Share

Perselisihan Keluarga

"Erick!"

Panggilan itu membuat Elsa lebih dulu menarik dirinya. Ia palingkan wajahnya untuk menghindari pandangan Erick.

"Dia memanggilmu lagi," ucap Elsa lirih, tetapi Erick masih bisa mendengarnya.

"Erick."

Panggilan ke tiga kali itu membuat Elsa dan Erick menoleh ke asal suara. Seorang wanita cantik berdiri tidak jauh dari mereka.

"Erick ...." Perempuan itu menarik lengan Erick. "Jelaskan siapa perempuan ini?"

Elsa melihat perempuan itu menarik kerah jas Erick.

"Apa tadi suaraku kurang jelas? Dia Elsa, calon istriku," jawab Erick dengan nada dinginnya.

"Calon istrimu? Bagaimana bisa? Hari pertunangan kita sudah ditentukan," kata wanita itu.

"Hah! pertunangan kalian?" Elsa langsung menatap Erick. Mimik wajah Elsa seolah meminta perjelasan.

Erick mengubah posisinya. Kini Erick berdiri di depan Elsa dan menyembunyikan Elsa di balik tubuhnya.

"Aku tidak pernah menyetujui perjodohan itu. Jadi ... lupakan tentang pertunangan itu, Raisa," tekan Erick.

Apa ini satu alasan dia memaksaku untuk menikah dengannya. Agar dia bisa menghindar dari pertunangan itu?

Sudut bibir Elsa tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman.

"Erick, bisa kita pergi dari sini? Aku merasa tidak nyaman," pinta Elsa.

Elsa sengaja memeluk Erick dari belakang, meletakkan dagunya di pundak Erick. Apa yang dirinya lakukan membuat perempuan itu merasa kesal, Elsa bisa melihat itu dengan sangat jelas.

"Tentu, Honey."

Erick menggenggam tangan Elsa dan membawanya pergi dari tempat itu. Namun, langkah mereka harus terhenti saat seorang wanita yang terlihat sangat anggun menghadang langkah mereka.

Siapa lagi dia?

"Erick, ibu ingin bicara denganmu dan juga wanita itu," ucap wanita itu tanpa basa-basi.

Oh, jadi itu ibunya.

Elsa dan Erick kini sudah berada di sebuah ruangan di hotel itu, sepertinya sebuah ruangan pertemuan. Di dalam ruangan itu ada  beberapa orang dan Elsa tidak mengenal siapa mereka. Hanya mengenal wanita yang dipanggil oleh Erick sebagai Raisa dan wanita tua yang nampak anggun yang Erick panggil ibu.

Di hadapan Elsa masih ada dua orang lagi, laki-laki muda dan tua. Elsa sama sekali tidak mengenalnya. Entah benar atau mungkin hanya perasaannya saja, Elsa merasa situasi di ruangan itu sangat mencekam.

"Jadi ini calon istrimu, Erick?" ucap seorang laki-laki muda yang duduk di hadapan Elsa. "Hai, aku Vero, kakaknya Erick."

Laki-laki itu mengulurkan tangannya kepada Elsa. Dengan ragu-ragu Elsa mengulurkan tangannya untuk menerima uluran tangan yang mengaku sebagai calon kakak iparnya. Belum sempat tangan Elsa menyambut tangan Vero, Erick sudah lebih dulu menghentikannya.

"Dia wanitaku, jangan coba-coba mencari alasan untuk menyentuhnya," ucap Erick dengan nada dingin.

Elsa bisa melihat tatapan tajam dan aura dingin yang Erick tunjukkan pada Vero.

Ada apa sebenarnya? Ya Tuhan ini sangat membingungkan.

"Ayolah Erick, aku ini kakakmu yang itu artinya, calon istrimu adalah calon adik iparku," ucap Vero.

Erick nampak tidak berminat untuk membalas perkataan Vero.

Melihat situasi itu, Elsa merasa sangat tidak nyaman.

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam keluarga ini?

"Sudah cukup! Kalian diam semua."

Elsa menoleh ke asal suara, ternyata ibunya Erick yang berteriak. Elsa makin merasa sangat tidak nyaman. Namun, saat Erick menggenggam tangannya, perasaan Elsa menjadi lebih baik.

"Erick, bukankah pertunangan kamu dan Raisa akan segera dilangsungkan? Kenapa kamu justru mengumumkan pernikahan kamu dengan perempuan yang tidak jelas itu?" tanya ibunya Erick yang bernama Liliana.

"Dia bukan perempuan tidak jelas, namanya Elsa, dia seorang model," sahut Erick.

"Kami tidak peduli siapa dia, Erick. Yang kami pedulikan adalah pertunangan kamu dan Raisa." Laki-laki tua yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara.

