Dada Debbie berdesir, perutnya bagaikan ada kupu-kupu yang terbang. Ia mencoba menggeser badannya, tetapi terhalang dinding pesawat. “A-apakah Bapak akan balas menampar saya?”
Bukannya menjawab pertanyaan dari Debbie, Eric merendahkan kepalanya mencium bibir wanita itu dengan lembut. Membuat Debbie terbuai larut dalam cumbuan Eric pada bibirnya.
Debbie memukul punggung Eric menggunakan kepalan tangannya. Ia dapat merasakan bibirnya dgigit oleh pria itu dan terdengar lenguhan dari tenggorokan pria itu. Usaha Debbie untuk melepaskan dirinya tidak berhasil, karena sepertinya Eric yang sedang memberikan hukuman kepadanya.
Suara tenggorokan yang dibersihkanlah yang berhasil membuat Eric melepaskan ciumannya di bibir Debbie. Ia menjauhkan dirinya dengan enggan. Dilayangkannya tatapan membunuh kepada pramugari yang telah mengganggunya.
“Kuharap kau menyampaikan sesuatu yang penting!” tegur Eric dingin.
Pramugari itu terlihat gugup dan takut, ia menyesal sudah membuat bosnya menjadi marah. “Ma-maaf, Tuan! Saya hanya ingin memberitahukan, kalau kita akan segeraa mendarat dan Tuan, beserta nyonya harus memakai sabuk pengaman.”
“Pergilah!!” usir Eric.
Ia memasang sabuk pengamannya, sambil melirik Debbie yang juga melakukan hal yang sama. Dilihatnya penampilan sekretarisnya itu terlihat berantakan dengan rambut acak-acakan, kancing kemeja yang dipakainya terlepas memperlihatkan bagian dadanya. Serta ada tanda merah di leher wanita itu. Dan semuanya karena ulah dirinya.
Tangan Eric terulur menyentuh sudut bibir Debbie yang terluka. “Aku tidak akan meminta maaf, karena sudah membuat bibirmu menjadi terluka. Kau yang memancingku untuk melakukannya.”
Debbie menepis tangan Eric dari bibirnya. “Saya juga tidak mengharapkan permintaan maaf dari Bapak. Hanya saja saya haraap hal seperti ini tidak terjadi lagi. Saya tidak mau istri Bapak menjadi marah. Karena menduga hal yang tidak-tidak di antara kita.”
Dengan dingin Eric mengatakan, kalau Debbie jangan terbawa perasaan, karena dirinya hanya sedang memberikan hukuman. Dan istrinya tidak mengetahui apa yang terjadi di pesawat, hingga tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.
Diberanikannya menatap mata biru Eric yang terlihat begitu dingin. Ia tidak dapat mengalihkan tatapannya, seakan ada magnet yang membuat ia terhipnotisnya.
“Berhentilah menatapku! Kau tidak tau bagaimana aku melihat mata coklatmu yang indah, seakan memohon kepadaku untuk kau sentuh,” ejek Eric.
Ucapan bosnya itu sontak saja menyadarkan Debbie dari keterpukauannya. Ia membuang muka ke arah luat melihat parkiran bandara di mana pesawat pada akhirnya berhenti.
Tubuh Debbie meremang, saat ia merasakan tangan Eric menyentuh bagian dadanya. “Apakah kau ingin turun dari pesawat dengan penampilan berantakan? Dan membuat orang-orang menduga terjadi sesuatu yang panas di antara kita berdua!”
Debbie menundukkan kepalanya, ia baru sadar kalau beberapa kancing kemejanya telah terlepas. Dengan cepat ia memasang kancing kemejanya dan menyisakan dua bagian teratas tetap terbuka.
“Pergilan ke toilet dan rapikan penampilanmu!” perintah Eric.
“Baik, Pak!” Diliriknya Eric berharap bosnya itu bisa menggeser duduknya sedikit, serta membenarkan kakinya yang ia selonjorkan dengan santainya.
“Maaf, Pak! Bisakah kaki Bapak bergeser sedikit, biar saya bisa lewat?” tanya Debbie dengan suara pelan.
Eric mengangkat wajahnya menatap tajam Debbie. “Siapa kamu berani memerintah saya?”
Debbie langsung menundukkan kepala tidak berani balas menatap Eric. Ia berjalan pelan melangkahi kaki bosnya itu. Namun, karena merasa gugup dirinya justru tersandung kaki Eric dan membuatnya terduduk di pangkuan bosnya itu.
“Sialan, Debbie! Apakah kau sengaja menggodaku?” desis Eric tepat di telinga Debbie.
