di rumah temanku.”

Alana mencoba menyelipkan kebohongan. Alasan itu masuk akal untuk menjelaskan kenapa nanti dia tidak akan pulang ke rumah orang tuanya.

“Terserah kamu mau tinggal di mana. Yang penting aku mau kamu berikan uang untuk ayahmu.”

Ucapan itu terasa menusuk.

Bagi Arini, keberadaanya memang tidak berarti. Yang dibutuhkan memang hanya uang saja.

Ketika ayahnya sadar dan keadaan mulai stabil, barulah Alana pulang. Tempat yang dituju adalah apartemen Dave. Ke depannya, apartemen itu akan menjadi rumahnya.

Jari Alana berhenti sesaat di atas papan kunci digital sebelum akhirnya menekan kombinasi angka yang tadi dia minta pada Dave. Sebuah bunyi ‘bip’ pelan terdengar, diikuti suara kunci yang terbuka.

Pintu terbuka tanpa suara, Alana melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya.

Di bawah sorot lampu baca, Dave duduk di sebuah kursi. Kakinya bersilang dengan santai, sebuah buku bersampul terbuka di tangannya. Kacamata bening berbingkai tipis bertengger di hidungnya, menambah kesan intelektual pada wajahnya yang tegas.

Dave tampak tenggelam dalam bacaannya, seolah tidak menyadari kehadiran Alana.

Alana meletakkan tasnya di atas meja terdekat, gerakannya kaku. Keheningan masih menyelimuti mereka. “Kamu kerja di mana sekarang?” Akhirnya Alana mengisi keheningan. Lagi pula ia juga penasaran. Sejak lama ia tidak tahu Dave bekerja di mana.

Dave tidak langsung menjawab. Ia menyelesaikan satu paragraf, sebelum akhirnya membalas tanpa mengangkat kepala dari bukunya. “Di perusahaan Tanu Karya.”

Alana terkejut. Alana tahu perusahaan itu. Tanu Karya adalah perusahaan bergerak di bidang kontraktor. Membangun jalan-jalan di negeri ini.

“Sebagai apa? Karyawan lapangan atau karyawan pusat? Atau jangan-jangan manajer?” tanya Alana semangat. Ia mau memperbaiki keadaan dan mencoba membangun jembatan di antara mereka.

Kali ini, Dave berhenti membaca. Ia menurunkan bukunya perlahan, menatap Alana dari atas bingkai kacamatanya. Tatapannya tajam dan tak terbaca. “Bukan,” jawabnya, datar.

“Lalu sebagai apa?” Alana mencondongkan tubuhnya sedikit, semakin penasaran.

Dave menutup bukunya, meletakkannya dengan rapi di meja samping. Ia menatap Alana lurus-lurus, ekspresinya tetap tenang.

“Aku hanya supir.”

Alana hanya bisa menatapnya, terpaku. Kata-kata itu menggema di kepalanya, bertabrakan dengan citra pria berkuasa yang ia temui di restoran kemarin.

Sopir, katanya? Pria ini bilang … seorang sopir?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (8)
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
akhirnya alana mempunyai alasan untuk bisa tinggal di apartemen dave.tanpa dicurigai oleh jeni dan mamanya
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
sepertinya dave sengaja berbohong tentang identitasnya karena ingin menguji alana.apakah alana wanita materialistis seperti yang selama ini dirinya duga? ataukah g'?
goodnovel comment avatar
Anna Waliana
Dave bohong itu kan perusahaan ayahnya ,,,,
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 122 Ruko

    Pagi ini, Dave bangun lebih awal. Ia sudah rapi, meskipun hari ini adalah hari libur. Wajahnya pun tampak semringah. Alana yang menyadari itu merasa aneh dengan sikap suaminya itu. “Kamu kenapa, Sayang? Sepertinya hari ini kamu tampak senang sekali?” Alana menatap lekat wajah sang suami. “Nanti kamu juga akan tahu.” Dave tersenyum penuh arti. Dahi Alana berkerut dalam. “Apa? Kenapa kamu membuat aku penasaran?” Sayangnya, Dave justru hanya tersenyum saja. Alana menekuk bibirnya. Namun, saat sedang memerhatikan sang suami. Ia melihat sang suami sudah rapi sekali. “Bukankah hari ini libur, kenapa kamu rapi sekali, Sayang?” Dave menghampiri Alana. “Aku mau mengajakmu pergi.” Alana menatap penuh curiga. “Ke mana?” tanyanya. “Sudahlah, nanti kamu akan tahu. Jadi bersiaplah saja.” Dave tersenyum. Alana sangat kesal dengan suaminya yang bermain rahasia-rahasia itu. Namun, dari pada ia terus penasaran, alangkah lebih baik dia segera bersiap. Agar tahu ke mana sang suami akan membawan

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 121 Kegiatan Baru

    Hari-hari Alana setelah resmi berhenti bekerja dari kantor terasa aneh. Hidupnya yang dulu dipenuhi dengan deadline pekerjaan, kini berganti dengan keheningan rumah. Tidak ada rapat dadakan. Tidak ada lagi telepon dari atasan yang bahkan mengusiknya kapan saja. Semua terasa hening. Alana mencoba untuk menguatkan dirinya. Ia yakin semua hanya soal waktu dan hanya butuh adaptasi. Untuk mengisi waktu, Alana tetap melanjutkan hobi menggambar desain baju. Dengan tablet miliknya, ia menggambar desain sesuai dengan imajinasinya. Kali ini ia membuat tanpa tema apa pun seperti biasa perusahaannya minta. Ia hanya menggambar sesuai dengan keinginan hati saja. Namun, tak hanya menggambar, ia mencoba hal-hal baru. Salah satunya adalah memasak. Ia belajar langsung dari chef keluarga Tanuwijaya.Chef dengan sabar mengajarkan berbagai resep makanan, mulai dari tradisional sampai modern. Seperti kali ini, chef mengajarkan Alana membuat steak daging. Dengan penuh semangat ia mengikuti semua araha

