Share

Bab 4 Menyangkal Godaan

Penulis: Sigma Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-02 21:01:19

Dengan kasar Eric mendorong Debbie, hingga terjatuh dari pangkuannya. Mata pria itu menatap dingin sekretarisnya. “Awasi langkahmu! Jangan coba untuk menggoda saya.”

Dengan wajah bersemu merah, karena merasa malu Debbie bangkit dari terduduknya di lantai. Ia berjalan melewati pilot yang menatapnya dengan senyum di bibir.

Sesampai di kamar mandi Debbie langsung saja buang air kecil. Setelah selesai dia mematut dirinya di depan cermin. Dilihatnya pantulan wajah yang bersemu merah, ia juga melihat ada tanda merah di lehernya.

‘Sial! Kenapa bisa sampai pak Eric meninggalkan tanda di leherku? Bagaimana, kalau istrinya mengetahui dan marah? Ia akan menjadi sasaran amukan dari wanita itu,’ batin Trisha.

Digerainya rambut pirangnya untuk menutupi tanda merah yang dibuat Eric. Setelah dirasa penampilannya menjadi rapi kembali, ia berjalan keluar dari toilet tersebut.

Dilihatnya kursi yang tadinya diduduki oleh Eric sudah kosong. Dialihkannya tatapan ke arah pramugari yang berdiri tidak jauh di tempatnya.

“Maaf, apakah kau mengetahui di mana keberadaan …” Debbie tidak meneruskan ucapannya.

“Tuan Eric sudah turun dan ia meminta kepada Anda untuk segera menyusulnya,” ucap pramugari itu.

Debbie mengangguk, ia mengambil tas tangan miliknya. Kemudian ia berjalan menuruni tangga pesawat. Dilihatnya di bawah berdiri Eric dengan tangan berada dalam saku celana.

Begitu menyadari kehadirannya, Eric mendongak menatap Debbie dengan ekspresi yang sulit dibaca. Tenggorokan Debbie terasa tercekat ditatap dengan begitu lekat oleh Eric.

“Ma-maaf sudah membuat Bapak menunggu,” gagap Debbie.

Eric hanya mengangguk, ia membalikkan badan berjalan meninggalkan areal parkir pesawat tersebut. Diikuti Debbie yang berjalan di belakangnya.

Beberapa jam kemudian, keduanya sudah berada dalam mobil yang dikemudikan sendiri oleh Eric. Pria itu mengemudi dengan wajah dingin membuat Debbie merasa ragu untuk memulai percakapan.

Diliriknya dari samping pria yang sudah tiga tahun menjadi bosnya itu. ‘Pak Eric memang tampan sekali, beruntung wanita yang menjadi istrinya.’

Eric balas melirik Debbie yang membuat sekretarisnya itu langsung melengos. Wajahnya bersemu merah, karena malu kepergok memandangi dirinya.

“Apakah kau suka dengan apa yang kau lihat?” tanya Eric dengan suara baritonnya.

“Kemana Bapak akan membawa kita? Mengapa jalanan terlihat begitu sepi?” tanya Debbie, mengalihkan pertanyaan.

Eric mendengus, ia mengetahui Debbie menghindari menjawab pertanyaan darinya. “Kita akan ke rumah peristirahatan milikku. Di sana kita hanya akan ada berdua saja, kuharap kau bisa mengurus dirimu sendiri.”

Debbie mengubah posisi duduk, hingga ia bisa melihat Eric dengan lebih leluasa. “Berapa lama kita akan berada di sana? Bagaimana dengan pakaian dan keperluan saya sehari-hari?”

“Sebentar lagi kita akan sampai di sebuah toko yang menyediakan berbagai macam keperluan. Belilah apa yang kamu perlukan. Kita juga akan berbelanja makanan dan minuman,” terang Eric.

Debbie mengangguk, ia hendak membuka suara lagi. Ada banyak hal yang ingin ditanyakannya, tetapi begitu melihat eksprsi wajah bosnya yang kembali menjadi dingin. Membuat ia urung melakukannya.