"Aku tidak menyukainya," jawab Erick. "Nikahkan saja Raisa dengan Vero. Bukankan memang semestinya mereka menikah." Ucapan Erick mengandung sebuah sindiran untuk Raisa dan Vero.

"Erick, bukankan kita dulu saling mencintai dan ...." Ucapan Raisa terhenti saat Erick menyambarnya.

Erick beranjak dari kursi masih dengan menggenggam tangan Elsa. "Aku tidak berminat untuk membahas masa lalu."

"Pernikahan kami akan dilangsungkan beberapa hari lagi. Kalian datanglah," ucap Erick.

"Ibu, ayah, dan kakak kamu tidak akan datang, kami semua tidak merestui kalian," ucap Liliana.

"Tidak masalah, aku juga tidak membutuhkan restu dari kalian. Dan Ibu harus ingat ini, dua laki-laki itu bukan ayah dan kakakku. Mereka adalah orang lain, bukan dari keluarga kita," ucap Erick.

Pandangan Erick beralih ke Elsa. "Ayo kita pergi, Honey. Urusan kita sudah selesai di sini."

Elsa mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari Erick. Tampa bicara apapun lagi Erick menarik Elsa dan membawanya keluar dari tempat itu.

Elsa melihat ada yang lain dari Erick setelah keluar dari ruangan itu. Auranya semakin dingin dan terlihat sangat marah. Bahkan kemarahan itu terasa sampai di pergelangan tangannya.

"Erick lepaskan aku," pinta Elsa.

Erick diam dan tidak bergeming. Erick bahkan tidak menghentikan langkahnya. Elsa sudah tidak tahan, pergelangan tangannya sudah terasa sakit dan panas.

"Erick ... lepaskan!" Elsa mengumpulkan tenaganya untuk menarik tangannya dari cengkraman Erick.

Elsa berhasil melepaskan tangannya dari Erick yang otomatis mengejutkan laki-laki itu.

"Apa kamu sudah gila! Kita belum menikah tapi kamu sudah kasar padaku." Elsa meluapkan kekesalannya pada Erick.

Elsa mengusap pergelangan tangannya yang terasa panas.

"Lihat apa yang sudah kamu lakukan padaku." Elsa menunjukan pergelangan tangannya. Cengkraman tangan Erick meninggalkan warna merah di pergelangan tangan Elsa.

Erick melihat bekas merah itu dan berdecak kesal. Karena sangat marah pada keluarganya, Erick sampai hilang kendali dirinya.

"Ikut aku," suruh Erick.

"Tidak mau," tolak Elsa.

"Tidak ada penolakan." Kali ini Erick tidak mencengkram tangan Elsa melainkan menggenggam tangannya.

Elsa terus mengikuti langkah Erick karena calon suaminya itu tidak melepaskan genggaman tangannya. Elsa sebenarnya ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, melihat kondisi Erick saat itu membuat Elsa mengurungkan niatnya.

"Masuklah!" Erick menyuruh Elsa masuk ke dalam kamar pribadinya di hotel itu.

Elsa menuruti apa kata Erick tanpa protes sedikitpun. Di dalam kamar itu, Elsa memilih untuk duduk di tepi ranjang seraya memperhatikan Erick yang sedang menuang wine ke dalam gelas kristal berkaki.

"Ini untukmu." Erick memberikan segelas wine kepada Elsa.

"Terimakasih," ucap Elsa.

Erick mengambil posisi duduk di samping Elsa seraya meneguk wine di tangannya. Rasa kesal sedang menyelimuti diri Erick dan Elsa pun bisa melihat itu.

"Boleh aku bertanya?" ucap Elsa.

"Hmmm," gumam Erick.

"Apa ada masalah di antara kamu dan keluargamu?" tanya Elsa.

Erick menoleh ke arah Elsa, menatapnya wajah cantik Elsa. Bukannya menjawab pertanyaan Elsa, Erick justru meminta hal lain dari Elsa.

Tanpa permisi Erick menarik tengkuknya Elsa dan mencium bibir Elsa dengan rakusnya. Serangan dadakan Erick itu membuat Elsa terkejut.

"Aku menginginkan dirimu, Elsa," bisik Erick.

Elsa tahu apa yang diinginkan oleh Erick.

"Erick ...." Ucapan Elsa terhenti karena Erick menutup mulutnya dengan ciumannya.

Erick tidak membiarkan Elsa untuk bicara, ia terus mencium bibir Elsa dengan rakusnya dan membuat Elsa kewalahan.

Elsa ingin menolak, tetapi sentuhan Erick begitu memabukkan membuat tubuh Elsa tidak bisa menolaknya. Elsa pasrah dengan semua itu, dan mulai mengimbangi permainan Erick.

"Kamu hanya milikku Elsa ... hanya milikku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status