Wajar memang jika Pak Hartawan bangkit sangat cepat karena memang ini semua salah Wisnu bukan ayahnya. Mereka pun tak akan meninggalkan Pak Hartawan hanya karena ulah sang anak. Anis menarik napas panjang saat tak sengaja netranya berserobok dengan Wisnu.Anisa langsung membuang muka dan tak mau bertatapan dengan mantan suaminya itu. Sama halnya dengan Wisnu, ia merasa masih sangat cemburu saat Anisa bersama Abas. Tak ingin hal itu semakin menjadi, Wisnu kembali fokus untuk berbincang dengan beberapa kliennya. Bu Atik tak tenang dengan kehadiran Nina, entah kenapa sang anak malah membawa istrinya yang kampungan itu ke makam malam ini. Sudah ia katakan pada sang anak untuk tidak mengajak Nina, tapi malah mengajaknya dengan alasan ia tak mau kalah dari Anisa. Bu Atik tidak lama pulang bersama sang suami. Juga Wisnu yang mengikuti sang ayah. Ada telepon dari Windy, dia berada di rumah sakit. Mereka semua cemas dan langsung menuju rumah sakit. Anisa melihat mereka semua pergi. Ia m
Pagi-pagi sekali, Anisa sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga suami. Hari ini adalah hari pertama Abas masuk kantor setelah mereka berbulan madu. Abas sendiri masih berada di kamar, laki-laki itu sedang bersiap-siap. Tidak menunggu lama, Abas sudah keluar dan menghampiri Anisa yang sedang sibuk di meja makan. Abas tersenyum saat melihat sang istri tengah sibuk menatap sarapan di meja makan.“Selamat pagi,” sapa Abas yang langsung dijawab oleh Anisa. “Duduk, Mas. Kita sarapan,” ajak Anisa. Abas mengangguk, lalu keduanya duduk berhadapan dan memulai acara sarapan mereka. Setelah selesai, Abas segera pamit untuk pergi ke kantor karena hari ini Anisa belum bisa masuk.Hari pertama masuk ke kantor, tidak serta merta membuat Abas tenang. Bahkan sudah banyak pekerjaan yang menunggu dirinya di sana. Sesampainya di ruangan, Abas segera duduk di kursi kerjanya dan mengerjakan tugas-tugas. Di sela kegiatan mengerjakan tugasnya, Abas tiba-tiba terin
Sepertinya Abas sangat cemas masalah Kinar, apalagi mantan kekasihnya itu tak bisa di mutasi untuk saat ini karena sebuah pekerjaan yang sedang ia kerjakan. Bagaimana bisa nanti jika Anisa tahu semua akan berantakan. Maju mundur Abas berpikir untuk menceritakan pada Anisa. Apa harus menceritakan atau tidak. Namun, jika sang istri tahu dari orang lain, hal itu sangat berbahaya. Marahnya akan lama bahkan membuat dirinya tak tenang.Sebuah pesan dari Anisa membuat ia kembali tak tenang. [Aku bosan di kantor, mau ke sana kita makan siang, mau?]Abas semakin gelisah memikirkan bagaimana bisa memulai untuk bercerita. Pasti ada hati yang tak tenang setelah ini. Tangan Abas gesit mengetik balasan.[Iya, mau. Datang saja]Dengan mengucap basmalah, ia pun gegas sedikit merapikan dokumen. Lalu kembali memutar otak untuk memulai bercerita. “Jadi gini, eh begini. Aduh, kok grogi aku.”Abas menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal, ia duduk sembari menatap jam di tangannya.“Kenapa kok
Bukan tidak mau menjawab, hanya saja dirinya seperti memakan buah simalakama. Cerita marah, bohong juga sama saja. Judulnya wanita selalu benar, jika dia marah dan ia pun harus mengalah dari sang istri.Anisa menatap intens sang suami sembari menunggu jawaban, Anisa pun memainkan ponsel lalu Kembali menatap ke arah sang suami.“Jadi, kamu mau menjawab atau aku yang mengatakan jika memang benar wanita itu datang menemui kamu.”“Maaf, memang Kinar datang karena ada beberapa pekerjaan yang salah. Jadi, aku memanggilnya itu pun tidak lama. Nis, jangan berpikiran macam-macam.”“Iya, aku percaya.”Mulut bicara percaya, tapi di hatinya terasa perih. Apalagi mengingat wanita itu mantan kekasih sang suami. Anisa menarik napas panjang, kenapa harus ada wanita itu setelah ia menikah.Abas pun merasa serba salah. Akan tetapi, ia pun lega karena sudah bercerita pada istrinya tentang Kinar dan Anisa tidak tahu dari orang lain. “Aku butuh suport kamu. Tolong percaya sama aku, Sayang.”Abas
