Share

Doa Yang Terkabul

Bangun tidur pagi-pagi, yang Rara dapatkan adalah kabar baik. Dia diberitahu lewat pesan email kalau dirinya lolos seleksi pemain additional Stonedhell. Rara sampai membaca-baca ulang pesan itu memastikan kalau dia sedang tidak berhalusinasi.

Kalau sudah rezeki memang tidak ke mana, begitu kata Sari sahabatnya dan memang benar. Gajinya nanti akan cukup besar sehingga Rara tidak akan kebingungan lagi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Masih diselimuti rasa lega dan bahagia dalam hati, ponselnya berdering dan tampak nomer tidak dikenal menghiasi layar benda pipih itu. Tanpa menunggu lama, diangkatnya telepon dan suara seorang wanita terdengar dari seberang.

"Hari ini, Mbak? Jam sebelas siang latihan di studio? Iya, Mbak. Saya akan datang tepat waktu," ucap Rara dengan penuh semangat.

Rara melompat-lompat kegirangan. Akhirnya dia mendapatkan pekerjaan yang sesuai minat dan bakatnya selama ini. Pasti akan sangat menyenangkan, pikirnya. Pagi itu tiba-tiba Rara menjadi sangat rajin merapikan kamar kosnya yang biasanya berantakan. Dari merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel. Baju-baju di lemari yang tidak pernah rapi pun dia rapikan dengan sempurna.

Tiba saatnya dia musti bersiap-siap untuk pergi ke studio Stonedhell. Rara memakai pakaian rapi, mini dress warna hitam polos sepanjang lutut dan sepatu vintage kesayangan. Rambut panjangnya dia gerai begitu saja dan wajah manisnya dia poles dengan riasan tipis.

"Dih, kaya mau kencan aja," kekehnya saat mematut dirinya di dalam cermin. Rara akui penampilannya cukup menarik sampai-sampai ada beberapa menit dia memperhatikan wajah manisnya sendiri sambil senyum-senyum. Namun, dia cepat tersadar kalau dia harus segera pergi ke studio. Ini hari pertama latihan dengan band kesohor itu, dia tidak boleh menunjukkan kesan buruk jika sampai terlambat.

Siang yang panas, dengan menggendong softcase keyboard yang cukup berat, Rara harus naik angkot dari area kos-kosannya menuju halte busway terdekat yang akan membawanya ke studio. Sayangnya, angkotnya terjebak macet untuk beberapa saat dan alhasil dia tiba di gedung tempat studio Stonedhell terlambat dua puluh menit.

"Ruang latihan di sebelah mana ya, Mbak?" Rara yang kebingungan mencari ruang studio tempat dia akan latihan dengan Stonedhell, bertanya pada seorang wanita berbalut t-shirt hitam dengan gambar empat orang pemuda berambut panjang yang sedang melintas.

"Kamu additional player yang lolos kemarin, ya?" Wanita itu balik bertanya.

"Iya, Mbak."

"Ayo, aku antar ke ruang studio." Si wanita mengajak Rara ke lantai atas melewati tangga. Mereka pun tiba di lantai dua yang terdiri dari beberapa ruangan. Rara diantar ke salah satu ruangan di mana semua orang sudah berkumpul. Empat personel Stonedhell termasuk si angkuh Samuel, dan dua orang gadis dengan biola di tangan mereka, yang sepertinya juga adalah pemain additional yang lolos audisi.

"M-maaf, saya telat. Tadi macet," ucap Rara dengan wajah pucat. Pasalnya, semua orang yang ada di dalam ruangan menatap ke arahnya, termasuk Samuel yang langsung memasang ekspresi wajah tak suka.

"Lain kali jangan telat, ya?" Suara Nathan, yang ternyata adalah basist terlihat dari instrumen yang menggantung dari bahunya, membuat Rara merasa lega. Pemuda itu memang manis sekali dan ramah. Sangat berbeda dengan si angkuh yang berdiri di sampingnya.

Sambil menyiapkan keyboardnya dibantu oleh seorang crew, Rara berkenalan dengan dua pemain biola, Ana dan Lily. Keduanya sangat ramah dan cepat akrab dengan Rara.

