Sejak Samuel semalam tiba di rumah tepi danaunya, para wartawan yang menduga-duga kalau pernikahan Samuel dan Rara akan dilakukan di rumah besar Samuel itu sudah berkeliaran di sekitar pintu gerbang, berharap bisa mendapatkan berita menghebohkan itu pertama kali.Namun, para pejaga yang Samuel tempatkan di gerbang rumahnya tentu menghalangi mereka untuk meliput. Alhasil, mereka hanya bisa menunggu Samuel muncul keluar rumahnya.Sementara Samuel tengah menikmati minuman bersama ketiga personel Stonedhell lain di studio musik pribadi yang ada di dalam rumah mewah itu."Kamu emang gila, Sam. Ini hal paling random yang pernah aku tahu, dilakukan oleh seseorang," kekeh Josef, disambut gelak tawa Dito. Sementara Nathan hanya diam saja memilin gelas berisi minuman beralkohol di tangannya."Aku juga nggak tahu. Idenya terlintas gitu aja, dan kakiku kaya berjalan sendiri ke arah Rara.""Serius? Jangan-jangan kamu diguna-guna sama dia," cebik Dito."Pernikahan ini nggak beneran kok, kalian udah
Samuel menarik tangan Rara yang masih membekap mulutnya, kemudian dia tertawa. Dia lihat wajah gadis itu pucat pasi, seperti ketakutan. Sungguh berlebihan reaksinya. Dia hanya ingin menggodai saja dengan ciuman kecil di bibir."Kesepakatan apa?" tanya Samuel."Kita tidur di kamar berbeda.""Oh, yang itu nggak bisa. Aku udah bilang alasannya, kan?"Rara menghela napas dalam-dalam. "Kalau gitu kesepakatannya adalah, Kak Sam nggak boleh ngapa-ngapain aku selama pernikahan," ujar Rara. Kalau tidak dibentengi sejak awal, takutnya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namanya juga dua orang berlawanan jenis yang berada dalam satu ruangan, berdua saja. Rara mungkin mudah saja menahan diri, selain dia tidak ada perasaan apa pun pada Samuel, dia juga takut dengan hal-hal semacam itu. Tapi, Samuel, dia pemuda normal yang bisa saja khilaf."Hmmm ... gimana, ya?" Samuel mengelus dagu, ragu-ragu untuk menjawab. "Aku coba, ya?" kekehnya."Kok cuma coba, Kak? Kakak harus setuju dengan kesepakatan y
"Serius kamu masih perawan ?""Apa sih nanya-nanya kaya gitu? Mau perawan atau enggak, bukan urusan kakak, di sini tugasku cuma jadi istri pura-pura, jadi masalah begituan nggak perlu dibahas." Rara berucap dengan sewotnya. Sebal juga melihat ekspresi penasaran di wajah Samuel. Apa sih yang dia pikirkan tentang dirinya yang masih perawan."Aku belum pernah cobain perawan, Ra."Mata Rara melotot. "Ya bodo amat! Awas, Kak, aku mau keluar!" Dia dorong tubuh Samuel yang menghalangi jalannya. Segera setelah ada kesempatan untuk membuka pintu, Rara kabur dari kamar tamu."Eh, siapa ini?" Rara terkejut saat tak sengaja berpapasan dengan seorang wanita paruh baya yang belum dia temui sebelumnya. Wanita itu sudah mendekati umur separuh abad sepertinya, tapi masih terlihat cantik dan elegan. Tubuhnya pun langsing dibalut pakaian casual yang mahal pastinya."Kamu pasti istrinya Samuel, ya?" Belum sempat Rara menjawab, Samuel sudah menyusul di belakangnya, dan tanpa ba-bi-bu, dia melingkarkan len
"Kamu ngapain di sini? Ngintip, ya?"Rara gelagapan. Namun dia berusaha bersikap tenang. Dengan angkuh dia mengangkat wajah. "Siapa yang ngintip. Aku abis cari minum di dapur terus kepikiran mau ngecek keyboardku. Kata Bu Via sudah diambil dari kos lamaku," karangnya. Padahal Rara pun tak tahu nasib keyboardnya di mana, karena saat selesai konser beberapa hari lalu, keyboardnya diurus oleh crew Stonedhell dan entah ditaruh di mana."Ngecek keyboard, ya?" kekeh Samuel. Dia tentu tahu keyboard milik Rara ada di studio Stonedhell, bukan di kos lama gadis itu. "Keyboard kamu udah kuno. Udah masuk di gudang studio. Sini masuk," pintanya kemudian."Kok dikasih gudang? Itu keyboard satu-satunya milikku, peninggalan dari ibuku," protes Rara."Udah sini masuk," ujar Samuel seraya menarik tangan Rara. Gadis itu ingin protes, tapi cekalan tangan Samuel begitu kuat hingga memaksanya masuk ke dalam studio. Rara terkagum-kagum dengan apa yang ada di dalam ruangan berhawa sejuk itu. Semua alat musik
