Share

MD2. Langkah Seribu

Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di kepala Yola. Bahkan memenuhi seisi ruangan yang ada di dalam otak Yola dan membuat Yola tidak nyenyak tidur. Hal itu membuat Yola semakin malas untuk mencari korban sasaran hingga membuat Yola sering menjadi bulan-bulanan si bos.

Tegar, selaku sahabat Yola selalu menjadi pelindung untuk Yola. Saat Yola dianiaya bosnya, Tegar menjadi orang pertama yang melindungi Yola bahkan Tegar pun membantu Yola dalam mencari mangsanya.

Yola sudah sering kali menolak kebaikan Tegar, tapi Tegar benar-benar keras kepala dan tetap membantu Yola karena Tegar suka dengan Yola. Tegar tidak tega jika Yola harus selalu dihajar oleh bosnya karena setoran selalu berkurang.

"Sudahlah, jangan terlalu banyak alasan ini dan itu. Kau cukup menurut padaku saja. Paham." Begitulah ucapan yang selalu dilontarkan dari bibir Tegar.

Karena Yola sedang malas berdebat, dia memilih diam dan menuruti apa yang dikatakan oleh Tegar. Namun, dibalik itu semua, Yola juga memikirkan cara agar bisa lepas dari jeratan para preman. Yola ingin berhenti dari pekerjaan dia yang membuatnya merasa tidak tenang bahkan tidak tenang seumur hidup.

Yola bermain dengan sangat apik dan aman agar dia selamat serta membuat para preman tidak menyadarinya. Hari itu Yola selalu dipantau oleh Tegar.

Tegar memantaunya agar dia aman dari si bos dan bisa memberikan setoran yang membuat si bos puas.

"Ini ...." Tegar menyodorkan sebuah dompet pada Yola.

"Gar, kau tidak perlu berkorban seperti ini. Aku merasa tidak enak hati," kata Yola mulai tidak nyaman dengan perlakuan Tegar.

"Aku yang tidak enak hati jika melihatmu jadi bulan-bulanan yang lain. Kau ini perempuan, tidak sepatutnya diperlakukan seperti itu," kesal Tegar.

Yola diam dan tidak mau menjawabnya, karena jika Yola jawab, Tegar juga pasti akan terus merespons dan buntutnya tidak akan ada ujung dari pemberhentian pembicaraan itu.

Yola memilih duduk di sebuah bangku kayu yang saat diduduki berbunyi nyit ... nyit .... Tegar pun ikut duduk di samping Yola. Pemuda itu menyampingkan badannya agar bisa menghadap ke arah Yola. Tegar memperhatikan wajah Yola yang sedikit memar.

"Ini pasti sangat sakit," kata Tegar lirih. Tangan Tegar terulur dan menyentuh memar itu. Yola sedikit meringis menahan rasa ngilu. "Kalau kau menurut padaku, hal ini pasti tidak akan terjadi."

"Sudahlah, aku tidak ingin berdebat denganmu," kata Yola mulai jengkel dengan arah pembicaraan Tegar yang tidak pernah lepas dari hal itu.

"Kau tunggu di sini saja, hari ini biar aku yang kerja. Kau tenang saja di sini, oke." Tegar memberi kode dengan jari tangannya. Yola menarik napas panjang dan menganggukkan kepalanya.

Tegar berdiri dan meninggalkan Yola di tempat itu. Yola terus memandangi punggung Tegar hingga hilang di belokan gang depan sana.

Kembali Yola menarik napas panjang dan mengembuskan dengan kasar. "Aku harus mencari cara agar bisa lepas dari jeratan preman brengsek."

Namun, Yola harus bersabar terlebih dahulu, karena tidak mudah bagi Yola untuk lepas begitu saja. Yola pun tidak mungkin mengajak Tegar, karena Tegar tidak ada rencana atau tidak ingin meninggalkan tempat laknat itu. Tegar tumbuh dan besar di tempat tersebut.

Tiga jam sudah berlalu dan Yola mulai bosan menunggu Tegar yang tak kunjung kembali. "Kemana dia? Kenapa belum kembali? Atau dia————"

"Yolaaa ...," teriak Tegar dari kejauhan. Pemuda itu berlari sambil membawa sesuatu. "Aku berhasil hari ini. Lihatlah apa yang aku bawa. Bos pasti akan senang dengan hasil kerja kita berdua hari ini."

Yola memutarkan bola matanya. Antara senang dan tidak dengan hasil kerja Tegar hari itu. "Ya ya ya ... kerja bagus, Gar." Yola tersenyum.

