Berniat memberi kejutan kepada istrinya, Eric justru mendapati istrinya itu sedang bercinta di atas ranjang mereka dengan sahabatnya. Merasa marah dan kecewa, Eric membawa sekretarisnya, Debbie pergi ke sebuah pulau terpencil. Di mana ia merencanakan kejutan untuk istrinya. Selama berada di pulau yang sepi dan harus berada di rumah yang sama menimbulkan rasa ketertarikan di hati keduanya. Akankah hubungan mereka berlanjut? Bagaimana dengan kelanjutan hubungan rumah tangga Eric dan Jenny?
View More“Ssh! Tenanglah, ia tidak akan peduli. Dirinya lebih mengutamakan pekerjaan daripada aku, istrinya.” Jenny menelusuri dada telanjang Lewis dengan jari-jari lentiknya yang kuku-kukunya dicat merah menyala.
Tak ada percakapan lagi yang tercipta di tempat tidur itu. Hanya bunyi percintaan mereka berdua saja yang terdengar. Keduanya asyik memadu kasih dengan saling berbagi cumbuan.
***
Eric melihat jam di tangannya, sekarang jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Ia belum menikmati makan siangnya.
Bangkit dari kursi kerjanya, Eric berjalan keluar dari rung kerjanya. Dilihatnya, Debbie, sekretarisnya sedang merapikan pekerjaannya.
“Saya akan makan siang dengan istriku! Tolong atur ulang jadwalku untuk hari ini aku tidak akan kembali ke kantor,” ucap Eric mengejutkan Debbie.
Kertas-kertas yang ada di tangan Debbie jatuh berhamburan di meja. Ia tidak meyadari kehadiran bosnya. “Ba-baik, Bos!”
Erci terus berjalan, melalui koridor menuju lift. Ia mengabaikan sapaan pegawainya yang kebetulan berada dalam lift yang sama dengannya.
“Ke rumah!” perintah Eric kepada sopir pribadinya.
“Siap, Tuan!” sahut sopirnya.
Eric akan memberi kejutan kepada istrinya di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Ia akan mengajak istrinya itu ke tempat yang romantis.
Mobil berhenti di halaman rumahnya yang luas dengan tanaman perdu, serta bunga-bunga menghiasi halaman.
‘Kenapa ada mobil Lewis di sini? Apa yang dilakukanya di rumahku?’ Eric mengerutkan keningnya melihat ke arah mobil sahabatnya.
Dipercepatnya langkah memasuki rumah. Asisten rumah tangga yang membukakan pintu untuknya terkejut melihat kepulangannya.
“Tu-tuan Eric! Mengapa Anda pulang cepat?” gagap pelayan itu.
Eric melayangkan tatapan dingin kepada pelayan itu. “Kenapa aku tidak boleh pulang ke rumahku kapa saja? Apakah ada yang kau sembunyikan dariku? Di mana istriku? Tidak! Jangan beritahu aku akan mencarinya sendiri dan kau jangan coba-coba untuk memberitahukan kedatanganku. Karena aku akan memberikan kejutan untuk istriku.”
Eric berjalan menaiki tangga dengan langkah cepat. Ia bahkan menaiki dua anak tangga sekaligus. Begitu berada di depan pintu kamarnya yang terbuka sedikit, ia dapat mendengar suara-suara dan desahan.
Kedua tangan Eric terkepal di samping badannya, matanya menyala karena emosi. Dengan tidak sabar dibukanya pintu kamar lebar-lebar untuk melihat apa yang terjadi di dalam kamarnya.
“Wow! Sungguh kejutan yang menjijikkan. Aku pulang cepat untuk memberikan kejutan kepada istriku yang cantik di hari ulang tahun pernikahan kami. Akan tetapi, lihatlah! Ternyata diriku yang mendapat kejutan. Istriku bercinta dengan sahabat baikku sendiri.” Eric bertepuk tangan dengan keras.
Sontak saja Lewis dan Jenny menjadi terkejut. Tangan Jenny mendorong dada Lewis menjauh dari atas badannya. Wajah keduanya terlihat terkejut tidak menyangka akan melihat kedatangan Eric secepat ini.
