Share

Bab 7

"Cantik, biar kutanya, kalau Grup Vagant mengakhiri kerja sama dengan keluarga Armand, kira-kira apa yang akan terjadi dengan Perusahaan Material Fortune?" tanya Josh kepada wanita cantik itu.

"Mereka akan berakhir mengenaskan. Bisa dibilang bahwa Perusahaan Material Fortune bergantung pada Grup Vagant untuk bertahan hidup," jawab si wanita cantik.

"Oh, ya?" Senyuman Josh menjadi makin lebar. Dia telah terpikir akan sebuah ide.

"Tampan, semua orang di sini memanggilku Kak Ruby. Kamu boleh memanggilku seperti itu juga," ujar wanita cantik itu seraya menyunggingkan senyuman menggoda.

"Oke, Kak Ruby." Josh tersenyum layaknya seorang jentelmen.

"Siapa namamu?" tanya Ruby sembari tersenyum.

Pakaian Josh yang terlihat murahan memberi kesan bahwa dia hanyalah bocah miskin. Namun, ketika Josh meminta informasi darinya, dia rela mengeluarkan uang yang sangat banyak. Hal ini pun membuat Ruby merasa bahwa pria ini bukan orang biasa.

Josh menghabiskan bir dalam gelasnya, lalu menjawab, "Josh."

Ruby segera berpikir keras, tetapi tidak ada tokoh penting yang bernama Josh di Kota Sunrise.

"Berapa harga bir ini?" tanya Josh sambil meletakkan gelasnya.

"Nggak perlu bayar, aku yang mentraktirmu," balas Ruby seraya tersenyum.

"Kalau begitu, terima kasih banyak." Seusai mengatakan itu, Josh langsung bangkit dan keluar. Dia tidak terlalu menyukai suasana di dalam bar.

"Hm?" Josh tiba-tiba melihat sebuah sosok yang familier. Dia bergumam, "Elsa?"

Josh baru menyadari bahwa wanita yang bernyanyi di atas panggung adalah Elsa, ketua kelas mereka. Dia seketika teringat pada kejadian sore ini. Ketika Armand hendak memukulnya, Elsa bersuara untuk menghentikannya.

"Kenapa wanita ini bernyanyi di tempat seperti ini?" Josh benar-benar terkejut. Sepengetahuannya, Elsa adalah wanita yang pendiam. Namun, dia memiliki karakter yang sangat baik dan berprestasi. Begitu melihat Elsa bernyanyi di bar, kesan Josh terhadapnya langsung berubah drastis. Jika bukan karena paras dan suaranya sama, Josh pasti mengira dirinya sudah salah melihat.

"Suaranya bagus juga," puji Josh. Dia hanya tahu bahwa Elsa sangat cerdas dan suaranya enak didengar. Siapa sangka, ternyata nyanyian Elsa juga begitu merdu.

Josh yang awalnya sudah berniat untuk pergi pun berjalan masuk kembali. Bahkan, dia berdiri di antara kerumunan yang berada di bawah panggung.

Saat ini, ada banyak pemuda yang meneriaki Elsa. Beberapa dari mereka bahkan melontarkan kata-kata cabul. Tentunya, mereka tidak akan berani bertindak sembarangan di sini. Bagaimanapun, tempat ini dilindungi oleh para preman sehingga orang biasa tidak akan berani macam-macam.

Setelah Elsa selesai menyanyikan sebuah lagu, Josh menghalangi jalan yang akan dilewatinya saat turun dari panggung. Hari ini, Elsa mengenakan riasan. Begitu mendekat, Josh baru menyadari bahwa wanita ini lebih cantik dari biasanya.

"Ketua Kelas, kebetulan sekali. Aku nggak nyangka akan bertemu denganmu di sini," ujar Josh.

Begitu melihat Josh, tebersit kepanikan di sorot mata Elsa. Dia segera menghindar dari tatapan Josh, lalu menimpali, "Dik, sepertinya kamu salah orang? Namaku bukan Elsa."

Elsa sengaja memilih bar yang agak jauh dari universitas karena khawatir bertemu dengan temannya. Tanpa diduga, dia malah bertemu dengan Josh di sini.

"Ketua Kelas, paras dan suara yang sama mungkin hanya kebetulan. Tapi, tahi lalat di tulang selangka kalian juga sama. Aku rasa, ini bukan lagi suatu kebetulan, 'kan?" tanya Josh seraya tersenyum.

Elsa pun tertegun mendengarnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa.