Tak berselang lama mobil berhenti di parkiran sebuah toko yang besar sekali. Keduanya turun dari mobil tersebut berjalan beriringan.

“Belilah untuk keperluanmu selama kita berada di rumah pantaiku.” Eric berjalan menjauh dari Debbie.

Debbie memilih bagian yang menjual berbagai macam pakaian, ia tidak membawa pakaian ganti dan perlengkapan mandi.

Dipilihnya beberapa potong pakaian, karena dirinya tidak tau berapa lama mereka akan berada di rumah rahasia milik bosnya. Begitu dirasanya sudah cukup, ia berjalan menuju kasir untuk membayar apa yang dibelinya.

Sebuah tangan terulur dari belakang punggung Debbie untuk menyerahkan kartu berwarna hitam. “Masukan semua belanjaannya ke dalam tagihan milik saya.”

Kasir dari toko tersebut dengan sigap menerima kartu kredit yang diberikan Eric. Ia menghitung semua belanjaan yang ada.

Jantung Debbie berdebar kencang, Eric berdiri begitu rapat dengannya. Ia bahkan dapat merasakan embusan hangat nafas bosnya itu mengenai lehernya.

Merasa resah, Debbie bergeser menjauh. Namun, tangan Eric memegang erat pinggangnya mencegah ia bergerak menjauh.

“Diamlah, Debb!” bisik Eric.

Debbie menjadi diam kaku, ia tidak menyadari kalau dirinya tanpa sadar menggesek bagian pribadi Eric. Wajahnya menjadi bersemu merah, karena merasa malu.

“Ma-maaf, Pak!” gagap Debbie.

Suara kasir toko menyadarkan Debbie dan Eric. Tangan Eric terulur untuk mengambil kartu kredit miliknya. Ia lalu mengambil goodie bag barang belanjaan, begitu pula dengan Debbie.

Keduanya berjalan beriringan membawa belanjaan mereka memasukkannya ke bagasi. Setelahnya barulah mereka duduk di kursi mobil dan Eric melajukan mobil kembali melanjutkan perjalanan mereka.

“Tidurlah! Perjalanan kita masih lama dan panjang.

Debbie melirik Eric yang terlihat dingin, “Iya, saya memang sudah mengantuk, tetapi bagaimana dengan Bapak? Setelah beberapa saat tidur, Bapak bisa membangunkan saya untuk bergantian menyetir.”

Eric melirik Debbie sekilas dengan senyum sinis tersungging di bibirnya. “Tentu saja dan kau akan membuat kita berdua tersesat atau celaka.”

Debbie tidak menjawab ucapan bernada ketus dari bosnya itu. Ia lebih memilih untuk tidur, seperti apa yang disarankan oleh bosnya.

Dengan mata yang terpejam ia dapat mendengarkan suara musik mengalun dengan lembut. Dalam hati ia menggumam, ‘Kenapa pak Eric tidak membawa sopir pribadinya saja, kalau tau harus mengemudi untuk waktu lama.’

Suara embusan nafas hangat tepat di wajahnya membuat Debbie terbangun. Dibukanya mata dan ia menjadi sangat terkejut melihat Eric begitu dekat dengan dirinya.

“Pak! Kenapa …” ucapan Debbie tidak selesai.

Satu jari Eric menutup bibir Debbie mencegahnya berbicara. Wajah pria itu semakin dekat, hingga akhirnya bibir pria itu menggantikan jarinya.

“A-apa yang Bapak laku …” Mulut Debbie dibungkam dalam sebuah ciuman yang membuat ia hampir kehabisan nafas.

Bibir Eric berpindah menelusuri leher mulus Debbie, membuat wanita itu yang tadinya menolak menjadi terpengaruh.

Tangan Debbie bergerak menyentuh tengkuk Eric seakan mencegahnya untuk menjauh. Menahan bibir Eric untuk terus mencumbu dirinya.