Amira pun menepuk pundak Anisa, ia berharap tak terjadi sesuatu dengan dengan pernikahan mereka. Apalagi jika Abas mendadak bodoh dan kembali dekat dengan Kinar. Hal itu tak bisa membuatnya tenang, bahkan sejak pertama kali dirinya tahu jika wanita itu ada di kantor sang anak.Anisa pun masuk kamar setelah pamit pada sang mertua. Ia mencoba tenang, apa pun yang terjadi harus ia lewati sekali pun itu sangat sulit. “Sayang, masih memikirkan yang tadi?” Abas memeluk Anisa dari belakang. Lalu, ia mulai menciumi leher jenjang sang istri. Abas membalikkan tubuh Anisa hingga berhadapan dengannya. “Jangan banyak pikiran.” Kecupan mesra mendarat di bibir Anisa. Anisa pun menyambut, keduanya saling berpagut mesra. Abas menuntun sang istri ke ranjang dan mulai membuat Anisa kembali candu dengan sentuhan tangannya. ***Sebuah pesan masuk dari Kinar masuk ke ponsel Abas. Gegas ia menghapus tanpa membukanya. Anis masih di kamar mandi, Abas tak mau menerima risiko jika terjadi kemarahan besar da
Telinga Anisa panas saat mendengar ungkapan Kinar. Iya mendorong pintu ruangan lalu menampar pipi mantan kekasih suaminya itu. Tatapannya begitu menghujam seperti ingin menerkam.Kinar tidak menyangka jika Anisa hadir di saat tidak tepat. Istri dari mantan kekasihnya itu menatap bengis seperti hendak menerkam. “Kamu harusnya berpikir, bekerja di mana dan mencari makan di perusahaan siapa. Dia ini suamiku, dasar wanita tak punya malu bisa-bisa mengatakan ingin menjadi istri kedua. Enggak punya harga diri?” Abas menenangkan sang istri, sedangkan Kinar merasa sangat malu saat tangan Anisa menggapai pipinya. Habis sudah kesabaran Anisa, ia pikir tak akan menemukan perusak dalam rumah tangganya. Namun, nyatanya di awal pernikahan malah ia harus menguras tenaga untuk mengurus manusia seperti Kinar.“Ajukan surat pengunduran diri, mau berprestasi atau tidak, tetap saja perusak!”Kinar terkesiap saat tiba-tiba Anisa memecatnya. Bukan hanya Kinar, Abas pun hanya menatap kosong perten
“Tidak perlu ada yang di laporkan. Pecat saja secara tidak hormat. Di kantor ini tidak butuh orang seperti dia.” Bu Rahayu bersikap tegas.Seharusnya memang langsung di tindak sepeti itu jika tak ingin ada masalah. Sayangnya, Abas seolah-oleh memperkeruh masalah. “Buatkan saja suratnya. Biar kabar burung itu kita bereskan pelan-pelan.” Abas kembali menimpali.”Setelah itu mereka kembali ke ruangan masing-masing. Anisa pun sama kembali ke ruangan lali diikuti oleh Abas. “Kamu tenang saja.”“Kamu bilang kau harus tenang, sementara dia semena-mena di luar. Licik sekali dia ternyata.”Anisa tak henti terus mengomel pada Abas. Kekesalannya kali ini sungguh membuat ia tak mengerti dengan jalan pikiran Abas yang memintanya tenang.Tarikan napas Anisa terasa berat. Kali ini ia pun mengambil minum untuk menenangkan diri. Hal yang dia takutkan sebelum menikah adalah hal ini. “Kalau belum selesai bisa kamu selesaikan dulu dengan dia.”“Aku sudah menyelesaikan semuanya. Hanya saja te
Kinar melebarkan senyum mendengar tawaran Wisnu, teman lama yang kini bertemu kembali dan memiliki misi yang sama. Keduanya berjabat tangan, lalu saling pandang dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang ada di pikiran Wisnu, kini ia kembali memiliki dendam yang baginya harus tuntas. Merebut kembali Anisa atau merusak kebahagiaan mantan istrinya itu. “Mulai besok kamu bisa bekerja sama denganku. Menjadi sekretaris pribadiku.” “Dengan senang hati, kita hancurkan mereka. Aku mau lihat, apa mereka masih bisa tersenyum,” ucap Kinar.Bayangan Kinar pun penuh dengan kebencian. Apalagi lagi saat mengingat Abas. Sama dengan Wisnu, misinya adalah menghancurkan rumah tangga Anisa atau bisnisnya sekaligus. Sebagaimana Anisa menghancurkan hatinya juga Abas yang membuat jiwanya rapuh. Kedua orang jahat itu entah bagaimana bisa memiliki sifat sama. Wisnu menatap Kinar tanpa henti, melihat kecantikan teman lamanya itu membuat hasratnya bergairah. Apalagi jika mengingat Nina, istrinya yang