Share

Bab 2 Pergi Mendadak

Penulis: Sigma Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-02 20:57:40

Mata Debbie membelalak tidak percaya, mulutnya terbuka, tetapi dengan cepat ia tutup menggunakan tangannya. Setelah rasa terkejutnya hilang ia bertanya kepada Eric, “Pak, saya belum menyiapkan keperluan saya selama berada di pulau. Ke-kenapa begitu mendadak? Saya tidak melihat di jadwal Anda ada agenda pergi ke pulau.”

Eric bangkit dari duduknya, ia berjalan mendekati Debbie dan berdiri tepat di samping sekretarisnya itu. Ditundukkannya kepala, hingga bibirnya berada tepat di dekat telinga Debbie dan embusan hangat nafasnya dengan aroma mint menerpa leher wanita itu.

Bulu roma Debbie berdiri, ia merasa tidak nyaman dengan kedekatan antara dirinya dan bosnya. Ia menggeser posisi berdirinya untuk menjauhi Eric. Namun, pinggangnya dipegang dengan kasar.

“Kenapa kau terlihat takut? Apa kau fikir aku akan menggodamu? Aku sama sekali tidak tertarik kepada wanita jadi jauhkan adegan romantis dari kepalamu. Kau tidak perlu membawa apa-apa di pulau kau bisa membeli semua keperluanmu.” Erick menempelkan bibirnya di leher Debbie selama bebera saat.

Secara tiba-tiba ia mendorong Debbie menjauh dengan dingin ia berkata, “Mobil dan pesawatku sudah menunggu kita pergi sekarang juga.”

Bergegas Debbie keluar dari ruang kerja Eric menyusul bosnya itu. Yang telah berjalan terlebih dahulu dengan langkah gagahnya.

Pada saat keduanya berada dalam lift hanya ada mereka berdua saja. Debbie mengambil jarak dari bosnya itu, karena merasa gugup bercampur takut. Ada banyak pertanyaan di kepalanya, tetapi ia merasa kesulitan untuk bertanya secara langsung kepada bosnya tersebut.

Bunyi lift yang berdenting nyaring membuat Debbie terlonjak terkejut. Menarik perhatian Eric yang langsung melayangkan tatapan tajam kepadanya. “Apakah kamu tidak pernah berada dekat dengan pria berduaan saja? Saya tidak suka melihat kamu ketakutan, seperti kelinci yang masuk perangkap.”

Debbie meremas jemarinya yang saling bertautan untuk menghilangkan rasa gugupnya. “Maaf, Pak! Saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya terlalu terkejut saja mendapat ajakan secara mendadak dari Anda.”

Eric mengabaikan jawaban dari Debbie. Ia berjalan keluar lift dengan langkah gagah dan berwibawa. Debbie mengekor di belakangnya.

Pintu depan perusahaan dengan cepat dibukakan oleh petugas keamanan untuk Eric. Sopir pribadinya pun begitu melihat kehadirannya langsung membukakan kursi penumpang.

“Kita ke bandara!” perintah Eric kepada sopirnya.

“Siap, Tuan!” sahut sopir pribadi Eric.

Setibanya di bandara, Eric dan menggandeng tangan Debbie menuju pesawatnya berada. Tindakan Eric membuat Debbie menjadi terkejut. Dengan takut diliknya Eric yang melihat lurus ke depan denga tatapan dingin.

“Ba-bapak tidak perlu menggandeng tangan saya,” ucap Debbie pelan.

Eric tidak membuka suaranya, ia hanya memberikan tatapan tajam yang langsung dimengerti Debbie.

Debbie tidak berani lagi protes dengan apa yang dilakukan oleh Eric kepadanya. Sikap bosnya itu penuh teka-teki dan ia sama sekali tidak dapat memahaminya.

Berada dekat pesawat kedatangan mereka disambut oleh pilot. Yang menyambut kedatangan Eric dengan penuh hormat. Pilot tersebut tersenyum lebar, sambil menjabat tangan Eric.

