'Kamu hanya milikku'
Tiga kata itu berhasil membuat hati Elsa bergetar. Itu adalah pertama kalinya Elsa mendengarnya dari seorang laki-laki. Selama bersama Bobi, laki-laki itu bahkan tidak pernah mengatakan kalimat itu.
Kata itu juga seperti obat bius bagi Elsa, membuat malam itu Elsa tidak bisa menolak keinginan Erick. Tubuhnya benar-benar tak kuasa untuk menolaknya. Apalagi sebuah sentuhan lembut yang diberikan oleh Erick begitu terasa sangat memabukkan.
Jantung Elsa berdebar saat Erick mulai menyatukan tubuh mereka. Elsa tidak tahu jika Erick pun merasakan hal yang sama seperti dirinya. Aneh, padahal mereka bisa dibilang sudah berpengalaman dalam hal itu. Namun, itu adalah pertama kalinya keduanya merasakan hal lain dalam diri mereka.
Malam itu di dalam kamar mewah tersebut dipenuhi oleh suara-suara kecil Elsa dan Erick. Suara yang bisa membangkitkan gairah seseorang. Kenikmatan itu juga membuat keduanya tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri.
Cukup lama mereka bergelut di atas tempat tidur, saling memberi kepuasan satu sama lain. Keringat sudah membanjiri tubuh mereka, padahal pendingin di ruangan itu disetel dengan suhu dingin. Namun, mereka belum ingin mengakhirinya. Mereka seperti orang yang merindukan akan kenikmatan itu.
Sampai rasa lelah datang pada diri mereka, membuat permainan itu harus segera diakhiri. Desahan panjang lolos dari mulut keduanya menjadi pertanda berakhirnya permainan panas itu.
Masih pada posisi yang sama, Elsa dan Erick berlomba meraup udara untuk mengisi rongga paru-paru mereka. Setelah napas mereka kembali normal, Erick memberikan kecupan pada kening Elsa sebagai bentuk ucapan terimakasih.
Erick berguling ke samping tubuh Elsa, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang sama-sama polos.
"Kamu mau ke mana?" tanya Elsa saat melihat Erick beranjak dari atas tempat tidur.
"Tidak akan ke mana-mana. Jangan khawatir aku tidak akan meninggalkan dirimu setelah ini," ucap Erick seraya memakai celana pendeknya.
Elsa mendengkus mendengar perkataan Erick yang terkesan sedang menyindirnya.
Mata Elsa melihat Erick kembali menuang wine ke dalam gelas kristal berkaki. Hanya dengan melihat raut wajah Erick, Elsa bisa melihat jika suasana Erick sedang buruk. Elsa menarik tubuhnya untuk mengambil posisi duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut sampai batas dada.
"Kamu yakin ingin tetap menikah denganku? Maksudku keluargamu sepertinya tidak menyukaiku," tanya Elsa.
"Aku tidak peduli dengan mereka. Lagi pula yang mereka pedulikan hanya uang dan tahta," ucap Erick.
Sepertinya memang benar jika Erick ada masalah dengan keluarganya.
"Lalu siapa Raisa? Keluargamu begitu menginginkan kamu menikah dengannya." Pertanyaan Elsa membuat Erick langsung menatap wajah Elsa sekilas.
"Bukan siapa-siapa!" jawab Erick.
Erick kembali meneguk wine di tangannya.
"Mantan pacarmu?" Elsa terus bertanya karena merasa belum puas dengan jawaban Erick. Elsa mendengar jelas saat Raisa mengatakan jika Erick dan dia dulu saling mencintai.
Erick menunjukkan senyum sinisnya lalu melangkah menghampiri Elsa dan duduk tepat di samping Elsa. Erick menjepit dagu Elsa di antara ibu jari dan jari telunjuknya.
"Kamu hanya perlu fokus padaku bukan pada masa laluku," ucap Erick lembut, tetapi penuh penekanan.
Elsa berdecak, ada rasa kesal dalam hatinya.
"Ini tidak adil ... kamu tahu semua masa laluku, tapi aku sama sekali tidak tahu apapun tentang dirimu," protes Elsa.
"Apa pentingnya masa laluku untukmu?" tanya Erick.
"Hanya ingin tahu saja," jawab Elsa.
"Tapi aku tidak ingin memberitahukan padamu," ucap Erick.
"Ya sudah jangan beritahu. Aku juga tidak tertarik dengan masa lalumu." Elsa mendengkus kesal seraya melipat kedua tangannya di depan dadanya.
Hening mengambil alih suasana di antara Elsa dan Erick. Mereka duduk dalam diam dan bergelut dengan pikiran mereka sendiri. Mendadak Elsa teringat akan sesuatu.
"Erick ...," panggil Elsa.