“E-eric! Kau pulang cepat. A-aku bisa menjelaskan apa yang terjadi,” gagap Jenny, istri Lewis. Tangannya memegang selimut dengan erat untuk menutupi tubuhnya yang tanpa pakaian.
Sementara Lewis menutupi bagian intimnya menggunakan tangan. Dengan tergesa dan gugup ia memakai celana dalamnya. Namun, saat ia akan memakai celana kainnya ia merasakan tendangan di pantatnya, hingga ia jatuh tersungkur di lantai.
“Eric, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk mengkhianati persahabatan kita. Hanya saja semuanya terjadi begitu saja. Kami tidak dapat menghindari perasaan tertarik,” terang Lewis.
“Sialan kau, Lewis! Aku menganggapmu, seperti saudaraku sendiri. Aku mempercayaimu, tetapi apa balasan yang kau berikan kepadaku?” bentak Eric.
Jenny terdiam, ia tidak berani membuka suara. Di tutupnya mulut, agar isak tangis yang keluar dari bibirnya tidak memancing emosi suaminya itu.
Eric mengalihkan pandangannya dari Lewis kepada istrinya yang terlihat ketakutan. “Aku memberikan waktu kepadamu satu minggu untuk keluar dari rumah ini! Pengacaraku akan mengurus perceraian kita dan aku tidak mau kau menghubungiku. Kau hanya boleh berhubungan dengan pengacaraku saja!”
Eric berjalan keluar dari kamarnya, tetapi di depan pintu ia berhenti. Dilayangkannya tatapan dingin kepada Lewis. “Kau beruntung aku tidak membunuhmu! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi persahabatan kita sudah putus.”
Keluar dari kamar itu Eric menutup pintunya dengan keras, sampai menimbulkan bunyi yang nyaring. Ia tidak peduli, kalau pintu itu terlepas sekalian.
Dituruninya anak tangga dengan cepat dan ia hampir saja menabrak pelayannya. Wajah pelayan itu terlihat ketakutan melihat ekspresi Eric yang sangat dingiin dan sorot matanya yang, seperti siap memangsa.
“Apakah kau mengetahui, kalau selama ini istriku berselingkuh?” tanya Eric dingin.
Pelayan itu tidak dapat membuka suaranya, karena terlalu takut. Ia hanya menganggukkan kepala saja. Menyingkir ke samping, agar tidak menghalangi jalan tuannya.
Eric terus berjalan dengan wajah dinginnya. Dibukanya pintu secara kasar, sampai membuat sopir pribadinya yang sedang duduk santai di teras menunggunya menjadi terkejut.
“Kembali ke kantor!” tegas Eric.
Sopirnya dengan cepat tersadar dari rasa terkejutnya. Bergegas ia membukakan pintu mobil bagian penumpang untuk Eric. Setelahnya, ia berputar duduk di balik kemudi. Dinyalakannya mesin mobil melaju meninggalkan rumah mewah tersebut.
***
Selesai membereskan barang-barangnya dan memastikan pekerjaannya sudah tersimpan rapi. Debbie berjalan keluar kantor untuk menikmati makan siangnya. Di restoran yang terletak tidak jauh dari tempatnya bekerja.
Ia baru saja beberapa suap menikmati salad yang dipesannya. Ketika ponselnya yang ia letakkan di atas meja berdering. Dikerutkannya kening, saat melihat siapa yang menghubunginya.
‘Pak, Eric. Kenapa ia menghubungiku? Bukannya ia akan makan siang dengan istrinya?’ batin Debbie.
Tidak mau membuat bosnya menunggu lama Debbie mengangkat telepon itu. Belum sempat ia membuka suara, Ericlah yang lebih dahulu berbicara.‘Kenapa kamu lama sekali baru mengangkat telepon dariku? Sekarang juga kembali ke kantor!’ seru Eric.
Klik
Sambungan telepon di tutup begitu saja, tanpa mendengarkan jawaban dari Debbie.
Debbie memandangi layar ponselnya yang telah menjadi gelap, kemudian piring saladnya yang masih tersisa banyak. Ia masih lapar, tetapi ia tidak berani membuat bosnya yang terdengar sedang marah menunggu lama.