“Kau sedang mencoba menggodaku, bukan? Berfikir bisa menggantikan kedudukan istriku?” bisik Eric dengan suara serak tepat di telinga Debbie.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 6 Hampir Tergoda

    Tangan Debbie terulur mencoba menjauhkan kepala Eric dengan bibir, serta lidahnya yang bermain di telinganya. “Eric, kau tidak bisa melakukan hal ini padaku.”Tangan Debbie yang terulur untuk mendorong Eric menjauh, justru membuat bagian dadanya menjadi terbuka. Dan hal itu tidak disia-siakan oleh Eric dengan memberikan ciuman dari leher, hingga bagian dada Debbie. Eric bahkan ikut masuk bathub tersebut dengan dirinya berada begitu rapat tubuh Debbie.Suara lenguhan lolos dari bibir Debbie yang langsung di tutup oleh Eric dengan mulutnya. Walaupun dirinya berada dalam bathub dengan air yang sudah menjadi dingin.“Shh! Apa yang kau mau?” bisik Eric dengan suara serak.Meski begitu Eric keluar dari bathub ia berjalan mengambil jubah mandi yang tergantung pada gantungan. Ia berjalan kembali mendekati bathub diserahkannya jubah mandi tersebut kepada Debbie.“Cepat turun saya sudah menyiapkan makan malam untuk kita!” tandas Eric.“Baiklah!” sahut Debbie.Ia tidak langsung keluar dari bathu

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 5 Bagai Anjing dan Kucing

    Debbie mencoba untuk mendorong Eric menjauh darinya. Namun, pria itu terlalu kokoh baginya. “A-apa yang Bapak katakan? Saya tidak pernah bermaksud untuk menggoda, tetapi Bapaklah yang menggoda saya!”Satu tangan Eric bergerak menyingkap rambut Debbie ke samping. Memperlihatkan tanda yang sudah dibuatnya. Diusapnya dengan lembut tanda itu. “Kapan aku membuat tanda ini? Mengapa aku tidak menyadarinya?”Debbie membelalakkan mata kepada Eric. Ia tidak mengerti bisa-bisanya pria itu berkata seperti tadi. Namun, ia tidak menjadi marah karena hal itu. Melainkan karena kedekatan Eric yang sangat mempengaruhi dirinya.“P-pak, tolong jangan begini!” lirih Debbie menahan gairah yang ditimbulkan oleh bosnya itu.“Melakukan apa? Ini?” Eric menundukkan kepala, lidahnya bermain di bekas merah yang telah ia buat. Lidahnya terus bergerak menelusuri menggoda bagian dada Debbie.Wanita itu bahkan tidak menyadari, jika tangan Eric dengan mahirnya melepas kancing kemeja yang dipakainya. Lalu menyingkirkan

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 4 Menyangkal Godaan

    Dengan kasar Eric mendorong Debbie, hingga terjatuh dari pangkuannya. Mata pria itu menatap dingin sekretarisnya. “Awasi langkahmu! Jangan coba untuk menggoda saya.”Dengan wajah bersemu merah, karena merasa malu Debbie bangkit dari terduduknya di lantai. Ia berjalan melewati pilot yang menatapnya dengan senyum di bibir.Sesampai di kamar mandi Debbie langsung saja buang air kecil. Setelah selesai dia mematut dirinya di depan cermin. Dilihatnya pantulan wajah yang bersemu merah, ia juga melihat ada tanda merah di lehernya.‘Sial! Kenapa bisa sampai pak Eric meninggalkan tanda di leherku? Bagaimana, kalau istrinya mengetahui dan marah? Ia akan menjadi sasaran amukan dari wanita itu,’ batin Trisha.Digerainya rambut pirangnya untuk menutupi tanda merah yang dibuat Eric. Setelah dirasa penampilannya menjadi rapi kembali, ia berjalan keluar dari toilet tersebut.Dilihatnya kursi yang tadinya diduduki oleh Eric sudah kosong. Dialihkannya tatapan ke arah pramugari yang berdiri tidak jauh di

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 3 Godaan

    Dada Debbie berdesir, perutnya bagaikan ada kupu-kupu yang terbang. Ia mencoba menggeser badannya, tetapi terhalang dinding pesawat. “A-apakah Bapak akan balas menampar saya?”Bukannya menjawab pertanyaan dari Debbie, Eric merendahkan kepalanya mencium bibir wanita itu dengan lembut. Membuat Debbie terbuai larut dalam cumbuan Eric pada bibirnya.Debbie memukul punggung Eric menggunakan kepalan tangannya. Ia dapat merasakan bibirnya dgigit oleh pria itu dan terdengar lenguhan dari tenggorokan pria itu. Usaha Debbie untuk melepaskan dirinya tidak berhasil, karena sepertinya Eric yang sedang memberikan hukuman kepadanya.Suara tenggorokan yang dibersihkanlah yang berhasil membuat Eric melepaskan ciumannya di bibir Debbie. Ia menjauhkan dirinya dengan enggan. Dilayangkannya tatapan membunuh kepada pramugari yang telah mengganggunya.“Kuharap kau menyampaikan sesuatu yang penting!” tegur Eric dingin.Pramugari itu terlihat gugup dan takut, ia menyesal sudah membuat bosnya menjadi marah. “M

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 2 Pergi Mendadak

    Mata Debbie membelalak tidak percaya, mulutnya terbuka, tetapi dengan cepat ia tutup menggunakan tangannya. Setelah rasa terkejutnya hilang ia bertanya kepada Eric, “Pak, saya belum menyiapkan keperluan saya selama berada di pulau. Ke-kenapa begitu mendadak? Saya tidak melihat di jadwal Anda ada agenda pergi ke pulau.”Eric bangkit dari duduknya, ia berjalan mendekati Debbie dan berdiri tepat di samping sekretarisnya itu. Ditundukkannya kepala, hingga bibirnya berada tepat di dekat telinga Debbie dan embusan hangat nafasnya dengan aroma mint menerpa leher wanita itu.Bulu roma Debbie berdiri, ia merasa tidak nyaman dengan kedekatan antara dirinya dan bosnya. Ia menggeser posisi berdirinya untuk menjauhi Eric. Namun, pinggangnya dipegang dengan kasar.“Kenapa kau terlihat takut? Apa kau fikir aku akan menggodamu? Aku sama sekali tidak tertarik kepada wanita jadi jauhkan adegan romantis dari kepalamu. Kau tidak perlu membawa apa-apa di pulau kau bisa membeli semua keperluanmu.” Erick me

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 1 Perselingkuhan

    “Sayang, bagaimana kalau suamimu datang dan memergoki kita?” bisik Lewis di telinga kekasihnya.“Ssh! Tenanglah, ia tidak akan peduli. Dirinya lebih mengutamakan pekerjaan daripada aku, istrinya.” Jenny menelusuri dada telanjang Lewis dengan jari-jari lentiknya yang kuku-kukunya dicat merah menyala.Tak ada percakapan lagi yang tercipta di tempat tidur itu. Hanya bunyi percintaan mereka berdua saja yang terdengar. Keduanya asyik memadu kasih dengan saling berbagi cumbuan.***Eric melihat jam di tangannya, sekarang jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Ia belum menikmati makan siangnya.Bangkit dari kursi kerjanya, Eric berjalan keluar dari rung kerjanya. Dilihatnya, Debbie, sekretarisnya sedang merapikan pekerjaannya.“Saya akan makan siang dengan istriku! Tolong atur ulang jadwalku untuk hari ini aku tidak akan kembali ke kantor,” ucap Eric mengejutkan Debbie.Kertas-kertas yang ada di tangan Debbie jatuh berhamburan di meja. Ia tidak meyadari kehadiran bosnya. “Ba-baik, Bos!”Er

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status