"Hmm, ada apa?" tanya Erick tanpa melihat ke arah Elsa.
"Aku minta tolong ... tolong jangan beritahu kakak dan kakak iparku jika kamu mengetahui tentang Gevan. Aku tidak ingin mereka mengingat masa lalu itu," pinta Elsa.
Erick langsung menoleh ke arah Elsa dan mempertemukan pandangan mereka.
"Apa yang aku dapat dengan melakukan hal itu?" tanya Erick.
"Apapun, apapun yang kamu mau ... termasuk nyawaku," jawab Elsa.
Dan tentu saja jawaban Elsa membuat Erick merasa terkejut. Namun, Erick menyembunyikan rasa keterkejutannya.
"Sepertinya kamu sangat menyayangi mereka." Erick menyentuh pipi Elsa dengan punggung tangannya.
"Sangat," balas Elsa.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan merahasiakan hal itu sesuai permintaanmu. Untuk permintaanku ... nanti saja. Aku belum menginginkan apapun darimu," ucap Erick.
"Tapi ... kamu harus ingat ini Elsa ... kamu harus bersiap jika suatu saat nanti aku menginginkan sesuatu hal darimu. Kamu tidak boleh menolaknya," ucap Elsa.
"Setelah aku mendengar perkataanmu ini, rasanya aku merasakan bahaya yang akan terjadi pada diriku." Elsa mengerucutkan bibirnya.
Erick merasa lucu melihat tingkah Elsa. Dengan sengaja Erick menjatuhkan kepalanya ke pundak Erick. Di kecupnya pundak Elsa untuk menggoda calon istrinya itu.
"Apa kamu sedang berusaha menggodaku lagi. Kamu ingin aku menghabiskan sisa tenagamu," goda Erick.
Tubuh Elsa merinding mendengar bisikan Erick. Ia jauhkan pundaknya dari Erick dan menatapnya tajam.
"Selain kamu orang yang sangat menyebalkan, bermulut cabe, ternyata pikiran kamu mesum juga." Elsa memicik tajam ke arah Erick.
Erick menyeringai licik. "Terimakasih untuk pujiannya."
"Aku membencimu, Erick Bramasta," ucap Elsa dengan nada kesal.
"Itu ucapan yang sangat manis," balas Erick.
"Lihat saja, setelah kita menikah aku akan membuat kamu bertekuk lutut di hadapanku," ucap Elsa.
"Silahkan kalau kamu bisa. Tapi jangan menyesal jika yang terdiri adalah sebaliknya," ucap Erick.
"Aku tidak akan membiarkan dirimu menceraikan aku, sebelum aku menguras habis hartamu," ancam Elsa.
"Lakukan saja jika kamu mampu," balas Erick.
"Dasar menyebalkan," maki Elsa.
Elsa tidak menduga Erick akan menarik tengkuknya dan mencium bibirnya. Melahapnya dengan sangat rakus. Elsa membelalakkan matanya merasa terkejut dengan tindakan Erick.
Dengan sekuat tenaganya Elsa mendorong tubuh Erick agar menjauh darinya.
"Apa yang kamu lakukan?" Elsa mengusap bibirnya yang baru saja Erick kecup.
"Hanya itu yang bisa aku lakukan agar bisa membuat dirimu diam," ucap Erick tanpa rasa berdosa sedikitpun.
Elsa makin merasa kesal melihat itu.
"Dasar menyebalkan." Elsa merebahkan dirinya dan membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut.
Sudut bibir Erick tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman saat melihat tingkah Elsa. Setidaknya bersama perempuan yang keras kepala itu bisa sedikit menghibur dirinya.
Erick membungkukkan tubuhnya dan mengusap punggung Elsa yang ada di balik selimut.
"Istirahatlah, aku masih ada banyak pekerjaan," ucap Erick.
Sementara di balik selimut, tubuh Elsa merinding saat merasakan usapan di tubuhnya. Seperti ada aliran listrik mengalir ke seluruh tubuhnya. Kadang Elsa bisa merasakan kelembutan dari Erick dan itu membuat Elsa merasa nyaman. Namun, saat menghadapi sikap dingin dan acuh Erick membuat Elsa rasanya ingin melarikan diri.
Dasar si tampan yang menyebalkan. Elsa sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah menikah dengan Erick nantinya.