Dimasukkannya ponsel ke dalam tas, ia berjalan keluar dari restoran tersebut dengan cepat dan hati yang bertanya-tanya.
Sesampainya di depan pintu ruang kerja Eric. Ditariknya nafas dalam-dalam, lalu ia hembuskan dengan kasar. Tangannya baru terangkat hendak mengetuk pintu, saat sebuah suara dengan nada bariton menegurnya.
‘Masuklah!” perintah Eric dingin.
Di bukanya pintu dengan perasaan gugup, karena takut ia sudah melakukan kesalahan kepada bosnya itu. Berdiri di depan meja kerja Eric dengan tangan saling bertautan. Ia tidak berani duduk, sebelum dipersilakan.
Eric mendengar dari layar laptonya. Ditatapnya tajam Debbie dari atas ke bawah dengan teliti. “Kamu akan ikut saya pergi ke sebuah pulau! Kita akan berada di sana selama beberapa hari.”
Debbie membalikan badan dan sontak saja rasa takut, serta terkejutnya berubah menjadi emosi. “Lepaskan saya! Saya mau pergi dari tempat terasing ini. Kamu tidak berhak menahanku di sini dan aku akan melaporkanmu kepada polisi!”Bukannya menuruti pemintaan Debbie, Erick justru menurunkan wanita itu secara perlahan menemel badan Eric. Hingga Debbie dapat merasakan panasya badan Erick, walaupun tengah diguyur hujan deras.Erick menempelkan bibirnya tepat di telinga Debbie. “Kenapa kau terlihat terkejut? Pria mana yang tidak akan menjadi bergairah melihat penampilanmu saat ini. Rambut yang berantakan dan pakaian yang tipis menempel ketat memperlihatkan lekuk tubuh.”Dada Debbie naik turun deru nafasnya terdengar cepat. Ia menggigit pundak Erick, agar pria itu melepaskan pegangan di pinggangnya. Karena sentuhan pria itu mulai mempengaruhiya di mana ia seharusnya membenci pria itu.“Kau pria yang kejam! Apa maumu dengan meninggalkanku terkurung di tempat yang terpencil ini? Apakah kau ingin
Keterpukauan Debbie berubah menjadi emosi dengan galak ia berkata, “TIDAK!”Erick mengangkat pundaknya, kemudian berlalu pergi dari kamar mandi, sambil bersiul. Begitu sudah berada di luar Erick menarik nafas lega. Ia berhasil mencegah dirinya untuk tidak menarik Debbie mengajak sekrretarisnya itu. Bercinta untuk kesekian kalinya.‘Ada apa dengan diriku? Mengapa aku dengan mudah tergoda kepada wanita itu dan melupakan istriku?’ gumam Eric.Ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamar Erick melempar handuk yang dipakainya ke atas tempat tidur. Berjalan menuju walking closet. Diambilnya kaos pas badan, serta celana kain. Selesai berpakaian Erick keluar dari kamarnya.Pada saat berada di tengah tangga Erick berpapasan dengan Debbie. Selama sesaat yang singkat keduanya terdiam. Hanya saling pandang dengan tatapan yang tidak dapat dibaca.Debbielah yang lebih dahulu tersadar. Dibasahinya bibir yang terasa kering dengan lidahnya. Ia tidak mau Erick salah menduga dirinya. De
Wajah Debbie bersemu merrah, dengan nada suara kesal ia berkata, “Dalam keadaan sedang mabuk saja kamu masih menyebalkan seperti ini.”Sambil mengentakan kaki Debbie berjalan keluar dari kamar mandi tersebut. Namun, baru beberapa langkah ia mendengar suara berdebum benda jatuh dengan keras disertai umpatan nyaring.Debbie bergegas kembali ke kamar mandi ia menjadi ragu hendak mendekat ke arah Eric, yang jatuh tersandar pada dinding kamar mandi dengan luka berdarah di pelipisnya.Suara erangan sakit yang keluar dari bibir Eric membuat Debbie maju mendekat untuk menolong Eric. Berlutut di hadapan Eric yang bertelanjang dada hanya memakai celana dalam. Yang membuat penampilan Eric begitu menggoda mendebarkan jantung Debbie.“Brengsek, kau Debbie! Apakah kau hanya akan diam saja memandangi tubuhku? Dengan matamu yang berseri, gaun tidurmu yang basah, hingga aku dapat melihat dengan jelas isi di balik gaun itu!” ejek Eric.Debbie mengepalkan kedua tangan untuk mengatasi rasa malu, karena
