Sansan yang berada di luar, mendengar istrinya mengatakan suami, matanya langsung bersinar, dan sedikit gemetar. Ternyata istrinya menyimpan namanya didalam hatinya. Sansan sudah terbiasa dengan ejekan ibu mertuanya. Tapi sikap Soraya yang melindunginya itu, membuatnya sangat tersentuh.
“Hah? Apakah dia pantas menjadi suamimu? Seorang sampah tidak berguna yang hanya tahu makan dan menunggu kematian saja di rumah! Kalau bukan kita yang memberinya makan, dari awal dia sudah mati kelaparan!” Tasya tetap mencaci maki menantunya tanpa henti, "Coba kau lihat, apa ada pria yang tidak berguna dan bodoh seperti dia? Kalau bukan karena adanya kesepakatan kontrak, dari awal aku sudah menyuruh kalian untuk bercerai!" lanjutnya dengan penuh amarah.
Soraya merasa sakit hati saat mendengar perkataan Ibunya. Karena dia tahu dengan jelas, bahwa Sans juga tidak ingin ditakdirkan seperti ini, mau bagaimanapun ia tetap menganggap Sans sebagai suaminya. Meskipun suaminya selalu dihina, dicaci maki oleh keluarganya.
"Ibu, dengarkan aku, kita jual dulu rumah ini, untuk masalah di kemudian hari kita akan membahasnya kembali, lebih baik kita bayar hutang itu daripada harus menanggung bunga yang lebih besar, Bu!" ucap Soraya menegaskan, karena masalah ini harus segera diselesaikan. Jika lewat beberapa hari saja, mereka pun tidak akan bisa mengembalikan uang itu walaupun sudah menjual rumah.
Namun Tasya sangat keras kepala, "Aku sudah mengatakan begitu banyak hal padamu, tapi kau masih saja ingin menjual rumah? Kau sangat keras kepala, Soraya. Baiklah! Aku katakan sekali lagi padamu, jika kau berani menjual rumah ini, aku akan langsung lompat dari lantai atas!" ucap Ibunya tanpa memikirkan perasaan Soraya.
Ia yang mendengar ibunya berkata seperti itu, matanya langsung basah oleh air mata. Ia kemudian menarik nafas dalam-dalam. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia berbalik dan keluar sambil membanting pintu.
Sans langsung segera bersembunyi, sambil melihat bayangan istrinya yang pergi. Ia merasa sangat terharu akan sikap istrinya. Ternyata, istrinya berkelahi dengan ibunya demi dia, dan ingin menjual rumah demi dia juga. Bagaimana mungkin hatinya tidak tergerak karena perasaan ini?
Sansan hanya berdiam sambil memikirkan Soraya, "Istriku, aku pasti akan membuatmu menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini, semua orang akan sangat iri terhadapmu," gumam Sans dengan penuh tekad.
Tapi sebelum itu, dia harus berusaha membuat Soraya mencintainya. Dan ia harus membuat ibu mertuanya benar-benar mau menerimanya. Setelah keluar dari rumahnya, Sans sekilas melihat istrinya yang sedang duduk di atas Mobil Honda Civic Estilo yang sangat jadul.
Mobilnya harus distater beberapa kali baru bisa menyala, karena mobil ini adalah mobil tua. Mobil ini adalah mobil bekas yang mereka berdua beli, dan sekarang sudah hampir rusak. Mobil itu sering berhenti di tengah jalan, remnya juga tidak terlalu efektif.
Melihat mobil istrinya yang sudah melaju pergi, dalam hati Sans merenung sejenak. Lalu ia langsung naik taksi untuk pergi ke sebuah show room. Sekarang dia sendiri sudah punya uang, paling tidak, dia membiarkan wanita yang dicintainya memiliki mobil sendiri yang aman dikendarai.
Di depan pintu show room, Sans melihat-lihat sejenak, lalu pada akhirnya baru berjalan masuk ke dalam. Saat ini, seorang wanita yang berada di dalam taksi dengan mengenakan baju dress pendek yang seksi melihat Sansan yang masuk ke dalam show room. Ia merasa kenal dengan lelaki tersebut.
Ia segera mengarah ke supir taksi dan berteriak, "Berhenti, Pak!" ucap wanita itu. Setelah membayar, wanita itu berjalan masuk dengan sepatu hak tingginya, dan segera mencari Sansan yang tadi terlihat masuk ke dalam.
Fajar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sansan mengucapkan terima kasih dan menutup telepon.Hyorin mendengarkan seluruh percakapan mereka, wajahnya juga menjadi serius. "Apa yang harus kita lakukan?"Sansan berkata dengan tak berekspresi. "Pergi ke RS Kyoto dulu dan buat strategi," Sansan menatap Hyorin dengan sedikit ragu. "Tapi, sebelum itu kamu pergi dan bawa Soraya pulang!"Soraya adalah kelemahannya. Jika orang-orang itu ingin menyerangnya dan membiarkannya tertangkap, mereka pasti akan menyerang Soraya terlebih dulu. Jadi, melindungi Soraya adalah hal yang paling penting.Hyorin mengangguk. "Aku akan pergi!""Biarkan Busby pergi, kamu ikut aku ke RS Kyoto," ujar Sansan sambil berjalan.Hyorin tidak keberatan, Sansan menelepon Matt Busby, berbicara singkat tentang situasinya dan pergi ke RS Kyoto.***RS Kyoto.Sansan memanggil Ramdan dan Leona. "Hari-hari indah akan segera berakhir."Mereka tidak mengerti. Ketika Sansan memberi tahu berita tentang Henda dibunuh oleh Zoran, semua
"Brengsek!"Sansan benar-benar menganggap Hiden sebagai teman dekatnya. Jika tidak, dia tidak akan pergi mencari Hiden setelah menerima Grup Hour, apalagi memberikan Hiden banyak sumber daya untuk membuatnya berkembang.Alhasil, Hiden bekali-kali menyerobot sumber daya yang layak didapatkan Grup Hour secara diam-diam! Bahkan, dia melakukan tindakan kecil di belakang punggungnya dan sekarang bahkan mencari pembunuh untuk membunuhnya!Perasaan dikhianati oleh teman dekat ini membuat Sansan merasa tercekik. Jelas sekali mereka adalah teman dekat. Wardani bisa mati untuknya, tetapi Hiden malah ingin membunuhnya!"Ahh …" Sansan tinggal di gang gelap itu untuk waktu yang lama sebelum perlahan keluar dari gang, tetapi aura permusuhan di tubuhnya menjadi lebih berat dari sebelumnya.Ponsel Sansan terjatuh ketika dia dan Downey melompat keluar jendela. Saat itu, dia tidak ada waktu untuk mencari ponsel lagi. Setelah melompat keluar jendela, dia berusaha keras berlari.Mereka berada di depan Hy
"Tentu!" Sansan mengangguk tanpa terkejut, dan menghabiskan seteguk anggur terakhir. "Waktu untuk duel akan diatur secara terpisah. Sekarang bukan waktu yang tepat."Downey tidak keberatan.Pada saat ini, Sansan hendak bangun dan Downey tiba-tiba menahannya. Sansan bingung. "Kenapa? Apakah kamu ingin melakukannya sekarang?"Downey menatap dingin ke belakang Sansan, seolah sedang mengamati sesuatu. Sansan melihat ada yang tidak beres, berpaling untuk melihat dan dia melihat beberapa orang berpakaian rapi duduk di pojok sambil minum alkohol. Ketika Sansan menoleh untuk melihat, mereka dengan cepat menarik kembali pandangan mereka.Meskipun orang-orang ini tampil sebagai gangster kecil, tetapi niat membunuh di dalamnya belum sepenuhnya disimpan dan bisa dirasakan hanya dengan satu tatapan.Sansan mengerti dalam sekejap, berbalik dan berkata kepada Downe.y "Sepertinya ada yang datang untuk membunuhku lagi.""Mungkin masih orang yang sama?" Downey sepertinya tidak khawatir sama sekali, tap