“Istrimu memang cantik sekali pantas kau tidak mengenalkannya kepadaku sedari lama,” ucap pilot.

Pilot itu mengedipkan sebelah matanya menggoda Debbie secara main-main.

Debbie membuka mulut hendak menyangkal dugaan pilot, kalau ia adalah istri dari Eric. Namun, tekanan jemari bosnya memberikan kode kepadanya untuk menutup mulut.

Wajah Debbie menjadi bersemu merah, ketika pilot itu kembali menggodanya. Membuat ia merasa serba salah. Bibirnya ingin menyangkal apa yang dikatakan pilot itu, tetapi hatinya justru merasa senang.

Eric menarik lepas tangan Debbie dari genggaman pilot. Dengan suara datar ia mengingatkan kepada Debbie untuk segera masuk ke pesawat.

Debbie memberikan senyuman meminta maaf kepada pilot itu, karena sikap kasar Eric. Ia berjalan memasuki pesawat terebut, tetapi ia bingung harus duduk di mana. Ditunggunya sampai Eric masuk dan duduk barulah dirinya.

Eric memasuki pesawat tatapannya langsung tertuju kepada Debbie. “Kenapa kamu berdiri saja? Atau kamu memang ingin berdiri sepanjang penerbangan?”

Dengan cepat Debbie menggelengkan kepala. Ia memilih duduk pada sembarang kursi yang ada di pesawat tersebut.

Ia menjadi terkejut, karena Eric memilih duduk di kursi pesawat yang ada di sebelahnya. Padahal bisa saja pria itu duduk di bagian lain yang masih kosong.

“Kita tidak mau mengecewakan pillot, bukan? Dengan melihat kita pasangan suami istri yang sedang berbahagia duduk terpisah,” ejek Eric.

Debbie menjadi tidak nyaman, ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh bosnya itu. “Sebenarnya kenapa Bapak membawa saya ke pulau itu? Ada apa dengan istri Bapak sampai ia tidak ikut terbang dengan Bapak?”

Eric memalingkan wajah menatap tepat mata Debbie dengan mata yang menyala marah. Dengan suara mendesis menahan, agar tidak bersuara keras ia berkata, “Apa yang terjadi dengan istriku bukanlah urusanmu!”

Debbie menelan ludahnya dengan sukar tenggorokannya menjadi kering. Nadi di lehernya berdenyut dengan cepat. Dikerjapkannya mata untuk mengusir butir air mata yang hendak tumpah.

Ia tidak ingin duduk dekat Eric, tetapi ia juga tidak dapat pindah posisi duduk. Karena hanya akan membuat Eric menjadi marah.

Satu-satunya cara yang dirasanya aman hanyalah memejamkan mata saja. Ia tidak mau mendengar suara bernada kasar terlontar dari bibir bosnya. Dirinya merasa tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.

Dirasakannya getaran pada pesawat membuat ia terbangun dari tidurnya. Dan ia menjadi terkejut ketika menyadari dirinya tertidur di pelukan Eric. Matanya bertatapan dengan mata bosnya yang dingin.

“Ma-maaf, Pak! Saya tidak sadar tertidur di dada Bapak,” gagap Debbie.

Cepat-cepat ia menjauh dari dada Eric dan ditundukkannya kepala. Tidak berani menatap mata Eric. Tangannya basah, karena keringat dingin. Ia menjadi takut akan dimaki oleh Erik dengan kata-kata kasar dan tuduhan yang tidak masuk akal.

Tangan Eric terulur diangkatnya dagu Debbie, sampai mata mereka bertemu. Satu jari Eric mengusap air mata yang jatuh di pelupuk mata Debbie. “Aku tidak akan meminta maaf kepadamu, untuk apa yang sudah kukatakan. Kau pantas mendapatkannya.”

Dengan tangan yang gemetar Debbie mencoba melepas tangan Eric dari dagunya. Mata yang tadinya terlihat sendu mengerjap emosi. “Seharusnya saya menolak ajakan Bapak. Karena ini bukanlah urusan pekerjaan dan tidak ada hubungannya dengan saya.”

