Share

MD3. Terjebak

Yola's POV

Menjalani profesiku yang sekarang memang tidaklah mudah dan sangatlah beresiko. Namun lewat profesiku inilah, aku tidak sengaja bertemu dengan pemuda itu. Bukan keinginanku untuk menjalani kehidupan seperti ini tapi keadaan lah yang memaksaku untuk menjalani profesi ini.

***

Pagi itu seorang gadis sedang berjalan di pasar tradisional sambil melihat-lihat keadaan sekelilingnya. Hari itu tampaknya dia sedang mencari mangsa.

"Gadis manis, kemari lah," panggil seorang kakek. Gadis itu pun menoleh dan mendekati kakek itu.

"Iya Kek, ada apa?" tanya gadis itu.

"Kakek minta kau berhentilah, profesi mu itu sangat beresiko." Kakek Rud menasehati.

"Aku sebenarnya ingin berhenti Kek, tapi————" ucapannya menggantung.

"Tapi apa, Nak?" Kakek Rud memandang gadis itu.

"Aku tidak mungkin bisa lepas dari mereka, Kek!" gadis itu tampak sedih.

"Semua pasti ada jalan keluarnya," kata Kakek Rud.

"Ketahuan kabur saja pasti akan dikejar dan kalau tertangkap akan dihajar, Kek!" tegas gadis itu tapi dengan mimik muka yang sedih.

"Kau itu masih muda, masa depanmu masih panjang. Jika diberi kesempatan untuk kabur, larilah sejauh mungkin. Kau berhak mendapatkan kebahagiaan, Nak." Kakek Rud membelai surai hitam gadis itu.

"Aku juga menginginkan itu, Kek. Aku juga ingin hidup bahagia, aku ingin melakukan hal yang bermanfaat." Gadis itu menunduk.

"Kau pasti bisa, Nak. Kakek percaya itu. Kau ini sebenarnya gadis yang baik. Kenapa kau bisa terjerumus masuk ke dalam komplotan mereka?" Kakek Rud duduk di samping gadis itu.

"Aku yang salah langkah Kek, mungkin aku yang bodoh. Aku sudah semakin jauh Kek, mau keluar pun mungkin sudah tidak bisa. Aku pun sudah lelah dengan semua ini." Gadis itu semakin merasa bersalah.

Kakek Rud menyadari itu, dia berusaha untuk memberi semangat pada seorang gadis yang duduk di sampingnya itu. Seorang gadis yang selalu membantunya ketika sedang jualan.

"Kalau kau ingin menangis ... menangislah di dalam. Luapkan semua beban mu, Nak. Jujur setiap kau di sini kakek merasa terhibur, karena sejatinya kau itu adalah anak yang baik, hanya saja kau yang salah bergaul." Kakek Rud menepuk-nepuk pundak gadis itu. Tak terasa butiran bening jatuh di pipi gadis itu.

"Aku harus pergi, Kek," katanya sambil mengusap air matanya.

"Kau mau ke mana?" tanya kakek Rud.

"Aku tidak ingin kalau mereka sampai tahu jika aku sering berada di warung Kakek ini, mereka pasti tidak akan tinggal diam," jawab gadis manis itu.

"Apa kau mau mencopet lagi?" tanya Kakek Rud.

Gadis itu hanya terdiam. Di satu sisi dia ingin berhenti mencopet tapi di sisi lain jika dia tidak mendapatkan setoran dia akan dihajar.

"Ehm ... aku akan berusaha mencari cara, Kek. Aku akan mencari cara agar bisa kabur dan terlepas dari komplotan pencuri-pencuri itu." Gadis manis itu tersenyum. Kakek Rud yang mendengar kalimat itu ikut tersenyum juga.

"Kakek yakin kau pasti bisa, Nak. Tatalah masa depanmu." Kakek Rud terus memberi semangat pada gadis manis itu. "Tunggu dulu, Nak," kata Kakek Rud. Tak lupa seperti biasa, Kakek Rud selalu menyempatkan untuk membungkus sarapan dan memberikannya pada gadis itu, tapi setiap kali gadis itu memberikan uang pada Kakek Rud, sang kakek selalu menolaknya secara halus.

