Share

MD6. Wor Wet Hensem

HerJinot pulang membawa banyak barang belanjaan. Entah apa saja barang yang dibeli Jin untuk istrinya. Di ruang tamu, Jimmy dan Juki sedang duduk sambil makan cemilan.

"Wuih ... Kak, habis merampok di mana?" tanya si Jimmy sambil bercanda.

"Enak saja kau bilang merampok, ini habis ngeborong seisi mall," jawab Jin melangkah menaiki tangga menuju lantai dua.

"Kak, kita berdua tidak dibelikan oleh-oleh?" tanya si bontot Juki.

"Beli sendiri, bukannya kalian sudah ku beri uang jatah tiap bulan," seru Jin dari lantai dua.

Jin langsung masuk ke kamar menaruh semua barang belanjaan. Yola yang melihat suaminya belanja begitu banyak auto langsung komen.

"Habis merampok ya, Bang?" tanya Yola.

"Enak sekali kau bilang merampok, ini beli pakai duit," jawab Jin.

"Yang bilang beli pakai daun siapa?" tanya Yola gregetan.

"Nih pilih sendiri, aku tidak tahu ukuran kacamatamu berapa? Aku borong semua," ucap Jin menyerahkan semua belanjaan pada Yola.

"Ya ya ya, orang kaya memang bebas, banyak duit, bisa borong semuanya, tapi tidak harus begini juga." Yola melirik galak ke arah Jin, "Kenapa harus warna merah muda semua?" protes Yola yang melihat semua beha dan celana dalam berwarna pink semua.

"Kenapa ... Kenapa? Protes terus, seharusnya kau bersyukur, aku masih mau membelikan beha dan semvak. Kalau kau tidak mau memakainya, ya sudah tidak usah dipakai biar semilir hutan amazone mu dan gunung Bromo mu biar gemandul terus." HerJinot auto langsung ngerap.

Sleept!!

Sebuah gulungan kertas masuk ke dalam mulut kang wor wet hensem.

"Diam kau Jamaludin. Apa kau aku hajar?" Yola mulai panas.

"Kau ini wanita atau preman? Galak sekali!" HerJinot mulai gemas pada istrinya.

"Memang kenapa jika aku mantan preman?" tanya Yola menatap Jin garang.

"Aku makin nafsu pada dirimu." Jin mulai mendekat.

"Hei ... tunggu dulu. Aku ingin mandi dulu. Kau tunggu di luar saja. Kau bisa bermain dulu dengan adik-adikmu sambil menunggu malam tiba." Yola mendorong Jin keluar kamar dengan alasan masih ingin mengulur waktu.

"Kau ini suka sekali mengulur-ulur waktu, anaconda ku sudah ingin menyetrum mu ini ...," rengek Jin.

"Sabar ya ... aku ingin mandi dulu, biar wangi." Yola menutup pintu kamar.

"Oke ... oke, tapi setelah ini aku akan menghajar mu sampai teriak-teriak." Jin pasang muka cemberut.

HerJinot menapaki anak tangga menuju lantai bawah. Jin melihat kedua adiknya yang sedang bercanda. Baru saja Jin akan duduk menempelkan bokongnya ke sofa, sebuah suara memanggilnya.

"Hei ... Jin tomang bisa naik ke atas sebentar!" teriak Yola dari lantai dua.

"Apa kau bilang?" Jin membalas teriakan Yola, "Tadi kau memanggilku apa? Enak sekali kau memanggil suamimu yang tamvan ini dengan sebutan Jin tomang?" gerutuk Jin sambil mendongakkan kepalanya keatas.

Jimmy dan Juki yang mendengar itu langsung tertawa terbahak-bahak.

"Nah, betul kan. Kakak ipar juga memanggil Kak Jin dengan sebutan Jin tomang," ledek Jimmy nyengir.

"Kak Jin, reputasi mu sebagai pria paling ganteng se indonesia langsung ambyar ke mana-mana," imbuh Juki meledek HerJinot sambil tertawa.

"Hiis, adik lucknut! Apapun itu aku masih pria paling tamvan se indonesia." Jin langsung naik ke lantai dua dan masuk ke kamar.

'Lama-lama pasaran ku bisa mati jika punya istri seperti dia,' Jin menggerutuk dalam hati sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.

"Yola ...," panggil Jin. Namun, tidak ada jawaban dari sang istri. Jin terkejut ketika dari kamar mandi Yola berteriak.

"Hei ... lama sekali kau ini." Kepala Yola nyembul di antara pintu kamar mandi.

Jin berjalan mendekat ke pintu kamar mandi dan tiba-tiba Yola menarik tangan Jin masuk ke dalam kamar mandi. Jin terkejut untuk kedua kalinya. Pasalnya dia melihat sang istri lepas landas tanpa pakaian sama sekali. (😋 pesawat kali lepas landas).

Jin menelan ludah melihat bentuk tubuh sang istri yang aduhai mirip seperti gitar spanyol. Mata Jin mengarah ke gunung kembar Yola yang padat dan kenyal itu.

"Hei ...Jamaludin, kau lihat apa, hah?" Yola pasang muka garang.