Senyum mengembang di bibir Tegar saat melihat Yola tersenyum manis.

***

"Kerja bagus!" kata sosok tinggi besar dengan wajah penuh dengan brewok. "Jika seperti ini terus menerus maka aku akan menjadi kesayanganku lagi."

Perut Yola mendadak berubah seperti mesin cuci yang sedang berputar cepat. Yola serasa ingin muntah mendengarkan ocehan dari si brewok. 'Cih, tidak sudi aku menjadi kesayanganmu,' batin Yola.

"Hari ini kau terselamatkan. Kerja bagus juga untukmu, Gar. Teruslah bersama dengannya." Brewok menepuk pundak Tegar.

"Siap, bos. Jangan khawatir soal itu. Serahkan semuanya pada Tegar," ujar Tegar sambil menepuk dadanya sendiri.

Melihat hal itu, Yola memutar bola matanya dan mengembuskan napas kasar. "Terlalu banyak drama dan aku ingin mengakhiri drama sialan ini," ucap Yola lirih.

Yola meninggalkan mereka berdua juga yang lainnya di ruangan tersebut. Yola menaiki anak tangga menuju lantai atas. Dia lebih memilih menenangkan diri di balkon atas. Yola duduk di sebuah sofa yang sudah sobek dan terlihat busa di dalamnya. Dia duduk sambil membawa minuman kaleng. Yola membuka minuman kaleng itu dan menegakkan pelan.

Yola mengangkat kepalanya dan memandang langit yang berwarna oranye. "Sungguh indahnya langit sore ini dan keindahannya akan berganti dengan gelapnya malam." Yola kembali menegak minuman yang dia genggam. "Aku ingin bebas, aku ingin hidup tanpa beban yang berat." Tersadar akan tindakannya selama ini adalah salah besar. "Mungkinkah aku bisa?" tanyanya pada langit kala itu.

Yola meratapi kesendiriannya. Saat Yola menundukkan kepalanya ke bawah, dia melihat ada seorang anak kecil bergandengan tangan dengan kedua orang tuanya. Terlintas dalam pikiran Yola. "Aku ingin punya sebuah keluarga kecil yang bahagia." Yola tersenyum melihat anak kecil itu terlihat sangat manja pada ibu dan ayahnya. "Di mana mereka?"

***

"Yolaaa!" teriaknya berkali-kali. Dia terlihat begitu sibuk mencari gadis cantik tersebut. "Yolaaa!" Teriakannya membuat seseorang yang sedang tertidur di atas pohon terbangun dan membuka topi yang menutupi wajahnya. Sosok itu kemudian menengok ke bawah memperhatikan seorang pemuda yang terus menerus memanggil namanya.

Yola tidak mempedulikan pemuda tersebut dan dia kembali menutup wajahnya dengan topi. "Hari ini aku ingin tidur."

"Yolaaa, kau di mana? Apa kau tidak ingin kerja?" teriaknya lagi. Akhirnya Tegar duduk di bawah sebuah pohon karena kecapean dan kehausan. "Ke mana Yola pergi?" Tegar mengembuskan napas dan menyandarkan kepalanya pada tubuh pohon yang ada di belakangnya.

Tegar merasakan ada sebuah suara yang tidak asing serta sebuah bau yang sedikit menyengat di hidungnya. "Bau apa ini? Seperti bau kentut?" Tegar menutupi hidungnya.

Yola yang berada di atas sana berusaha menahan tawanya. Dia menutup mulut dengan tangannya sendiri. Namun, suara cekikikan itu tertangkap oleh telinga Tegar. Lantas pemuda itu mendongakkan kepalanya ke atas pohon dan Tegar mendapatkan sosok seorang yang dia cari berada di atas sana.

"Ah, di sini kau rupanya." Tegar berdiri dan mencari sebuah tongkat. Di arahkan tongkat itu pada Yola yang tengah terbaring disalah satu batang pohon yang cukup besar. "Hei, tukang kentut, bangun."

Yola masih berpura-pura tidur dan tidak menghiraukannya, tapi lama-lama. "Aku bukan tukang kentut, ya."

"Lalu siapa yang kentut? Bau telur pula," ledek Tegar.

Yola melempar sepatunya ke arah Tegar, akan tetapi lemparan itu mengenai anjing yang sedang tidur. Anjing itu bangun dan langsung mengejar Tegar. Tegar pun mengambil langkah seribu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status