"Kenapa kakek selalu menolak jika aku akan membayar nasi bungkus ini?" katanya.

"Kakek tidak mau menerima uang itu. Kakek akan menerima uang darimu jika kau sudah mendapatkan pekerjaan halal," jawab Kakek Rud dan memegang pipi gadis itu.

Seolah tahu kode keras dari Kakek Rud, gadis itu selalu berusaha mencari cara agar bisa kabur.

"Sekali lagi terimakasih, Kek. Aku selalu merepotkan Kakek. Aku sudah banyak berhutang budi pada Kakek. Kakek sendiri tahu profesiku, tapi Kakek malah menganggap ku seperti cucu Kakek sendiri." Gadis itu akhirnya tak kuasa menahan tangis.

Sudah ... sudah ... makin jelek kalau kau menangis. Hapus dulu air matamu itu," hibur Kakek Rud.

"Aku pergi dulu kek, jika ada waktu aku akan mampir lagi ke sini," ujarnya melangkah meninggalkan sang kakek.

💘💘💘

Hari sudah semakin siang, matahari berada tepat di atas kepala dan sinarnya sangat terik. Gadis itu masih setia duduk nongkrong di pasar. Dia duduk di bawah sebuah pohon sambil memikirkan kata-kata dari Kakek Rud. Sembari berpikir dia pun mengamati suasana pasar, pandanganya terfokus pada anak-anak yang pulang sekolah. Mereka bercanda bersama, ketawa ketiwi tanpa beban pikiran.

"Mereka sungguh sangat bahagia. Mungkin jika aku tidak salah langkah, aku pun bisa merasakan hal yang sama seperti mereka tanpa beban pikiran. Bebanku saat ini adalah mendapat target dan bisa menyetor. Kalau tidak aku bakal remuk lagi dihajar mereka." Pikirannya sudah melayang-layang memikirkan apa yang akan terjadi jika dia tidak memberi uang setoran.

'Aaarrgghh! Sepertinya memang aku harus mencari cara untuk kabur,' 'beonya dalam hati.

"Kalau tidak, bisa-bisa aku mati muda karena sering dihajar mereka," imbuhnya.

"Kenapa mendadak aku jadi merinding tidak jelas seperti ini." Gadis itu mengusap-usap lengannya sendiri. "Ah ... atau jangan-jangan pohon ini ada penghuninya?" imbuhnya. "Haaiiisss ... kenapa aku jadi parno seperti ini?" Gadis itu memang merasa ada mata yang terus mengawasinya. "Ah ... tidak jelas sekali tempat ini, lebih baik aku pergi dari sini saja," katanya meninggalkan tempat itu.

"Bagaimana bos?" kata seorang lelaki.

"Terus saja awasi dia!" kata sang bos bermuka sangar dan berbrewok.

Yola menapaki jalan di pasar tradisional, sesekali dia berhenti di stand aksesoris.

"Wah ... ini sangat cantik sekali." Yola terlihat sangat takjub.

Dia melanjutkan langkahnya menyusuri setapak jalanan pasar tradisional sampai dia lupa akan tujuan utamanya untuk mencopet.

"Hei ... Yola!" teriak seorang pemuda yang membuatnya menoleh ke belakang.

"Ada apa?" tanya Yola.

"Bagaimana hari ini? Apa kau dapat banyak?" tanya seorang pemuda yang bernama Tegar.

"Tidak. Aku bahkan belum melancarkan aksiku," jawab Yola.

"Kenapa? Kau tidak takut pada Brewok?" tanya Tegar.

Yola menghentikan langkahnya, terdiam sesaat dan menatap Tegar.

"Ada apa?" tanya Tegar.

"Ah ... tidak ada apa-apa," jawab Yola berjalan mendahului Tegar.

"Aku akan membantumu lagi," ucap Tegar berlari menghampiri Yola.

"Eh ... apa?" tanyanya tidak paham.

"Lihat ini, ya." Tegar mulai melancarkan aksinya.

Tak butuh waktu lama, pemuda itu berhasil mengambil sebuah dompet dari tas seorang wanita. Nahasnya aksinya dipergoki seorang penjual sayur dan langsung meneriakinya.