Usaha Debbie melepaskan tangan Eric tidak berhasil. Pria itu malah mencekau dagunya dengan kasar. “Kalau kau menolak aku akan memecatmu dan membuat kau harus membayar pinalti, karena bekerja tidak sesuai dengan perjanjian yang telah kau tanda tangani!”

Tangan Debbie secara impuls melayangkan tamparan di wajah Eric. Yang langsung saja disesalinya, karena sudah melakukan kesalahan.

Debbie memejamkan matanya mengira, kalau Eric akan balas menamparnya. Namun, apa yang dilakukan oleh pria itu berlawanan dengan dugaannya.

“Hukuman apa yang pantas kuberikan kepadamu, karena sudah berani menamparku,” bisik Eric tepat di telinga Debbie.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Badai

    Debbie membalikan badan dan sontak saja rasa takut, serta terkejutnya berubah menjadi emosi. “Lepaskan saya! Saya mau pergi dari tempat terasing ini. Kamu tidak berhak menahanku di sini dan aku akan melaporkanmu kepada polisi!”Bukannya menuruti pemintaan Debbie, Erick justru menurunkan wanita itu secara perlahan menemel badan Eric. Hingga Debbie dapat merasakan panasya badan Erick, walaupun tengah diguyur hujan deras.Erick menempelkan bibirnya tepat di telinga Debbie. “Kenapa kau terlihat terkejut? Pria mana yang tidak akan menjadi bergairah melihat penampilanmu saat ini. Rambut yang berantakan dan pakaian yang tipis menempel ketat memperlihatkan lekuk tubuh.”Dada Debbie naik turun deru nafasnya terdengar cepat. Ia menggigit pundak Erick, agar pria itu melepaskan pegangan di pinggangnya. Karena sentuhan pria itu mulai mempengaruhiya di mana ia seharusnya membenci pria itu.“Kau pria yang kejam! Apa maumu dengan meninggalkanku terkurung di tempat yang terpencil ini? Apakah kau ingin

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Kembali Ditinggal

    Keterpukauan Debbie berubah menjadi emosi dengan galak ia berkata, “TIDAK!”Erick mengangkat pundaknya, kemudian berlalu pergi dari kamar mandi, sambil bersiul. Begitu sudah berada di luar Erick menarik nafas lega. Ia berhasil mencegah dirinya untuk tidak menarik Debbie mengajak sekrretarisnya itu. Bercinta untuk kesekian kalinya.‘Ada apa dengan diriku? Mengapa aku dengan mudah tergoda kepada wanita itu dan melupakan istriku?’ gumam Eric.Ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamar Erick melempar handuk yang dipakainya ke atas tempat tidur. Berjalan menuju walking closet. Diambilnya kaos pas badan, serta celana kain. Selesai berpakaian Erick keluar dari kamarnya.Pada saat berada di tengah tangga Erick berpapasan dengan Debbie. Selama sesaat yang singkat keduanya terdiam. Hanya saling pandang dengan tatapan yang tidak dapat dibaca.Debbielah yang lebih dahulu tersadar. Dibasahinya bibir yang terasa kering dengan lidahnya. Ia tidak mau Erick salah menduga dirinya. De

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Kamar Mandi

    Wajah Debbie bersemu merrah, dengan nada suara kesal ia berkata, “Dalam keadaan sedang mabuk saja kamu masih menyebalkan seperti ini.”Sambil mengentakan kaki Debbie berjalan keluar dari kamar mandi tersebut. Namun, baru beberapa langkah ia mendengar suara berdebum benda jatuh dengan keras disertai umpatan nyaring.Debbie bergegas kembali ke kamar mandi ia menjadi ragu hendak mendekat ke arah Eric, yang jatuh tersandar pada dinding kamar mandi dengan luka berdarah di pelipisnya.Suara erangan sakit yang keluar dari bibir Eric membuat Debbie maju mendekat untuk menolong Eric. Berlutut di hadapan Eric yang bertelanjang dada hanya memakai celana dalam. Yang membuat penampilan Eric begitu menggoda mendebarkan jantung Debbie.“Brengsek, kau Debbie! Apakah kau hanya akan diam saja memandangi tubuhku? Dengan matamu yang berseri, gaun tidurmu yang basah, hingga aku dapat melihat dengan jelas isi di balik gaun itu!” ejek Eric.Debbie mengepalkan kedua tangan untuk mengatasi rasa malu, karena