Langit gelap bertaburan bintang, rembulan bersinar terang untuk menyinari malam. Nampak sunyi, tetapi tidak dengan ruangan besar nan megah, tempat yang biasa Erick dan Elsa gunakan untuk tidur.Saat ini Elsa tidak berhenti meracau saat Erick menggerakkan tubuhnya maju mundur di atasnya. Laki-laki memberikan kenikmatan yang luar biasa hingga membuat Elsa hampir kehilangan akal.“Erick, apa kamu ingin membuat aku gila?” racau Elsa.Erick hanya tersenyum mendengar racauan Elsa. Erick sengaja tidak membiarkan istrinya itu diam, karena suara desahan Elsa makin membuatnya bersemangat.Erick pun sama dengan Elsa yang hampir kehilangan akal, ia juga merasakan hampir kehilangan akal setelah satu minggu memendam hasratnya pada istrinya.Tubuh Elsa seolah sudah menjadi candu bagi Erick. Ditambah tubuh mulus dan dua bongkahan di dada Elsa yang selalu terlihat menantang dirinya un
Elsa sedang berbelanja di supermarket bersama Melani dan salah satu asisten rumah tangga di rumahnya. Rencananya Elsa ingin memasak, lebih tepatnya menyuruh para pelayan di rumahnya untuk memasak makanan kesukaan kakak, kakak iparnya, dan juga Gevan.Sebenernya Elsa tidak harus bersusah payah untuk belanja di supermarket, dirinya tinggal menelepon salah seorang staf di supermarket itu dan apapun yang Elsa inginkan akan dikirim langsung ke rumahnya. Namun, Elsa tidak mau melakukan itu. Elsa sengaja memilih untuk pergi berbelanja sendiri agar bisa mencari alasan untuk berjalan-jalan.Dua troli sudah terisi penuh oleh belanjaan Elsa. Istri dari Erick Bramasta itu mengajak kedua asistennya untuk membayar belanjaan mereka ke kasir.“Ayo kita bayar ini semua. Setelah itu kita pulang,” ajak Elsa.“Mari, Nyonya,” ucap Melani.Elsa melangkah diikuti dua asistennya
Pagi hari yang cerah, Elsa bersenandung kecil setelah mandi. Elsa melangkah menuju lemari pakaiannya untuk mengambil pakaian yang akan ia kenakan. Dress ketat berwarna merah dengan panjang di atas lutut menjadi pilihan bagi Elsa.“Kamu terlihat bahagia sekali.”Elsa menoleh ke arah kamar tidur. Ternyata suaminya sudah bangun. Mata Elsa melihat Erik sudah duduk bersandar di kepala ranjang.“Eh ... kamu sudah bangun, Suamiku,” ucap Elsa.“Apa yang sedang kamu pikirkan? Hingga membuatmu merasa bahagia dan tidak mengetahui aku sudah bangun dari tadi,” tanya Erick. “Apa karena kamu berfoto dengan artis idolanya itu.”“Kamu masih merasa cemburu juga!” Elsa terkikik geli.“Jangan menghayal terlalu tinggi nanti jatuhnya akan terasa lebih sakit.” Erick mendengkus kesal.“Ya, ya, ya terserah kamu saja. Aku hanya menyambut pagi hari dengan kebahagian. Agar kita bisa me
Kedua tangan Erick menggenggam kuat besi pembatas yang ada di hadapannya. Rahangnya mengeras dan tatapannya tajam saat melihat Elsa bermesraan dengan laki-laki lain. Istrinya benar-benar seperti sedang menguji kesabarannya.“Ayo, kita pulang!” ajak Erick.Reza dan kedua laki-laki yang merupakan body guard Erick berjalan mengikuti Erick yang sedang terlihat kesal.Elsa sendiri tidak menyadari kehadiran dan kepergian suaminya. Elsa masih asik berfoto serta berbincang dengan artis idolanya.Tidak terasa hari sudah semakin sore. Elsa harus segera kembali ke rumah sebelum Erick pulang.“Kak ayolah ikut denganku. Aku membawakan Kakak banyak oleh-oleh, aku juga ingin menunjukan rumahku pada Kakak,” rengek Elsa.“El, lain kali saja. Mas Abi sebentar lagi akan pulang dari kantornya,” tolak Lina.“Ck, ya sudah. Tapi besok-besok Kakak tidak boleh menolak saat aku meminta kakak untuk datang ke rumahku,&rd
Setelah mengantar suaminya untuk pergi ke kantor, Elsa kembali ke dalam rumah. Elsa memilih untuk duduk di ruang tengah rumahnya.“Apa yang harus aku lakukan? Dia melarangku untuk keluar rumah,” guman Elsa.Elsa duduk seraya memikirkan apa yang akan ia lakukan seharian nanti.Berenang?Tidak mungkin! Dirinya sedang datang bulan.Masak?Dirinya hanya bisa memasak nasi goreng dan sandwich.Elsa memilih untuk menyalakan televisi untuk menghilangkan rasa bosannya. Saat melihat anak kecil di layar televisi, mendadak Elsa merindukan Gevan.“Semenjak aku menikah, aku belum menelpon kakak Lina,” ucap Elsa.Elsa meraih gagang telepon lalu menekan nomor rumah kakaknya. Beberapa kali Elsa mencoba menghubungi nomor rumah kakaknya, tetapi tidak ada yang menerima panggilan itu.“Ke mana semua orang yang ada di sana?” Elsa bertanya pada dirinya sendiri.Elsa pun mencoba sekali lagi dan
Pesawat Pribadi yang membawa Elsa, Erick, dan Raisa mendarat di bandara di Indonesia. Setelah pesawat berhenti bergerak, mereka bertiga segera keluar dari dalam pesawat.Elsa masih tetap bergelayut manja di lengan Erick membuat Raisa makin panas karena terbakar api cemburu.“Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya,” ucap Reza.“Reza, antar kami pulang. Aku sudah sangat lelah,” perintah Elsa.“Baik, nyonya,” sahut Reza.Elsa dan Erick melangkah pergi. Namun, Elsa kembali menghentikan langkahnya saat melihat Raisa melangkah mengikutinya.“Tunggu dulu!” Elsa menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Raisa. “Raisa ... apa kamu akan selalu mengikuti kami ke manapun kami akan pergi?” sindir Elsa.“Kenapa memangnya?” Raisa bertanya tanpa rasa malu.“Dasar tidak tahu malu!” maki Elsa.“Reza, suruh orang untuk mengantar nona Raisa kembali ke
Pesawat pribadi yang membawa Elsa, Erick, serta Raisa masih mengudara di langit gelap. Elsa yang merasa lelah sudah tertidur di kursinya. Tangan Elsa tidak lepas dari lengan Erick meskipun ia sudah tertidur pulas.Erick sendiri masih tetap terjaga. Pandangannya menatap ke arah atas, lalu sekilas melihat Elsa yang sedang tertidur di sebelahnya.Ada senyum tipis yang tercipta di bibir Erick saat melihat istrinya tertidur dengan begitu tenangnya. Namun, senyum itu mendadak sirna saat bola matanya melihat Raisa.Segera Erick memalingkan wajahnya dari Raisa, mantan kekasihnya yang telah mengkhianatinya.Perlahan Erick menyingkirkan tangan Elsa yang melingkar di lengannya. Dengan perlahan juga Erick beranjak dari sisi Elsa. Langkahnya menuju ke bagian belakang pesawat itu.Erick mengambil satu botol wine yang ada di lemari penyimpanan. Lalu menuangkan isinya ke gelas kristal berkaki. Sebelum meminumnya, Erick lebih dulu mencium harum dari wine itu.
“Erick.”Suara wanita yang tidak asing lagi terdengar di telinga Erick maupun Elsa. Segera kedua pasangan suami-istri itu menolehkan pandangan mereka ke asal suara.Elsa terbelalak saat matanya menangkap sosok Raisa berdiri tidak jauh darinya.“Kenapa wanita itu selalu saja menganggu saat sedang bersama Erick,” batin Elsa.Elsa melihat sekilas ke arah Erick, Elsa bisa menangkap keterkejutan suaminya. Namun, Erick mencoba untuk menyembunyikkannya.“Nona Raisa, Anda di sini?” tanya Elsa.“Aku ada urusan dengan Erick,” jawab Raisa.“Urusan yang sangat pentingkah? Sehingga kamu sampai menyusul kami saat sedang berbulan madu?” sindir Elsa.“Bukan urusanmu,” balas Raisa.“Dengar —” Perkataan Elsa dipotong oleh Erick.“Nona Raisa ... apapun urusannya kita bisa membicarakannya besok di kantor,” ucap Erick.“T
Elsa menggeliat dalam tidurnya. Suara mobil melintas mendadak masuk ke dalam indra pendengarannya dan mengusik tidurnya. Saat akan bangun, Elsa merasakan berat di perutnya.Elsa menundukkan kepalanya, matanya melihat kepala Erick ada di atas perutnya.“Seenaknya saja dia menjadikan perutku sebagai bantal,” gerutu Elsa.“Hei, bangun!” Elsa menggoyangkan tubuhnya, tetapi Erick tidak kunjung bangun.Elsa ingin menyingkirkan kepala Erick dari atas perutnya. Namun, melihat Erick nampak sangat pulas, membuat Elsa menjadi tidak tega.Elsa memilih untuk diam sejenak lalu dengan perlahan memindahkan kepala Erick ke atas bantal. Perlahan Elsa menurunkan kakinya ke lantai dan pergi ke kamar mandi.Beberapa saat kemudian Elsa keluar dari kamar mandi, matanya tidak sengaja melihat sesuatu di dalam kamarnya. Elsa memeriksa sebuah kantong belanjaan yang isinya sesuatu yang ia butuhkan semalam.“Jadi dia pergi dan membel