"Maliiiiiiing!" Pengunjung pasar langsung menatap Tegar yang sedang memegang dompet berwarna biru muda dengan motif bunga.

Seketika Tegar kaget dan langsung lari menyambar tangan Yola.

Yola terkejut dan dia pun ikut lari. Di saat sedang lari, dia berpikir apa yang sedang dia lakukan?

'Kenapa aku harus ikut lari? Bukan aku ini yang nyolong,' batin Yola.

Yola berhenti dan menepis genggaman tangan Tegar.

"Hei ... apa yang kau lakukan? Kenapa kau berhenti? Kita bisa babak belur dihajar masa!" Tegar terlihat cemas.

"Kau yang nyolong dompet milih wanita itu bukan aku, kenapa aku harus ikut lari?" tegas Yola.

"Hei ... sekarang bukan saatnya berpikir seperti itu. Apalagi kau ikut lari bersamaku!" Nada suara Tegar meninggi.

"Kau yang menarikku," balas Yola sedikit kesal.

Di saat mereka berdua sibuk berdebat, kerumunan masa sudah semakin mendekati mereka. Karena gugup dan takut Tegar mengambil arah kiri, sedangkan Yola mengambil arah kanan. Dia berpikir massa tidak akan ikut mengejarnya, akan tetapi tebakan Yola salah. Gerombolan massa tetap mengejarnya.

Di tempat lain, seorang pemuda yang memakai kemeja warna pink berlengan pendek dan bercelana putih sedang berdiri memainkan ponselnya. Dia terkejut ketika melihat sekerumunan massa berlari ke arahnya sambil berteriak maliiing ... maliiing!!!

Yola yang melihat itu langsung meraih tangan pemuda yang tidak dia kenal sama sekali untuk berlari bersamanya. Pemuda yang tidak tahu apa-apa itu ikut berlari bersama Yola dan sesekali menengok ke belakang melihat kerumunan massa yang mengejarnya ... ah, tepatnya mengejar mereka berdua.

Kerumunan massa yang ditangan mereka ada yang memegang kayu, ada juga yang memegang wajan teflon bahkan alat-alat penggorengan lainnya.

Yola menggenggam erat tangan pemuda itu dan masih terus berlari menarik tangan sang pemuda. Yola berlari masuk gang dan bersembunyi di sebuah toilet umum bersama dengan pemuda berbaju pink. Keduanya mengatur napas dengan posisi si pemuda tampan berada di belakang Yola.

"Hei ... kau ini siapa? Kenapa asal sekali main tarik tangan orang sembarangan?" tanya pemuda berbaju pink. Namun, pertanyaannya tidak dijawab oleh Yola.

"Ssttt!" Mendadak tangan Yola langsung membekap mulut pemuda itu.

Yola mengintip di sela-sela pintu, sang pemuda pun penasaran dan ikut mengintip. Terdengar suara riuh dari luar, tiba-tiba Yola melangkah mundur dan tubuhnya menabrak tubuh pemuda itu hingga tubuh pemuda berbaju pink tersebut menabrak dinding di belakangnya. Alhasil tubuh sang pemuda terhimpit antara dinding dan tubuh Yola.

Tubuh Yola semakin menempel erat pada tubuh sang pemuda. Mendadak wajah sang pemuda menjadi merah dan merenggangkan kedua tangannya.

Kedua telapak tangannya menempel di tembok dan jari jemarinya mencakar-cakar tembok ketika pusaka keramatnya tergesek-gesek dengan pantatnya Yola.

"Geledah semua tempat!" Sebuah teriakan terdengar dari luar.

Yola semakin mundur ke belakang ketika terdengar teriakan suara dari luar. Pantatnya semakin menekan pusaka keramat sang pemuda. Sang pemuda semakin tidak karuan, dia membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangannya. Dan tangan yang satunya masih menempel di dinding dan mencakar-cakarnya. Sang pemuda itu merasakan ngilu yang teramat sangat pada pusaka keramatnya.

Selanjutnya apa yang terjadi pada keduanya? Ada yang bisa nebak?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status