"Hiss, pelit sekali kau. Suami sendiri ini yang melihatnya." Jin mulai protes.

"Ambilkan aku shower itu," tunjuk Yola mendongakkan kepalanya ke atas. Tangannya menunjuk pada sebuah shower.

"Suruh siapa jadi orang pendek." Jin mengambil shower.

Plakk!!

Sebuah pukulan melayang ke lengan Jin.

"Aauww!" Jin mengelus lengannya.

"Jadi pak penghulu itu ada benarnya juga menikahkan kita. Tuhan itu menciptakan manusia untuk berpasangan dan saling melengkapi. Kau tinggi dan aku pendek," oceh Yola lalu menatap Jin di sampingnya yang sedang memegang shower. "Apa lihat-lihat?" kata Yola galak.

"Aku boleh memegang itu tidak?" Jin menunjuk gunung bromo milik Yola.

"Tidak boleh. Sana keluar, aku mau mandi." Yola mendorong tubuh Jin keluar dan menutup pintu.

Kriik ... kriik ... kriik!

"Aku bilang jangan ngintip," seru Yola.

"Sedikit saja. Masa tidak boleh sih?" rengek Jin dari balik pintu.

"Kebanyakan ngintip orang mandi nanti mata mu bintitan," celetuk sang istri yang mulai membasahi tubuhnya.

"Hufth ... Dasar pelit," gerutuk Jin menutup pintu.

Malam hampir tiba, Yola yang masih betah di kamar mandi mulai mencari cara untuk mengulur waktu lagi. Sedangkan Jin yang masih menunggu di atas ranjang kesabarannya mulai habis.

"Yola, kenapa kau lama sekali di kamar mandi? Kau ini mandi atau tidur, sih?" tanya Jin sambil mengetuk pintu kamar mandi.

"Sabar kenapa sih Jin tomang," seru Yola dari dalam kamar mandi.

"Anaconda ku yang sudah tidak sabar. Kepalanya sudah menyembul minta keluar." Jin menekan-nekan jimatnya yang mulai tidak nyaman di dalam kandangnya.

Akhirnya Yola pun keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk yang menutup tubuhnya. Merasa langsung konek, Jin yang sudah tidak sabar langsung menggendong istrinya itu ke atas ranjang. Tanpa ba ... bi ... bu ... Jin langsung melepas handuk yang membalut tubuh Yola.

"Eiits ... tunggu dulu!" Yola menahan tubuh Jin.

"Apa lagi sih!?" tanya Jin mulai kesal.

"Sepertinya kau lupa menutup pintu. Nanti jika ke dua adikmu melihat bagaimana?"

Jin beranjak dari ranjang dan menutup pintu. Yola langsung membungkus tubuhnya kembali dengan handuk.

"Hei ... kenapa kau menutup lagi tubuhmu dengan handuk?" Jin mulai geram dengan istrinya. Dia langsung menyambar handuk itu dan kembali merebahkan tubuh Yola di atas kasur. Jin pun telah melepas kemeja merah mudah miliknya dan langsung menindihi tubuh Yola.

"Sebentar ... sebentar. Kota sebenarnya mau melakukan apa?" kata Yola.

"Yaelah, Saodah. Kenapa kau tanya seperti itu? Sudah jelas kita akan melakukan malam pertama," jelas Jin.

"Memangnya harus, ya?" tanya Yola.

"Iya harus. Setelah nikah kita proses membuat anak." Jin bersiap mengambil posisi.

"Eits ... kau sudah membaca tutorialnya belum?" tanya Yola berusaha mengulur waktu lagi.

"Tutorial apaan? Jangan mengulur waktu lagi dan jangan menolak!" Jin mulai kesal.

"Sabar Kang ... sabar ...." Yola berusaha menenangkan Jin.

"Anaconda ku sudah tidak sabar untuk segera memulai perang malam ini." Tangan Jin mulai melepas celananya.

"Tunggu dulu. Bukannya kita harus pemanasan terlebih dahulu." Yola membuyarkan konsentrasi Jin.

"Pemanasan? Memangnya kita mau senam." Jin makin geram.

"Tapi setidaknya biar kau tidak tegang," rayu Yola.

"Mang Udin sudah tegang dari tadi dan dia ingin segera keluar berenang ke sarangnya," jawab Jin sewot.

Deg!

Yola mulai khawatir. Dia berharap akan ada keajaiban yang datang dan membatalkan niat Jin untuk malam pertama dengan dirinya. Tangan Jin mulai sibuk melepaskan celana panjangnya, akan tetapi tiba-tiba sebuah gangguan datang lagi.

Tok!!

Tok!!

Tok!!

Suara pintu diketok berulang kali.

"Musibah apa lagi yang datang!" gerutu Jin.

"Kau tidak ingin membukanya?" tanya Yola.

"Biarkan saja," jawab Jin cuek.

Jin tidak mempedulikan suara ketokan pintu itu. Nafsunya sudah semakin bergelora melihat sang istri yang mulai gugup.

Tok!!

Tok!!

Tok!!

Suara ketokan pintu itu semakin terdengar lebih keras dari sebelumnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status