Wisnu panas dingin mendengarkan penuturan sang ayah. Bagaimana bisa ia tak merasa cemas juga ketakutan mendengar perusahaan mereka sedang di landa kebangkrutan.Wisnu tak menyangka jika beberapa grafik terlihat jelas bagaimana mereka kini dunambang kehancuran. “Sekali kita melakukan kesalahan pada Anisa, satu kata terlontar akan membuat kita jatuh miskin. Makanya Papa bilang kalian jaga diri, jaga bicara saat dengan Anisa. Anisa itu sangat bahaya,” ujar sang ayah. “Tapi ini tidak tergantung dari Anisa, Pa.”“Lalu tergantung siapa? Istri baru kamu?”Wisnu bergeming mendengar apa yang di katakan sang ayah. Pak Hartawan pun sudah menginfokan pada perusahaan Anisa jika mereka ingin menjual anak cabang mereka. “Apa enggak ada cara lain selain menjual pada perusahaan Anisa?” tanya Wisnu. “Tidak ada karena kemungkinan hanya Anisa yang bisa membeli perusahaan kita,” ujar Pak Hartawan.Kepala Wisnu semakin mumet, apalagi Sinta dengan marah. Ia ingin membujuk, tapi sepetinya Sinta a
Abas bisa mengerti jika menjadi Anisa. Ia harus kuat menghadapi mantan suami yang seperti itu. Mereka pun langsung membayar ke kasir kemudian menuju tempat makan. “Nasi goreng aja, yang lain enggak sesuai sama lidahku.” “Tapi aku mau makan sushi, mau ya kita makan itu?”Anisa bergeming, ia tak bisa menolak karena beberapa hari lalu saja Anas mau menemani dirinya makanan warteg. Bahkan tanpa di suruh pun dia membuatkan banyak makanan untuknya. Abas sangat perhatian sampai membuat Anisa pun merasa nyaman dan juga sedikit melupakan kebahagiaan yang ia rasakan. Apalagi saat bertemu dengan Wisnu. Anisa pun menyetujui makan sushi. Abas memperhatikan Anisa Yang sejak tadi masam. Apalagi sejak bertemu dengan sang mantan. Hawanya terlihat sangat murung, juga uring-uringan.“Sejak tadi aku perhatikan kamu diam saja, apa kamu masih cemburu melihat Wisnu dengan istri barunya?” Anisa mengangkat kepala menatap Abas, ia menggigit bibir bawahnya lalu mencubit tangan pria itu. “Ih, sakit
Tiba-tiba Abas memeluk Anisa, seketika jantung perempuan itu hampir mau copot saat pelukan itu secara tidak langsung membuat dirinya bergeming. “Aku tidak bisa berjanji akan jika tidak akan pernah membuat kamu kecewa. Tapi, aku akan berusaha untuk selalu ada untuk kamu dan memberikan semua yang aku miliki termaksud cinta dan kaissh sayang.”Anisa mendorong tubuh Abas, ia merasa kikuk dengan suasana seperti itu. Ia merasa aneh saat dirinya sudah tak bisa percaya pada cinta, tapi Abas malah menawarkan sebuah rasa itu kembali. Anisa selalu menolak perasaan yang selalu hadir di saat bersama Abas. Ia takut untuk memulai kembali, tapi takdir malah menyatukan mereka. “A—aku tidak bisa menjanjikan apa pun padamu. Bahkan untuk cinta yang kamu katakan itu. Aku tidak bisa berjanji apa bisa mencintai kamu atau tidak.”“Aku tahu, setidaknya aku tidak mau pernikahan kita hanya sebuah sandiwara. Aku ingin kita memulai semuanya, bukan hanya drama yang kita mainkan di depan mereka.”Anisa men
“Cukup, Mas Wisnu itu enggak cinta sama kamu lagi, sekarang dia cintanya sama aku, mengerti!” Amarah Sinta tak terbendung mendengar Anisa mengatakan hal yang tak ia ketahui. Wisnu meminta rujuk dengan mantan istrinya dan ia tak tahu hal itu. Sinta merasa geram karena ternyata selama ini Wisnu berbuat curang di belakangnya.Anisa masih tetap santai menghadapi Sinta yang sudah begitu emosi. Puas rasanya sudah membuat orang yang membaut hidupnya hancur terlihat sangat menderita. Sudah pasti mereka akan ribut besar setelah ini. “Aku sih, tidak masalah dia tidak cinta aku. Beruntung, aku cerai darinya karena mungkin saat miskin aku akan lebih menderita hidup dengannya. Saat kaya saja aku menderita, bagaimana saat bangkrut seperti ini.” Anisa mengangkat bahunya, lalu seolah-olah bergidik ngeri.Sinta menarik napas dalam, menghadapi Anisa hanya membuat dirinya lelah. Hari ini ia pun tahu jika dirinya dan Wisnu resmi bercerai. Wisnu mengatakannya pagi tadi sebelum Sinta jalan ke kantor.