Debbie merasakan embusan nafas hangat Eric menerpa telinga dan lehernya, serta tangan pria itu yang terletak di pahanya yang terbuka. Dikarenakan rok yang ia pakai terangkat ke atas.
“Sa-saya tidak sengaja, Pak,” gagap Debbie.
Ia mencoba untuk bangkit dari terduduknya di atas pangkuan bosnya itu. Namun, ia tidak dapat bergerak. Satu tangan pria itu memeluk erat perutnya, sementara satu tangannya lagi mengelus pahanya naik-turun dengan lembut.
“Pa-pak! Tolong lepaskan tangan Bapak, biar saya bisa menyingkirkan dari atas pangkuan Bapak,” lirih Debbie.
Ia bergerak gelisah di atas pangkuan Eric mencoba untuk menjauh. Perutnya terasa hangat, bagaikan ada ribuan kupu-kupu yang terbang di sana.
Bukannya melepaskan Debbie, Eric justru mempererat pelukannya. Dengan lembut digigitnya telinga Debbie, satu tangannya menelusup masuk ke balik kemeja yang dipakai Debbie. Sampai membuat wanita itu tanpa sadar mendesah karenanya.
“Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja dengan mudah. Setelah kau menggodaku.” Ercik mencium leher Debbie dengan lembut.
Suara batuk dengan keras membuat gerakan Eric menggoda Debbie terhenti. Akan tetapi, ia tidak melepaskan pelukannya di perut sekretarisnya tersebut.
“Hmm, maaf sudah mengganggu kalian. Namun, pesawat sudah mendarat dengan selamat. Sebaiknya kita semua turun. Dan kalian bisa melanjutkan kemesraan itu di pulau yang terpencil. Karena aku harus kembali lagi setelah menerbangkan kalian berdua,” ucap pilot dengan senyuman di bibir dan matanya.
Tangan Debbie terulur mencoba menjauhkan kepala Eric dengan bibir, serta lidahnya yang bermain di telinganya. “Eric, kau tidak bisa melakukan hal ini padaku.”Tangan Debbie yang terulur untuk mendorong Eric menjauh, justru membuat bagian dadanya menjadi terbuka. Dan hal itu tidak disia-siakan oleh Eric dengan memberikan ciuman dari leher, hingga bagian dada Debbie. Eric bahkan ikut masuk bathub tersebut dengan dirinya berada begitu rapat tubuh Debbie.Suara lenguhan lolos dari bibir Debbie yang langsung di tutup oleh Eric dengan mulutnya. Walaupun dirinya berada dalam bathub dengan air yang sudah menjadi dingin.“Shh! Apa yang kau mau?” bisik Eric dengan suara serak.Meski begitu Eric keluar dari bathub ia berjalan mengambil jubah mandi yang tergantung pada gantungan. Ia berjalan kembali mendekati bathub diserahkannya jubah mandi tersebut kepada Debbie.“Cepat turun saya sudah menyiapkan makan malam untuk kita!” tandas Eric.“Baiklah!” sahut Debbie.Ia tidak langsung keluar dari bathu
Debbie mencoba untuk mendorong Eric menjauh darinya. Namun, pria itu terlalu kokoh baginya. “A-apa yang Bapak katakan? Saya tidak pernah bermaksud untuk menggoda, tetapi Bapaklah yang menggoda saya!”Satu tangan Eric bergerak menyingkap rambut Debbie ke samping. Memperlihatkan tanda yang sudah dibuatnya. Diusapnya dengan lembut tanda itu. “Kapan aku membuat tanda ini? Mengapa aku tidak menyadarinya?”Debbie membelalakkan mata kepada Eric. Ia tidak mengerti bisa-bisanya pria itu berkata seperti tadi. Namun, ia tidak menjadi marah karena hal itu. Melainkan karena kedekatan Eric yang sangat mempengaruhi dirinya.“P-pak, tolong jangan begini!” lirih Debbie menahan gairah yang ditimbulkan oleh bosnya itu.“Melakukan apa? Ini?” Eric menundukkan kepala, lidahnya bermain di bekas merah yang telah ia buat. Lidahnya terus bergerak menelusuri menggoda bagian dada Debbie.Wanita itu bahkan tidak menyadari, jika tangan Eric dengan mahirnya melepas kancing kemeja yang dipakainya. Lalu menyingkirkan