Di dalam kamar. Setelah memastikan bahwa mereka telah pergi, ekspresi semua orang kembali normal dan seorang wanita pergi mengetuk pintu kamar mandi. Setelah beberapa saat, pintu kamar mandi terbuka dan Lou Zheng berjalan keluar.Ketika pria itu sedang berbicara di telepon, Lou Zheng kebetulan pergi ke kamar mandi. Ketika dia akan keluar, dia mendengar jeritan di dalam kamar dan tahu ada yang tidak beres, jadi dia tetap di dalam kamar mandi dan tidak keluar.Saat itu, Sansan mematikan suara lagu karena dia ingin bertanya, sehingga Lou Zheng bisa mendengar suara Sansan dengan jelas.'Sansan belum mati?! Dia bahkan datang sampai kesini.' Lou Zheng sangat gugup pada saat itu.Untungnya, orang-orangnya tahu apa yang harus dikatakan dan apa yang tidak boleh dikatakan. Jadi mereka tidak mengungkapkan identitasnya.Lou Zheng memandang semua orang dengan puas. "Bagus sekali! Setelah beberapa hari lagi, kalian akan menjadi eksekutif Grup Hour yang baru.""Baik, bos." Lou Zheng tersenyum.Sansa
Melihat Sansan yang menatapnya, ekspresi Downey berubah drastis, dia berusaha menahan dan akhirnya dia mengutuk. "Sialan, jangan omong kosong kamu!""Uhm …" Sansan terbatuk geli menatap mata Downey. "Hahaha …" Sansan tidak bisa menahan tawanya saat melihat alis Downey yang terangkat.Karena tatapan serius Downey, ditambah dengan kesan bahwa Sansan yang berperilaku baik, sangat lucu jika dia tiba-tiba mengutuk kalimat seperti itu.Raut wajah Downey semakin buruk. Bagaimanapun, dia telah mengutuk, jadi tidak ada bedanya jika dia mengutuk sekali lagi. "Sialan, apa yang kamu tertawakan?"Sansan tercengang, dan kemudian berkata dengan cukup serius. "Aku hanya tertawa saja!"Tatapan mata Downey langsung memuram dalam sekejap.Yang lain tampak berbeda ketika mereka melihatnya dan mata mereka diam-diam mengkomunikasikan sesuatu.Karena keremangan kamar, Sansan dan Downey tidak menyadari ada yang janggal dengan mata mereka. Sansan berhenti terawa dan menatap pria itu dengan tajam. "Satu kesemp
"Bodoh!" Pria itu berteriak dengan kesal. "Tentu saja si br*ngsek Sansan!""Tunggu?!" Usai bicara, pria itu merasa ada yang janggal, jadi dia segera berbalik. Ketika dia melihat Sansan yang baru saja dia sebut berdiri di depannya, dia langsung melebarkan matanya, "K-Kamu—"Dia sangat ketakutan hingga ponselnya jatuh ke lantai. Pria itu menggigil dan menunjuk ke arah Sansan.BRUK!Tiba-tiba Sansan yang sedang menatap sosok pria itu dengan tajam, dengan cepat menarik lengan pria itu dan membantingnya ke lantai.Saat ini, Downey yang berdiri di belakang Sansan berjalan keluar perlahan dan berkata dengan ringan. "Hei, tempramenmu tidak terlalu bagus.""Tidak juga," jawab Sansan dengan datar.Mereka juga mendengarnya tadi. Pria itu berkata bahwa Downey juga akan dibunuh bersama.Downey yang memikirkan itu mendengus pelan. "Aku terlibat karena kamu."Sansan hanya terdiam mendengar ucapan Downey, tanpa banyak basa basi lagi dia berjalan menuju sebuah ruangan lain.BRAK!Sansan menendang pint