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 120 Pengunduran Diri

    Hari-hari Alana terasa begitu melelahkan. Sejak menikah ia diberikan tanggung jawab untuk mengurus rumah Tanuwijaya. Memastikan semua berjalan dengan benar. Alana pikir pekerjaan itu akan mudah dikerjakan, tetapi ternyata cukup sulit. Ia masih bersyukur karena Viona masih membantunya dalam beberapa hal. Yang awalnya mereka tidak akur, karena saling membutuhkan, mereka kini justru semakin dekat. Sayangnya, mengerjakan pekerjaan mengatur rumah dibarengi dengan bekerja memang tidak mudah. Belakangan ini juga pekerjaanya cukup banyak. Jadi Alana harus membagi waktu dengan baik. Sampai-sampai, saat di rumah, Alana masih harus mengerjakan pekerjaan kantornya. Seperti malam ini, Alana mengerjakan pekerjaanya di kamar. Ia sibuk menggambar desain yang akan diserahkan ke perusahaan. Alana sampai menggunakan meja kerja Dave untuk mengerjakan pekerjaanya. Dave yang melihat istrinya sangat sibuk membawakan secangkir coklat. Berharap dapat menemani sang istri yang sedang bekerja. “Minumlah,

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 119 Mengirim Uang

    Pagi ini, Alana bersiap untuk ke rumah orang tuanya. Hari ini Jenny akan pergi ke luar kota. Jadi Alana ingin mengantarkan kakaknya itu. Saat tiba di rumah, sudah ada koper besar di ruang tamu. Jenny duduk di samping koper dengan wajah sedih. Alana tahu, jika selama ini Jenny tidak pernah tinggal jauh dari keluarga. Segala kebutuhan pun selalu dipenuhi oleh mamanya. Jenny hanya tinggal duduk manis di rumah. Di samping Jenny ada Arini yang tampak jauh lebih sedih. Sulit baginya melepaskan putrinya tinggal jauh, tapi ia harus melakukannya demi masa depan anaknya itu. “Jenny, nanti kamu di sana jaga diri baik-baik. Makan tepat waktu.” Jenny mengangguk, lalu menunduk. “Iya, Ma, aku akan jaga diri baik-baik dan makan tepat waktu.Arini memeluk Jenny. Alana yang duduk di samping sang ayah, melihat ibu dan anak yang tampak begitu bersedih. Sejujurnya ia pun merasa begitu sedih juga. Namun, memberikan ruang bagi ibu dan anak itu lebih dulu. “Kak, aku akan antar Kakak ke bandara dengan

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 118 Kantor Cabang

    Suasana ruang kerja Dave siang itu begitu hening. Meja kayu besar dengan berkas-berkas rapi di atasnya memberi kesan tegas dan disiplin. Di kursinya, Dave duduk dengan punggung tegak. Tatapannya fokus pada satu nama di daftar karyawan milik Jenny yang tadi dimintanya dari pihak HRD. Dave mengerti bahwa Alana berada dalam posisi sulit. Ia tidak ingin membuat istrinya terbebani, tapi juga tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan yang menyangkut perusahaan.“Baiklah,” gumam Dave lirih. “Kita lihat seberapa serius Jenny dalam tanggung jawabnya.” Dave segera meraih gagang telepon dan menghubungi asistennya. “Tolong panggilkan Jenny ke ruangku.”Tak lama, pintu diketuk pelan. Jenny masuk dengan wajah sedikit gugup. Ia memang sudah menunggu panggilan ini sejak Alana berjanji menyampaikan permintaannya.“Silakan duduk,” ucap Dave singkat, memberi isyarat pada kursi di hadapannya.Jenny duduk, berusaha menampilkan sikap percaya diri. “Terima kasih sudah memanggil saya, Pak Dave.”Dave me

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 117 Posisi Lebih Baik

    [Alana, bisakah kita bertemu saat jam makan siang?]Pesan itu berasal dari Jenny. Alana terdiam sejenak, mencoba menebak alasan Jenny tiba-tiba ingin bertemu. [Baiklah, kita bertemu di restoran biasa.]Ia menaruh kembali ponsel di meja setelah membalas pesan dari kakaknya itu. Kemuydian ia bangkit. Baru saja ia hendak melangkah ke arah pintu, suara berat terdengar. “Apa kamu sudah siap?” tanya Dave.Alana menoleh, menemukan suaminya yang tampak gagah dengan setelan kerja rapi. Wajahnya terlihat lebih segar pagi itu. Alana tersenyum kecil lalu menghampirinya, tangannya otomatis merapikan dasi Dave yang sedikit miring.“Aku sudah siap,” jawabnya pelan. Hari ini adalah hari pertamanya kembali bekerja setelah cuti menikah dan bulan madu. Ada semangat baru yang mengalir dalam dirinya. Kini ia sudah menyandang ‘istri Dave’.Sesampainya di kantor, Alana langsung menjadi pusat perhatian. Rekan-rekan kerjanya menyambutnya dengan senyum ramah, sebagian besar menanyakan tentang pernikahan dan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status