Dengan kasar Eric mendorong Debbie, hingga terjatuh dari pangkuannya. Mata pria itu menatap dingin sekretarisnya. “Awasi langkahmu! Jangan coba untuk menggoda saya.”Dengan wajah bersemu merah, karena merasa malu Debbie bangkit dari terduduknya di lantai. Ia berjalan melewati pilot yang menatapnya dengan senyum di bibir.Sesampai di kamar mandi Debbie langsung saja buang air kecil. Setelah selesai dia mematut dirinya di depan cermin. Dilihatnya pantulan wajah yang bersemu merah, ia juga melihat ada tanda merah di lehernya.‘Sial! Kenapa bisa sampai pak Eric meninggalkan tanda di leherku? Bagaimana, kalau istrinya mengetahui dan marah? Ia akan menjadi sasaran amukan dari wanita itu,’ batin Trisha.Digerainya rambut pirangnya untuk menutupi tanda merah yang dibuat Eric. Setelah dirasa penampilannya menjadi rapi kembali, ia berjalan keluar dari toilet tersebut.Dilihatnya kursi yang tadinya diduduki oleh Eric sudah kosong. Dialihkannya tatapan ke arah pramugari yang berdiri tidak jauh di
Dada Debbie berdesir, perutnya bagaikan ada kupu-kupu yang terbang. Ia mencoba menggeser badannya, tetapi terhalang dinding pesawat. “A-apakah Bapak akan balas menampar saya?”Bukannya menjawab pertanyaan dari Debbie, Eric merendahkan kepalanya mencium bibir wanita itu dengan lembut. Membuat Debbie terbuai larut dalam cumbuan Eric pada bibirnya.Debbie memukul punggung Eric menggunakan kepalan tangannya. Ia dapat merasakan bibirnya dgigit oleh pria itu dan terdengar lenguhan dari tenggorokan pria itu. Usaha Debbie untuk melepaskan dirinya tidak berhasil, karena sepertinya Eric yang sedang memberikan hukuman kepadanya.Suara tenggorokan yang dibersihkanlah yang berhasil membuat Eric melepaskan ciumannya di bibir Debbie. Ia menjauhkan dirinya dengan enggan. Dilayangkannya tatapan membunuh kepada pramugari yang telah mengganggunya.“Kuharap kau menyampaikan sesuatu yang penting!” tegur Eric dingin.Pramugari itu terlihat gugup dan takut, ia menyesal sudah membuat bosnya menjadi marah. “M
Mata Debbie membelalak tidak percaya, mulutnya terbuka, tetapi dengan cepat ia tutup menggunakan tangannya. Setelah rasa terkejutnya hilang ia bertanya kepada Eric, “Pak, saya belum menyiapkan keperluan saya selama berada di pulau. Ke-kenapa begitu mendadak? Saya tidak melihat di jadwal Anda ada agenda pergi ke pulau.”Eric bangkit dari duduknya, ia berjalan mendekati Debbie dan berdiri tepat di samping sekretarisnya itu. Ditundukkannya kepala, hingga bibirnya berada tepat di dekat telinga Debbie dan embusan hangat nafasnya dengan aroma mint menerpa leher wanita itu.Bulu roma Debbie berdiri, ia merasa tidak nyaman dengan kedekatan antara dirinya dan bosnya. Ia menggeser posisi berdirinya untuk menjauhi Eric. Namun, pinggangnya dipegang dengan kasar.“Kenapa kau terlihat takut? Apa kau fikir aku akan menggodamu? Aku sama sekali tidak tertarik kepada wanita jadi jauhkan adegan romantis dari kepalamu. Kau tidak perlu membawa apa-apa di pulau kau bisa membeli semua keperluanmu.” Erick me
“Sayang, bagaimana kalau suamimu datang dan memergoki kita?” bisik Lewis di telinga kekasihnya.“Ssh! Tenanglah, ia tidak akan peduli. Dirinya lebih mengutamakan pekerjaan daripada aku, istrinya.” Jenny menelusuri dada telanjang Lewis dengan jari-jari lentiknya yang kuku-kukunya dicat merah menyala.Tak ada percakapan lagi yang tercipta di tempat tidur itu. Hanya bunyi percintaan mereka berdua saja yang terdengar. Keduanya asyik memadu kasih dengan saling berbagi cumbuan.***Eric melihat jam di tangannya, sekarang jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Ia belum menikmati makan siangnya.Bangkit dari kursi kerjanya, Eric berjalan keluar dari rung kerjanya. Dilihatnya, Debbie, sekretarisnya sedang merapikan pekerjaannya.“Saya akan makan siang dengan istriku! Tolong atur ulang jadwalku untuk hari ini aku tidak akan kembali ke kantor,” ucap Eric mengejutkan Debbie.Kertas-kertas yang ada di tangan Debbie jatuh berhamburan di meja. Ia tidak meyadari kehadiran bosnya. “Ba-baik, Bos!”Er