""Mas kita perlu bicara? ". Ucapku saat tahu mas Hendi tiba dirumah. Aku memang sudah menunggunya sedari tadi. Aku beruntung, mas Hendi pulang tidak terlalu malam hari ini sehingga aku tak perlu terlalu lama untuk menunggu mas Hendi dengan bosan disini. Satu lagi keberuntungan padaku, saat ini Laksmi sedang berada di kamarnya, sehingga aku tak perlu berdebat jika saja dia merasa aku akan merebut mas Hendi. "Mau bicara apa? Besok saja, mas capek". Ungkap mas Hendi tanpa sedikit pun melihat ke arahku. Aku menghela nafas pelan agar bisa tetap sabar menghadapi tingkah mas Hendi saat ini. "Biar Lisna bawakan mas". Tawarku saat melihat mas Hendi kepayahan untuk memegang tas kerjanya seraya ia ingin melepas dasinya. Entah apa yang terjadi dengan mas Hendi sekarang, ia tampak tak beraturan. Bukannya menjawab mas Hendi terdiam terpaku. Kini wajahnya ia perlihatkan di depan wajahku. Beberapa detik kemudian, keluar juga jawabannya yang malah mengoyak hati ini. "Tidak usah". Akhirnya tangank
"Kamu awasi terus, laporkan padaku jika ada sesuatu yang mencurigakan, apapun itu". Sebuah perintah baru saja ia keluarkan untuk Hendi, laki-laki yang secara hukum dan agama masih sah menjadi suami seorang wanita yang bernama Lisna. Ia sengaja melakukan hal tersebut karena mengetahui bahwa Lisna sudah keluar angkat kaki dari rumah suaminya itu. Dan itu artinya kesepakatan ia dan Lisna sudah mulai berjalan mulai sekarang. Aksi pun harus segera ia laksanakan sesuai keinginannya."Baik, Tuan". Setelah mengatakan kesanggupannya untuk mematuhi titah atasannya, salah satu bawahan Bayu segera meninggalkan dirinya. Bawahan tersebut merupakan salah satu andalan Bayu dan dengan sigap melakukan pekerjaan yang sudah ia kuasai selama ini. Tak akan ada kecacatan, begitulah hal yang harus terjadi.Tok... Tok.... Selang beberapa menit kemudian, suara ketukan terdengar di ruang kerja Bayu. Bayu menerka siapa yang datang kepadanya di waktu seperti ini, apakah Lisna? Ternyata ia sudah tak sabar ingi
"Stop, pak Bayu". Sampai dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh pak Bayu, membuat Lisna tidak kuat lagi untuk mendengar kalimat berikutnya. "Baiklah, jika kamu sudah siap, aku akan kembali melanjutkan. Itu teserah kamu, aku sebelumnya sudah mengingatkan". Ucap pak Bayu tanpa rasa bersalah. Hanya hening yang terasa di ruangan besar bercat putih bernuansa gaya klasik tersebut. Lisna masih mencerna kata-kata yang baru saja ia dengar. Satu pertanyaan didalam pikirannya, apakah ayah dan ibunya begitu menderita saat kehilangan aku, anaknya yang nyatanya masih hidup hingga detik ini. Selang beberapa menit kemudian, Lisna malah mengajukan pertanyaan kepada pak Bayu. Ia malah memilih untuk bertanya daripada meminta kembali jalan cerita tersebut untuk dilanjutkan. "Apakah kedua orang tuaku masih hidup? ".Pak Bayu menghela nafas saat mendengar pertanyaan dari Lisna. Sedangkan, di pihak Lisna ia mengerutkan dahinya, apakah maksud dari helaan nafas pak bayu? Apakah sekarang kedua orang
"Aku sudah menikahi Laksmi. Kini semua terserah padamu, kau mau tetap melanjutkan pernikahan ini atau tidak!".Bak petir di siang bolong, perkataan mas Hendi barusan menyambar-nyambar hatiku. Aku sesaat tak bisa memikirkan apa-apa, bingung, tak percaya, sedih, amarah, semua campur menjadi satu."Apa mas?". Kembali aku bertanya."Kau pikirkanlah apa yang telah kuucapkan tadi, Lis". Mas Hendi berkata penuh keegoisan.Lantas mas Hendi pergi begitu saja meninggalkan aku dan anak semata wayang kami di rumah ini. Aku beranjak dan melangkahkan kaki untuk mengejar mas Hendi yang sudah berada di teras rumah kami."Mas...". Aku sedikit berteriak memanggil suamiku.Mas Hendi berbalik dan menghentikan langkahnya kemudian berkata tegas padaku, "Aku akan pergi, satu minggu lagi baru pulang".Aku yang mendengar ucapan mas Hendi langsung menyadari apa maksudnya, terlebih aku melihat ada seorang perempuan yang berdandan menor di kursi depan mobilnya. "Apakah itu Laksmi mas? Apakah dia maduku?". Aku b