"Okay, Ladies ... selamat datang ya di team Stonedhell. Latihan hari ini untuk showcase kita dua hari lagi di salah satu stasiun televisi, sekaligus sebagai tes kami untuk kalian bertiga apakah kalian bisa mengikuti performance kami." Suara Nathan membuat Rara dan dua temannya mengakhiri sesi keakraban di antara mereka.

Rara tersenyum sambil memperhatikan Nathan yang terlihat gagah dengan gitar basnya. Jika dipikir-pikir, sosok basist Stonedhell ini layak sekali untuk dijadikan pacar. Namun Rara buru-buru menepis pikiran aneh yang tiba-tiba melintas dalam benaknya itu.

Setelah beberapa menit briefing lagu-lagu yang akan dimainkan, ruangan studio dipenuhi dengan alunan lagu cadas yang sejujurnya terdengar asing di telinga Rara, tapi gadis itu bisa mengikuti dengan baik.

Latihan hari itu Rara lewati dengan lancar, meskipun ada sedikit kejanggalan yang dirasakan olehnya. Sepanjang latihan, terkadang tatapan mata Rara bertemu dengan tatapan miring Samuel tanpa disengaja. Saat hal itu terjadi, Rara buru-buru membuang pandangannya ke arah lain. Dia tidak tahu apa maksud tatapan si angkuh itu padanya. Berbeda dengan Nathan yang ramah, juga personel lain, Josef sang vocalist dan Dito sang drummer, si gitarist angkuh selalu menatapnya dengan tatapan remeh.


Selesai tampil di sebuah acara televisi bersama Stonedhell, Rara dan dua rekannya diminta untuk ikut sesi interview dengan para wartawan. Katanya untuk diperkenalkan pada publik bahwa mereka adalah pemain latar band kesohor itu.

Namun, Rara perhatikan, rupanya wartawan lebih tertarik melontarkan pertanyaan pada Samuel tentang hubungannya yang kandas dengan Bianca, dan peristiwa heboh yang pernah Sari ceritakan padanya. Rara mencondongkan badannya sedikit ke depan untuk melihat reaksi Samuel yang terhalang tiga personel Stonedhell yang lain. Entah kenapa dia merasa penasaran dengan reaksi pemuda itu.

Rara bisa melihat jelas Samuel sangat tidak nyaman dengan acara jumpa pers ini. Kedua telapak tangannya di atas meja mengepal keras seakan-akan hendak memukulkannya ke sana.

"Samuel, apa tanggapanmu tentang Bianca Downey yang akan melangsungkan pernikahan dengan Ronald Sinaga minggu ini?"

Rara mendecak mendengar pertanyaan wartawan yang dilontarkan untuk Samuel. Meskipun dia sebal dengan pemuda itu, tapi dia bisa merasakan betapa tidak nyamannya saat orang memberikan pertanyaan tentang sesuatu yang mungkin sangat menyakiti hatinya.

"Aku nggak peduli dia mau menikah minggu ini atau bahkan detik ini juga. Sudah ya, tolong kasih pertanyaan lain. Ini jumpa pers untuk acara kami tadi, bukan untuk masalah pribadi." Suara Samuel terdengar tenang. Namun, Rara bisa merasakan getaran amarah dalam nada suaranya.

"Kenapa begitu, Sam?" Wartawan yang belum puas dengan jawaban Samuel kembali melontarkan pertanyaan.

"Karena aku juga akan menikah," jawab Samuel. Bersamaan dengan itu, terdengar suara petir menggelegar dari luar gedung. Sepertinya ucapan Samuel telah disambut oleh alam semesta.

"Dengan siapa, Sam. Siapa perempuan yang akan kamu nikahi?"

Samuel tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arah Rara yang duduk di antara Nathan dan Lily. Rara terkejut bukan main saat Samuel kini telah berdiri di belakangnya, dan tanpa dia sangka-sangka, pemuda itu merangkul pundaknya.

"Ini calon istriku, kami akan menikah malam ini."

Semua yang ada di dalam ruangan itu terperangah, tak terkecuali tiga personel Stonedhell, terutama Nathan, dan dua rekan Rara. Sementara Rara terbengong mendengar ucapan Samuel. Tenggorokannya tercekat, seakan-akan ada makanan yang nyangkut di lehernya.

"A-apa maksudnya ini?" cicit Rara dengan suara yang sama sekali tidak keluar dari tenggorokannya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status