"Ketua Kelas, aku belum sempat berterima kasih atas bantuanmu sore ini. Sebagai balasannya, gimana kalau aku mentraktirmu minum?" tanya Josh. Dia ingin mengetahui alasan mengapa Elsa datang ke tempat seperti ini untuk bernyanyi. Intuisi Josh memberitahunya bahwa Elsa adalah wanita baik-baik. Dia pasti memiliki kesulitan sehingga datang ke tempat ini.

"Josh, nggak perlu. Aku nggak bisa minum bir. Kalau kamu benar-benar ingin berterima kasih kepadaku, tolong rahasiakan kejadian hari ini dari siapa pun. Oke?" ujar Elsa dengan nada memohon.

"Tenang saja, aku bukan orang yang senang bergosip. Hanya saja, aku sangat penasaran kenapa kamu bernyanyi di tempat seperti ini? Aku rasa kamu bukan wanita nakal," tanya Josh.

Elsa pun menundukkan kepalanya dan menjawab dengan singkat, "Aku butuh uang."

"Kamu bisa bekerja paruh waktu di tempat lain, kenapa malah di sini? Kamu pasti tahu ini tempat apa. Tempat ini nggak aman untuk wanita secantikmu," sahut Josh.

"Terima kasih atas perhatianmu. Tapi, ada orang yang melindungi tempat ini. Orang biasa nggak akan berani macam-macam," balas Elsa seraya mengangkat kepalanya.

Saat ini, seorang pria berjas menghampiri keduanya. Elsa pun buru-buru menyapanya, "Pak."

Dilihat dari penampilannya, pria berjas ini seharusnya adalah manajer bar ini. Dia melirik Josh sekilas, lalu menoleh dan memerintahkan, "Elsa, kenapa kamu di sini? Cepat berdandan, kamu harus segera menyanyikan lagu berikutnya."

Elsa pun mengangguk dan bergegas mengikuti manajer itu ke luar. Saat ini, Josh tiba-tiba mengadang manajer itu dan berkata, "Dia nggak akan bernyanyi lagi."

Manajer itu pun mengerutkan dahinya seraya bertanya, "Bocah, memangnya siapa kamu? Bukan kamu yang membuat keputusan di sini."

"Pak, dia temanku. Tolong jangan marah," ujar Elsa yang bergegas menghentikan si manajer.

"Temanmu? Elsa, apa dia pacarmu, makanya dia nggak mengizinkanmu bernyanyi lagi di sini?" tanya si manajer sembari mengamati Josh. Kemudian, dia menghardik Josh dengan nada menghina, "Dasar bocah miskin. Cepat pergi dari sini!"

"Miskin? Hehe." Josh terkekeh-kekeh dengan sinis. Kemudian, dia mengeluarkan setumpuk uang dan melemparkannya ke arah manajer itu. Uang seketika berjatuhan di lantai. Kemudian, Josh melanjutkan dengan lantang, "Anggap saja semua ini uang ganti rugi karena Elsa nggak akan bernyanyi lagi malam ini. Sudah cukup, 'kan?"

Manajer itu termangu melihat Josh yang mengeluarkan begitu banyak uang. Saat ini, Josh kembali mengeluarkan uang dan melemparkannya ke arah si manajer lagi. Kemudian, dia berteriak, "Sudah cukup?"

Manajer itu menelan air liurnya. Jumlah uang ini setidaknya mencapai puluhan juta. Bocah ini malah melemparkannya sesuka hati? Asal tahu saja, dia tidak pernah bertemu dengan pelanggan seperti ini.

Melihat manajer itu diam, Josh lagi-lagi mengeluarkan segepok uang dan melemparkannya ke wajah si manajer. Dia bertanya dengan lantang, "Aku tanya, sudah cukup belum!"

"Su ... sudah ...," jawab manajer itu sembari buru-buru mengangguk. Dia bukanlah orang bodoh. Dia tahu bahwa orang yang sanggup melemparkan uang dengan sesuka hati bukanlah orang biasa. Pasti bocah ini memiliki latar belakang yang kuat. Dia tidak akan berani menyinggung orang seperti ini. Apalagi, ada begitu banyak uang di lantai sekarang.

"Kalau sudah cukup, pungut uang-uangmu dan pergi dari sini!" Seusai mengatakan itu, Josh menarik tangan Elsa dan berjalan ke luar.

Setelah keluar, Elsa masih merasa agak bingung. Dia pun bertanya, "Josh, ke ... kenapa kamu menjadi begitu kaya? Apa kamu melakukan hal-hal ilegal?"