“Aku siap menjadi suamimu.”Keyakinan Abas membuat Anisa kembali memainkan garpu dan menunduk fokus pada spageti yang sudah siap di santap. Tak menyangka dirinya akan menikah dengan Abas dalam hitungan bulan. Abas menggenggam tangan Anisa, ia ingin Anisa mengerti jika dirinya tak main-main. Setelah tahu bagaimana hidupnya bersama dengan Wisnu, ia ingin menjadi pelindungnya. Anisa menatap Abas yang terlihat tulus untuk membahagiakan dirinya. Ia pun mengangguk tanda menerima semua yang akan diberikan Abas padanya. “Kita mulai dari nol, kita sama-sama belajar saling mencintai.”“Iya, Bas.”Makan malam yang seharusnya bersama klien, malah menjadi makan malam romantis keduanya. Mereka bak pasangan pengantin yang sedang kasmaran. Sesekali Abas menyuapi Anisa, lalu saling pandang. Sepanjang malam mereka saling bicara dan mencari kesamaan keduanya. “Kita itu mungkin memang jodoh, buktinya saat kamu pulang ke kampung, kita bertemu di bus, ingat enggak?” tanya Abas.“Oh, iya. Kamu y
Bu Atik mengela napas panjang, benar perkataan sang anak jika semua tak bisa di ubah. Harusnya mereka semua berlalu baik pada Anisa, bukan menuduhnya kacang lupa kulitnya.“Dia pantas bahagia, kita yang terlalu naif jika mengatakan Anisa lupa saat dia susah.”Bu Atik tak banyak bicara karena ia tak bisa mengelak apa yang dikatakan sang anak. Perbuatannya pada Anisa pun tak bisa dimaafkan, ia memperlakukan dirinya sebagai pembantu tanpa bayaran. Berteriak seenaknya, juga memakai dan menghujat setiap hari. Hal itu tentu membuat Anisa tak akan bisa melupakan setiap perbuatannya. Bahkan, Anisa pun sudah mempermalukan dirinya di depan semua orang. “Ibu!” Windy masuk dan langsung memeluk sang ibu. Bu Atik keheranan saat sang anak datang dengan membawa beberapa tas. Windy menangis sesenggukan saat berada di pelukan ibunya.“Kenapa kamu?” tanya Wisnu. “Mas Fahmi mengusirku, katanya dia menyesal memiliki istri seperti aku.” Windy menjelaskan dengan sesenggukan, sedangkan Wisnu mengepa
Hendra tertawa penuh kebahagiaan, ia pikir Anisa memberinya lampu hijau. Pria itu bersemangat saat menatap wajah cantik yang berada di hadapannya kini. Namun, Abas merasa tidak suka dengan apa yang di lakukan Anisa. “Aku pasti akan bisa adil, bahkan memperlakukan kamu bagai istri pertama karena kamu—.”“Karena aku aset yang paling berharga dalam mendapatkan harta dan perusahaan kakekku, begitu?”Anisa menatap Hendra dengan tajam. Kebenciannya pun mulai tumbuh karena sifat Hendra mirip mantan suaminya. Hanya memikirkan harta dan harta. Pria seperti Hendra pun tak akan pernah bisa setia dengan satu perempuan.“Enggak kok, Anisa Sayang.”“Sayangnya, kali ini aku memilih Abas. Saya enggak suka tipe pria berpoligami. Satu lagi, jangan pernah berpikir akan mengambil harta ayahku karena aku akan tetap bertahan dengan apa yang aku miliki. Silakan pergi dari rumah ini, kamu hanya benalu yang menumpang hidup di atas harta kekayaan kakekku.”“Kamu akan menyesal Anisa. Jangan sombong!”“S
Abas dan Anisa terkesiap mendengar suara Bu Asih, apalagi keduanya salah tingkah dan mulai muncul bumbu-bumbu cinta di antara mereka. Anisa pun langsung mencari akal menjawab ucapan sang ibu. “Ehm semalam Anisa hampir jatuh, karena tersandung. Untung aja enggak luka.”Abas berdusta dan mencari alasan. Bu Asih menghampiri sang anak lalu memperhatikan kaki Anisa yang katanya sakit terjatuh. Anisa pun pura-pura meringis saat ia bergerak pelan. “Kamu enggak apa-apa, Nak?” tanya Bu Asih. Anisa merasa tidak enak karena telah membohongi sang ibu. Namun, tidak mungkin ia mengatakan kalau dirinya habis berciuman dengan Abas. Walau tidak akan marah, tapi rasanya tak baik saja mengatakan hal seperti itu. “Bu hanya syok saya akunya. Aku mau pamit dulu,” ujar Anisa dan langsung mencium takzim punggung tangan sang ibu.Tak lama Abas pun menyusul karena mereka pun akan pergi bersama. Di dalam mobil, Anisa masih canggung. Begitu juga Abas, yang merasa tidak enak mengingat kelancangannya sem