Krok... Krok... Krik... Krik...Suara kodok dan jangkrik menemani aku di malam ini yang tak bisa tidur. Aku membolak-balikkan tubuhku di kasur berulang kali, namun tak jua membuat mataku mau terpejam.Pikiranku selalu berujung berkelana kepada mas Hendi, ketika aku mencoba memikirkan yang lain selalu saja berlabuh lagi ke sosok suamiku itu. Hatiku sakit membayangkan dia sedang bersenang-senang sekarang dengan istri mudanya.Begitu tega ia mempermainkan perasaanku. Lima tahun yang lalu begitu manis ucapannya padaku, semanis kembang gula yang merah."Perkenalkan namaku, Hendi". Itulah sapaan pertama mas Hendi kepadaku saat pertama kali berjumpa. Senyum manisnya menggetarkan hatiku, wajahnya yang rupawan juga meruntuhkan dinding-dinding kokoh yang sengaja kubangun untuk lelaki manapun."Maaf mengejutkanmu, aku hanya ingin berkenalan denganmu". Sapanya lagi saat melihatku hanya diam membisu."Eh, hmm. Iya, namaku Lisna". Ujarku kikuk.Kini aku duduk berhadapan dengannya. Entah siapa laki-
"Jadi apa semua salah Lisna bu? Lisna tak pernah meminta anak ibu yaitu mas Hendi untuk menikahiku? Lalu apa sekarang Lisna yang harus pergi dari rumah ini?". Aku membalas perkataan ibu dengan emosi."Terserah kamu saja". Ujar ibu sambil berlalu dari meja makan.Aku memejamkan mata dan mencoba menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Aku berusaha untuk mengontrol emosiku sekarang."Ya Allah, pagi-pagi ibu mas Hendi sudah membuat hatiku kembali tersayat. Akankah aku bisa bertahan menghadapi semua ini?". Aku kini mencoba mengadu kepada sang pencipta manusia.Semoga Engkau bisa mengubah hati ibu Sari dan mas Hendi, ya Allah. Bukankah Engkau sang pembolak balik hati manusia dan hanya Engkaulah yang tahu mana yang terbaik untuk umatmu."Bunda... Bunda....".Suara kecil Airin terdengar sayup-sayup. Aku segera bergegas menuju ke kamar tidurku, anak gadisku mungkin saja sudah bangun."Eh, anak bunda sudah bangun, ya?". Ucapku pelan sambil mengecup pipi gembulnya.Airin menggeliat pel
Mataku kembali membulat sempurna, ketika sosok perempuan yang masuk mengiringi mas Hendi dari belakang. Aku jelas mengenalinya walaupun saat itu aku baru pertama kali melihatnya.Dia wanita yang menyayat hatiku beberapa hari ini. Dia wanita yang telah merebut hati dan tubuh mas Hendi dariku. Dia yang membuat mas Hendi tega mengkhianati aku dan pernikahan kami."Laksmi". Gumamku menahan emosi. "Lisna, kenapa kau ada di sini". Ucap mas Hendi berkata pelan.Aku yang tak menyangka akan ketemu mas Hendi apalagi bersama istri barunya itu hanya mampu terdiam kini. Pertanyaan dari mas Hendi bukan sengaja tak ku jawab namun mataku lebih memilih menjawabnya dengan air mata.Sudah beberapa hari aku tak bertemu dengan mas Hendi, namun kali ini dia menampakkan batang hidungnya bersama madu yang tak pernah aku setujui. "Mas Hendi". Hanya itu jawaban yang keluar dari mulutku."Nanti kita bicara lagi". Ucap mas Hendi seraya menarik kursi buat Laksmi dan sekarang baru ia mendudukkan bokongnya di kur
"Kalau kau tak suka, kau boleh pergi dari sini!".Deg.Ucapan yang keluar dari mulut mas Hendi sungguh melukai perasaanku yang masih sah sebagai istrinya. Setelah seminggu tak pulang ke rumah, malah menyuruh aku pergi dari rumah ini."Mas...". Gumamku pelan.Mas Hendi malah mengacuhkan panggilanku dan malah sibuk membawa barang-barang Laksmi. Kini mereka bertiga, mas Hendi, Laksmi dan ibu masuk ke dalam rumah meninggalkan aku dan Airin di luar rumah."Laksmi, ini kamarmu". Tunjuk ibu mas Hendi pada ruangan yang kemarin baru saja selesai aku bersihkan."Makasih ya bu". Ucap Laksmi dengan suaranya yang lembut."Ayo, Laksmi". Ajak mas Hendi menggamit lengan istri barunya itu.Aku yang seperti obat nyamuk di sini hanya diam melihat adegan demi adegan yang mereka lakukan. Mereka sudah tak menganggap keberadaan aku di sini."Apa benar mas, kau menginginkan aku pergi dari sini setelah kau menemukan wanita yang lebih muda dan kaya dariku?". Kataku pelan."Bunda, bunda, tante itu siapa?". Airi