Setahu Elsa, keluarga Josh sangatlah miskin. Josh bahkan mengajukan beasiswa untuk kuliahnya, mengapa dia tiba-tiba menjadi begitu kaya?

"Apa kamu percaya kalau aku bilang, aku adalah cucu Marcus Parker?" tanya Josh sambil tersenyum.

"Marcus Parker, pemilik Grup Vagant? Yang benar saja kamu?" sahut Elsa dengan tidak percaya.

"Wajar kalau kamu nggak percaya, aku saja nggak percaya. Anggap saja aku menang lotre," ujar Josh seraya merentangkan tangannya. Kemudian, dia mengeluarkan 40 juta dan menyodorkannya kepada Elsa. "Ambillah. Kelak, jangan bernyanyi lagi di tempat seperti ini."

"Nggak, nggak. Kita ini hanya teman sekelas, aku nggak mungkin menerima uang darimu. Apalagi, jumlahnya sangat banyak," tolak Elsa yang buru-buru melambaikan tangannya.

"Bukan masalah. Kamu adalah wanita baik-baik, nggak seharusnya berada di tempat kotor seperti ini, apalagi alasannya karena uang." Selesai berbicara, Josh langsung meletakkan uang tersebut ke tangan Elsa. Kemudian, dia menambahkan, "Tenang saja, aku nggak akan memberi tahu siapa pun tentang kejadian malam ini. Aku pamit dulu."

"Josh ...." Elsa menatap punggung Josh, lalu beralih menatap uang di tangannya. Tatapannya terlihat sangat rumit.

....

Setelah meninggalkan bar, Josh bersiap-siap untuk naik taksi dan pulang. Pada saat yang sama, dia juga berpikir bahwa sudah saatnya untuk membeli mobil.

Sebagian besar pria selalu bermimpi untuk memiliki mobil mewah. Dulu, Josh selalu merasa iri saat melihat mobil-mobil mewah di jalanan. Hanya saja, dia tidak berani berpikir untuk membeli mobil. Sebagai cucu dari orang terkaya di provinsi barat daya, jangankan membeli mobil, dia bahkan bisa membeli pesawat sekarang.

Saat ini, sebuah mobil van berwarna hitam tiba-tiba berhenti di hadapan Josh. Begitu pintu mobil dibuka, 4 pria berpakaian hitam langsung bergegas turun.

"Bocah, cepat masuk!" teriak salah satu pria berpakaian hitam itu. Mereka membawa paksa Josh. Kemudian, mobil van itu sontak melaju dengan kecepatan tinggi.

Di dalam mobil, Josh merasakan firasat buruk saat menatap 4 pria berpakaian hitam ini. Dia bertanya, "Siapa kalian?"

"Bocah, kamu nggak perlu tahu itu. Yang harus kamu tahu adalah kami akan membawamu ke tempat sepi dan memukulmu hingga cacat," balas pria kekar dengan kepala botak.

Mendengar ini, ekspresi Josh langsung berubah drastis. Meskipun dia adalah cucu dari orang terkaya, dia tidak menguasai ilmu bela diri. Josh yang teringat pada sesuatu pun segera bertanya, "Kalian diutus Keluarga Osborne, 'kan? Atau Alex yang mengutus kalian?"

"Diam!" teriak pria botak itu sambil memelototi Josh.

Josh menggertakkan gigi seraya berkata, "Nggak peduli siapa pun itu, aku akan membayar kalian 2 kali lipat. Kalian tangkap pelakunya untukku."

"Aku menyuruhmu diam! Preman seperti kami punya etika berbisnis, kamu ngerti?" hardik pria botak itu seraya membelalakkan matanya.

"Kalau begitu, 5 kali lipat!" balas Josh sambil mengulurkan kelima jarinya.

"Lima kali lipat?" Ketiga pria berpakaian hitam lainnya sontak tergerak saat mendengar tawaran ini, begitu juga dengan pria botak itu.

Kemudian, Josh berkata lagi, "Begini saja, aku bayar kalian 10 kali lipat. Kalian nggak perlu menangkap orang yang menyewa kalian, tapi beri tahu aku siapa orangnya."

"Kak, dia bilang 10 kali lipat. Kita bahkan nggak perlu melakukan apa-apa!" seru ketiga pria berpakaian hitam lainnya yang tidak bisa menahan diri lagi.

Pria botak itu tak kuasa bertanya, "Kamu ... benar-benar bisa membayar kami 10 kali lipat? Orang itu membayar kami 2 miliar. Kalau 10 kali lipat, berarti 20 miliar."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status