“Biarkan saja ia sendirian di sini!” tandas Eric.Eric berjalan keluar dari rumah itu tanpa menoleh ke belakang. Diikuti oleh pegawainya yang juga menjadi sopir pribadinya selama ia berada di pulau tersebut.Mobil yang dikemudikan sopir Eric berhenti di depan sebuah bar yang ada di kota. Jauh dari rumahnya di mana pada saat ini. Turun dari mobil Eric memasuki bar tersebut dan duduk di depan meja bartender.“Buatkan aku minuman paling keras!” perintah Eric kepada bartender.Bartender dengan kepala pelontos itu menatap Eric dengan senyum lebar di wajahnya. Memperlihatkan giginya yang rapi dan putih bersih.“Jadi sudah berapa lama kau berada di pulau ini, Bos? Aku tidak mendengar kedatanganmu kali ini. Apakah kau akan lama berada di pulau ini?” tanya bartender tersebut, sambil meracik minuman untuk Eric.Eric melayangkan tatapan tajam menusuk kepada bartender tersebut. “Kau menjadi cerewet sejak terakhir kita bertemu. Aku tidak perlu menjelaskan apa pun juga kepadamu!”Bukannya marah men
M 3Wajah Debbie menjadi merah seperti kepiting rebus. Ia mengacungkan kepalan tangannya ke arah Eric. “Silakan saja berpuas diri, tetapi saya tidak akan mau mengakui apa pun juga!”Dengan langkah cepat Debbie berjalan meninggalkan Eric. Sesampai di rumah ia langsung masuk kamar dan mengunci pintunya.Berada dalam kamar mandi Debbie menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Pantulan matanya terlihat berbinar dengan rona bahagia. Tangan Debbie terulur mengusap pipinya yang terlihat merona.‘Apa yang terjadi denganku? Aku tidak boleh merasa tertarik sedikit pun juga kepada Eric. Ia sudah menikah. Menyukainya hanya akan membuatku menderita saja,’ batin Debbie.Ia menggeleng berulang kali coba mengusir bayangan percintaannya dengan Eric. Suara desahan terlontar dari bibir Debbie. Dipejamkannya mata, sambil menggigit bibir. Ia merasa benci kepada dirinya yang begitu lemah hingga dengan mudahnya terkena pesona bosnya itu.Beranjak dari depan cermin wastafel Debbie menuju bathub dan
Menggunakan kakinya Debbie menendang lutut Eric. Hingga dirinya berhasil terbebas dari Eric. Dengan nafas yang memburu dan mata menyala karena emosi Debbie menatap tajam Eric. “Simpan jauh-jauh fikiran itu dari kepalamu! Aku tidak akan pernah secara suka rela bersedia kau sentuh.”Eric mengerucutkan bibirnya, ia memandang Debbie dengan santai ia berkata, “Mengapa tidak? Kau begitu menyedihkan hingga membuatku merasa kasian kepadamu. Sekarang berhentilah berpura-pura kau tidak menyukainya.”Wajah Debbie berubah menjadi merah rasa marah dan malu bercampur menjadi satu. Ia tidak mengerti mengapa begitu lihainya Eric bermain kata. Akan tetapi, mengapa juga ia harus merasa heran? Bukankah bosnya itu memiliki sifat yang tidak mudah ditebaknya. Hal itu baru diketahuinya hanya beberapa jam setelah mereka berada di pulau terpencil ini.Jentikan jari Eric tepat di depan wajah menyadarkan Debbie dari lamunannya. Ia menggembungkan pipi dan mengempiskannya kembali. “Saya tidak akan mendebatnya kar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments