Beranda / Romansa / Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin / Bab 5 Bagai Anjing dan Kucing

Share

Bab 5 Bagai Anjing dan Kucing

Penulis: Sigma Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-02 21:03:05

Debbie mencoba untuk mendorong Eric menjauh darinya. Namun, pria itu terlalu kokoh baginya. “A-apa yang Bapak katakan? Saya tidak pernah bermaksud untuk menggoda, tetapi Bapaklah yang menggoda saya!”

Satu tangan Eric bergerak menyingkap rambut Debbie ke samping. Memperlihatkan tanda yang sudah dibuatnya. Diusapnya dengan lembut tanda itu. “Kapan aku membuat tanda ini? Mengapa aku tidak menyadarinya?”

Debbie membelalakkan mata kepada Eric. Ia tidak mengerti bisa-bisanya pria itu berkata seperti tadi. Namun, ia tidak menjadi marah karena hal itu. Melainkan karena kedekatan Eric yang sangat mempengaruhi dirinya.

“P-pak, tolong jangan begini!” lirih Debbie menahan gairah yang ditimbulkan oleh bosnya itu.

“Melakukan apa? Ini?” Eric menundukkan kepala, lidahnya bermain di bekas merah yang telah ia buat. Lidahnya terus bergerak menelusuri menggoda bagian dada Debbie.

Wanita itu bahkan tidak menyadari, jika tangan Eric dengan mahirnya melepas kancing kemeja yang dipakainya. Lalu menyingkirkan ke samping membiarkan Debbie hanya memakai bra saja. Suara desahan lolos dari bibir Debbie, deru nafasnya terdengar memburu.

Dengan enggan Eric menjauhkan wajahnya dari badan Debbie. Ia menatap mata sekretarisnya itu yang terlihat berkabut karena gairah. Hal yang sama juga dirasakannya, tetapi ia tidak akan memperlihatkan hal itu.

Eric menundukkan kepala memberikan ciuman di bibir Debbie. Digigitnya dengan lembut sudut bibir wanita itu, hingga berdarah.

Debbie memukul punggung Eric, seraya mendorong pria itu menjauh. Eric menjauhkan badan dari dekat tubuh Debbie. Ia duduk kembali di kursinya.

Debbie mengusap bibirnya yang terluka, karena ulah Eric. “Kenapa Bapak suka sekali meninggalkan tanda?”

Eric mengangkat pundak sebagai jawaban. “Kita sudah sampai, turunlah!”

Debbie baru menyadari, kalau mereka sudah sampai. Ia melihat melalui jendela mobil rumah milik Eric berada di tempat yang ditumbuhi banyak pepohonan tinggi, Rasa khawatir menghinggapi perasaan Debbie, karena kepergian mereka yang mendadak.

“Kenapa tidak turun juga?” Eric membuka pintu mobil sisi dirinya, kemudian berjalan turun.

Dibukanya bagasi mobil untuk mengeluarkan barang-barang belanjaan mereka. Di depan pintu ia meletakkan barang-barang bawaannya ke lantai. Diambilnya kunci yang terletak di bawah pot bunga dengan ukuran besar.

Debbie mengikuti apa yang dilakukan oleh Eric. Ia membawa barang-barang belanjaan miliknya memasuki rumah yang pintunya sudah di buka Eric.

“Sa-saya akan tidur di mana, Pak?” tanya Debbie dengan suara gagap.

Eric yang sedang menuang minuman ke dalam gelas langsung membalikkan badan. Ditatapnya dengan lekat Debbie dari ujung kaki, hingga kepala. “Apakah kau mengharap untuk tidur di tempat tidurku? Melanjutkan apa yang tadi sempat tertunda.”

Mata Debbie membulat melotot dengan wajah merah, karena marah. “Saya tidak pernah berfikir untuk tidur dengan Anda, Pak!”

Eric mendengus dengan suara keras mendengarnya. Ia mengatakan, kalau Debbie akan menempati kamar tamu yang terletak di bagian ujung di lantai dua. Sementara ia sendiri akan menempati kamar utama di rumah tersebut.

Tidak mau berlama-lama lagi berada dekat dengan Eric. Debbie berjalan menaiki tangga, tetapi baru beberapa langkah didengarnya Eric berseru.

“Selama berada di tempat ini panggil aku, Eric!” perintah pria itu dengan tegas.

Debbie tanpa sadar membuka mulut, tetapi dengan cepat ia menutupnya. Ia melanjutkan langkahnya kembali berjalan menaiki tangga menuju kamar yang dimaksud oleh Eric.

Begitu menemukan kamar yang dimaksud, ia melihat pada lubang pintu menempel anak kunci. Diputarnya kunci itu, hingga ia bisa masuk.

Dimasukinnya kamar tersebut, lalu ia letakkan koper yang dibawanya di lantai. ‘Berapa lama kami akan berada di sini? Apakah kami hanya berdua saja di rumah ini? Apa yang harus kulakukan selama berada di tempat ini?’

Disibaknya tirai penutup jendela kaca yang ada di kamarnya. Pemandangan yang dilihatnya sebuah danau dengan pepohonan yang mengelilinginya.

‘Tempat ini begitu sunyi dan terpencil, sebenarnya apa yang direncanakan Eric dengan membawa istrinya ke tempat seperti ini,’ batin Debbie.

Dibalikkannya badan dan tatapannya jatuh pada kasur besar dengan alas motif bunga-bunga. Tempat tidur itu begitu menggoda mengundangnya untuk segera berbaring di sana. Namun, ia merasa dirinya perlu menyegarkan diri dengan mandi berendam.

Dilangkahkannya kaki menuju ruangan yang ia duga sebagai kamar mandi, lalu ia masuk. Diisinya air pada bathub dengan air hangat dan sabun beraroma mawar. Setelah air itu dirasanya cukup, ia menceburkan dirinya dalam bathub tersebut.

Air yang hangat, aroma wangi mawar membuat Debbie menjadi mengantuk dan tanpa sadar ia tertidur dalam mandi berendamnya.

Sementara itu, di bawah Eric tidak langsung menuju kamarnya. Ia berjalan menuju dapur dibukanya kulkas. Diambilnya makanan yang sebelumnya sudah disiapkan oleh pengurus rumahnya. Namun, wanita itu tidak tinggal di rumah tersebut.

Selesai memanaskan makanan Eric melihat jam tangannya. Sudah satu jam berlalu, tetapi Debbie tidak juga turun ke bawah untuk makan malam.

‘Sial! Wanita itu membuatku menunggu,’ gumam Eric.

Dengan langkah cepat ia berjalan menaiki tangga menuju kamar tamu. Diketuknya pintu tersebut dengan tidak sabar, sembari memanggil nama Debbie. Akan tetapi, tidak juga terdengar sahutan dari dalam.

Eric bergegas memasuki kamar tersebut dilihatnya tempat tidur kosong, tetapi pintu kamar mandi tidak tertutup rapat. Eric dengan langkahnya yang panjang masuk kamar mandi tersebut.

“Sialan, Deb! Apakah kau mencoba untuk membunuh dirimu sendiri?” umpat Eric saat ia melihat kepala Debbie hampir sepenuhnya tenggelam.

Ditariknya dengan kasar Debbie, hingga kepala dan bagian badannya yang telanjang terlihat dan ia tidak peduli akan hal itu.

Debbie tersentak terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka dan langsung bertatapan dengan mata Eri yang balas menatapnya begitu lembut. Ia langsung tersadar, kalau dirinya terekspos di bawah tatapan memuja bosnya.

“Kau mempunyai tubuh yang indah,” bisik Eric di telinga Debbie.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Badai

    Debbie membalikan badan dan sontak saja rasa takut, serta terkejutnya berubah menjadi emosi. “Lepaskan saya! Saya mau pergi dari tempat terasing ini. Kamu tidak berhak menahanku di sini dan aku akan melaporkanmu kepada polisi!”Bukannya menuruti pemintaan Debbie, Erick justru menurunkan wanita itu secara perlahan menemel badan Eric. Hingga Debbie dapat merasakan panasya badan Erick, walaupun tengah diguyur hujan deras.Erick menempelkan bibirnya tepat di telinga Debbie. “Kenapa kau terlihat terkejut? Pria mana yang tidak akan menjadi bergairah melihat penampilanmu saat ini. Rambut yang berantakan dan pakaian yang tipis menempel ketat memperlihatkan lekuk tubuh.”Dada Debbie naik turun deru nafasnya terdengar cepat. Ia menggigit pundak Erick, agar pria itu melepaskan pegangan di pinggangnya. Karena sentuhan pria itu mulai mempengaruhiya di mana ia seharusnya membenci pria itu.“Kau pria yang kejam! Apa maumu dengan meninggalkanku terkurung di tempat yang terpencil ini? Apakah kau ingin

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Kembali Ditinggal

    Keterpukauan Debbie berubah menjadi emosi dengan galak ia berkata, “TIDAK!”Erick mengangkat pundaknya, kemudian berlalu pergi dari kamar mandi, sambil bersiul. Begitu sudah berada di luar Erick menarik nafas lega. Ia berhasil mencegah dirinya untuk tidak menarik Debbie mengajak sekrretarisnya itu. Bercinta untuk kesekian kalinya.‘Ada apa dengan diriku? Mengapa aku dengan mudah tergoda kepada wanita itu dan melupakan istriku?’ gumam Eric.Ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamar Erick melempar handuk yang dipakainya ke atas tempat tidur. Berjalan menuju walking closet. Diambilnya kaos pas badan, serta celana kain. Selesai berpakaian Erick keluar dari kamarnya.Pada saat berada di tengah tangga Erick berpapasan dengan Debbie. Selama sesaat yang singkat keduanya terdiam. Hanya saling pandang dengan tatapan yang tidak dapat dibaca.Debbielah yang lebih dahulu tersadar. Dibasahinya bibir yang terasa kering dengan lidahnya. Ia tidak mau Erick salah menduga dirinya. De

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Kamar Mandi

    Wajah Debbie bersemu merrah, dengan nada suara kesal ia berkata, “Dalam keadaan sedang mabuk saja kamu masih menyebalkan seperti ini.”Sambil mengentakan kaki Debbie berjalan keluar dari kamar mandi tersebut. Namun, baru beberapa langkah ia mendengar suara berdebum benda jatuh dengan keras disertai umpatan nyaring.Debbie bergegas kembali ke kamar mandi ia menjadi ragu hendak mendekat ke arah Eric, yang jatuh tersandar pada dinding kamar mandi dengan luka berdarah di pelipisnya.Suara erangan sakit yang keluar dari bibir Eric membuat Debbie maju mendekat untuk menolong Eric. Berlutut di hadapan Eric yang bertelanjang dada hanya memakai celana dalam. Yang membuat penampilan Eric begitu menggoda mendebarkan jantung Debbie.“Brengsek, kau Debbie! Apakah kau hanya akan diam saja memandangi tubuhku? Dengan matamu yang berseri, gaun tidurmu yang basah, hingga aku dapat melihat dengan jelas isi di balik gaun itu!” ejek Eric.Debbie mengepalkan kedua tangan untuk mengatasi rasa malu, karena

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Mabuk

    “Biarkan saja ia sendirian di sini!” tandas Eric.Eric berjalan keluar dari rumah itu tanpa menoleh ke belakang. Diikuti oleh pegawainya yang juga menjadi sopir pribadinya selama ia berada di pulau tersebut.Mobil yang dikemudikan sopir Eric berhenti di depan sebuah bar yang ada di kota. Jauh dari rumahnya di mana pada saat ini. Turun dari mobil Eric memasuki bar tersebut dan duduk di depan meja bartender.“Buatkan aku minuman paling keras!” perintah Eric kepada bartender.Bartender dengan kepala pelontos itu menatap Eric dengan senyum lebar di wajahnya. Memperlihatkan giginya yang rapi dan putih bersih.“Jadi sudah berapa lama kau berada di pulau ini, Bos? Aku tidak mendengar kedatanganmu kali ini. Apakah kau akan lama berada di pulau ini?” tanya bartender tersebut, sambil meracik minuman untuk Eric.Eric melayangkan tatapan tajam menusuk kepada bartender tersebut. “Kau menjadi cerewet sejak terakhir kita bertemu. Aku tidak perlu menjelaskan apa pun juga kepadamu!”Bukannya marah men

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   BAB 10 Kegelisahan Debbie

    M 3Wajah Debbie menjadi merah seperti kepiting rebus. Ia mengacungkan kepalan tangannya ke arah Eric. “Silakan saja berpuas diri, tetapi saya tidak akan mau mengakui apa pun juga!”Dengan langkah cepat Debbie berjalan meninggalkan Eric. Sesampai di rumah ia langsung masuk kamar dan mengunci pintunya.Berada dalam kamar mandi Debbie menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Pantulan matanya terlihat berbinar dengan rona bahagia. Tangan Debbie terulur mengusap pipinya yang terlihat merona.‘Apa yang terjadi denganku? Aku tidak boleh merasa tertarik sedikit pun juga kepada Eric. Ia sudah menikah. Menyukainya hanya akan membuatku menderita saja,’ batin Debbie.Ia menggeleng berulang kali coba mengusir bayangan percintaannya dengan Eric. Suara desahan terlontar dari bibir Debbie. Dipejamkannya mata, sambil menggigit bibir. Ia merasa benci kepada dirinya yang begitu lemah hingga dengan mudahnya terkena pesona bosnya itu.Beranjak dari depan cermin wastafel Debbie menuju bathub dan

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 9 Bercinta

    Menggunakan kakinya Debbie menendang lutut Eric. Hingga dirinya berhasil terbebas dari Eric. Dengan nafas yang memburu dan mata menyala karena emosi Debbie menatap tajam Eric. “Simpan jauh-jauh fikiran itu dari kepalamu! Aku tidak akan pernah secara suka rela bersedia kau sentuh.”Eric mengerucutkan bibirnya, ia memandang Debbie dengan santai ia berkata, “Mengapa tidak? Kau begitu menyedihkan hingga membuatku merasa kasian kepadamu. Sekarang berhentilah berpura-pura kau tidak menyukainya.”Wajah Debbie berubah menjadi merah rasa marah dan malu bercampur menjadi satu. Ia tidak mengerti mengapa begitu lihainya Eric bermain kata. Akan tetapi, mengapa juga ia harus merasa heran? Bukankah bosnya itu memiliki sifat yang tidak mudah ditebaknya. Hal itu baru diketahuinya hanya beberapa jam setelah mereka berada di pulau terpencil ini.Jentikan jari Eric tepat di depan wajah menyadarkan Debbie dari lamunannya. Ia menggembungkan pipi dan mengempiskannya kembali. “Saya tidak akan mendebatnya kar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status