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Mabuk

    “Biarkan saja ia sendirian di sini!” tandas Eric.Eric berjalan keluar dari rumah itu tanpa menoleh ke belakang. Diikuti oleh pegawainya yang juga menjadi sopir pribadinya selama ia berada di pulau tersebut.Mobil yang dikemudikan sopir Eric berhenti di depan sebuah bar yang ada di kota. Jauh dari rumahnya di mana pada saat ini. Turun dari mobil Eric memasuki bar tersebut dan duduk di depan meja bartender.“Buatkan aku minuman paling keras!” perintah Eric kepada bartender.Bartender dengan kepala pelontos itu menatap Eric dengan senyum lebar di wajahnya. Memperlihatkan giginya yang rapi dan putih bersih.“Jadi sudah berapa lama kau berada di pulau ini, Bos? Aku tidak mendengar kedatanganmu kali ini. Apakah kau akan lama berada di pulau ini?” tanya bartender tersebut, sambil meracik minuman untuk Eric.Eric melayangkan tatapan tajam menusuk kepada bartender tersebut. “Kau menjadi cerewet sejak terakhir kita bertemu. Aku tidak perlu menjelaskan apa pun juga kepadamu!”Bukannya marah men

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   BAB 10 Kegelisahan Debbie

    M 3Wajah Debbie menjadi merah seperti kepiting rebus. Ia mengacungkan kepalan tangannya ke arah Eric. “Silakan saja berpuas diri, tetapi saya tidak akan mau mengakui apa pun juga!”Dengan langkah cepat Debbie berjalan meninggalkan Eric. Sesampai di rumah ia langsung masuk kamar dan mengunci pintunya.Berada dalam kamar mandi Debbie menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Pantulan matanya terlihat berbinar dengan rona bahagia. Tangan Debbie terulur mengusap pipinya yang terlihat merona.‘Apa yang terjadi denganku? Aku tidak boleh merasa tertarik sedikit pun juga kepada Eric. Ia sudah menikah. Menyukainya hanya akan membuatku menderita saja,’ batin Debbie.Ia menggeleng berulang kali coba mengusir bayangan percintaannya dengan Eric. Suara desahan terlontar dari bibir Debbie. Dipejamkannya mata, sambil menggigit bibir. Ia merasa benci kepada dirinya yang begitu lemah hingga dengan mudahnya terkena pesona bosnya itu.Beranjak dari depan cermin wastafel Debbie menuju bathub dan

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 9 Bercinta

    Menggunakan kakinya Debbie menendang lutut Eric. Hingga dirinya berhasil terbebas dari Eric. Dengan nafas yang memburu dan mata menyala karena emosi Debbie menatap tajam Eric. “Simpan jauh-jauh fikiran itu dari kepalamu! Aku tidak akan pernah secara suka rela bersedia kau sentuh.”Eric mengerucutkan bibirnya, ia memandang Debbie dengan santai ia berkata, “Mengapa tidak? Kau begitu menyedihkan hingga membuatku merasa kasian kepadamu. Sekarang berhentilah berpura-pura kau tidak menyukainya.”Wajah Debbie berubah menjadi merah rasa marah dan malu bercampur menjadi satu. Ia tidak mengerti mengapa begitu lihainya Eric bermain kata. Akan tetapi, mengapa juga ia harus merasa heran? Bukankah bosnya itu memiliki sifat yang tidak mudah ditebaknya. Hal itu baru diketahuinya hanya beberapa jam setelah mereka berada di pulau terpencil ini.Jentikan jari Eric tepat di depan wajah menyadarkan Debbie dari lamunannya. Ia menggembungkan pipi dan mengempiskannya kembali. “Saya tidak akan mendebatnya kar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status