Wajahnya cantik kebule-bulean. Hidung mancung dan kulit putih bersih. Fisiknya mendekati sempurna, hanya saja dia merasa keberuntungannya masih jauh. Bianca Downey, seorang model majalah pria dewasa yang bercita-cita menjadi bintang film terkenal. Namun, jalannya mengembangkan karir tidaklah semulus kulitnya. Meskipun dia adalah kekasih dari rockstar ternama negeri ini, tapi langkahnya dalam meniti karir tidaklah mudah.Apa karena skill aktingnya kurang. Entahlah. Selama ini dia hanya mendapat peran kecil di semua film yang dibintanginya. Meskipun namanya mencuat gara-gara memiliki hubungan dengan Samuel Rorimpandey si gitaris gahar Stonedhell, tapi orang-orang di industri film tidak pernah memandangnya.Saat putus asa, Bianca bertemu dengan Ronald Sinaga. Pria paruh baya yang merupakan produser film kaya raya dan terkenal. Ronald yang seorang duda dengan satu anak yang telah dewasa, jatuh cinta padanya. Tidak hanya itu, Ronald juga menawarkan sebuah popularitas yang tak dibayangkan B
"Ada es krim di bibir kamu," tunjuk Nathan pada bibir Rara. Gadis itu buru-buru mengelap bibir dengan punggung tangan."Ada tisyu kok, nih," ujar Nathan seraya mengambil dua lembar tisyu yang tersedia di atas meja.Rara meringis. Duh, kenapa jadi gugup begini, batinnya. Dia meraih tisyu dari tangan Nathan dan mengelap bibirnya. Jadi, selama menikmati es krim di kedai es krim itu, Rara lebih banyak menunduk dan pura-pura fokus pada mangkuk es krimnya."Kamu kenapa, Ra?""Hah? Memang aku kenapa?""Kayaknya salah tingkah banget."Kembali Rara meringis. Sial banget. Nathan menangkap kegugupan yang sedang melandanya. Terus harus jawab apa. Bayangkan saja, makan es krim berdua dengan basist-nya Stonedhell, apa itu bukan impian setiap perempuan."Udah selesai?" tanya Nathan."Oh, iya, udah." Es krim di mangkuk Rara sudah ludes saking dia tidak tahu harus ngobrol apa, jadinya dia makan dengan cepat."Bentar, ya ... aku bayar dulu."Saat Nathan beranjak dari duduknya, barulah Rara merasa lega.
Rara terbangun karena dadanya terasa sesak. Seperti ada benda berat yang menghimpit dan membuatnya susah napas. Beberapa saat mencerna apa yang terjadi, dia terpekik seraya mendorong kepala Samuel yang bertengger di dadanya."Auch! Apa sih, Ra?" Samuel tentu kaget tiba-tiba dikasari oleh Rara."Apaan sih, Kak? Ngapain tidurnya nempel-nempel gitu. Kan udah dipisahin guling!" seru Rara kesal sambil memperbaiki piyamanya yang berantakan."Namanya juga tidur, Ra. Mana aku tahu mau gerak ke mana." Samuel berucap seakan tak punya dosa."Kalau gini mending aku tidur di ruang tamu aja, deh." Rara hendak beranjak, tapi ditahan oleh Samuel."Jangan, dong, Ra!""Ya udah kalau gitu Kak Sam jaga jarak, dong," sungut Rara. Dia memperbaiki guling yang sudah tidak pada tempatnya. "Nih garisnya, udah jelas, kan?""Iya, iya," sahut Samuel sekenanya. Kenapa jadi Rara yang mengatur, ini kan kamarnya. Tapi anehnya Samuel menurut saja.Dasar rocker bagajulan, tidur nggak bisa anteng, gerutu Rara dalam hati
Malam itu adalah jadwal Stonedhell mengisi acara penganugerahan musik dan film yang ditayangkan di sebuah televisi swasta besar. Bagi Samuel, ini adalah kesempatannya untuk membuat Bianca menyesali keputusannya. Rencana ini sudah disampaikan oleh Samuel pada Rara beberapa hari sebelumnya."Setelah acara inti ada gathering, aku yakin Bianca pasti datang dengan suami brengseknya itu. Jadi, kamu harus bersikap seolah-olah kamu itu bener-bener istriku, Ra.""Emang aku harus ngapain, Kak?" tanya Rara dengan polosnya."Ya apa kek, peluk-peluk aku kek, cium pipi kek, terserah kamu lah yang penting kamu keliatan lengket aja sama aku.""Ish! Masa aku harus bersikap murahan kaya gitu?"Samuel mendecak kesal. "Kan cuma pura-pura, Ra. Gimana sih kamu ini? Udah deh, Ra ... kamu ikutin aja yang aku bilang."Rara manyun. "Iya, deh," timpalnya dengan berat hati.Dan malam ini setelah Stonedhell selesai mengisi acara, Samuel dan Rara menghadiri acara gathering yang diadakan di hall sebuah hotel bintan