Sabrina terus termenung didalam kamarnya, ia terus saja teringat dengan pertemuannya dengan laki-laki itu. Entah mengapa ia merasa begitu tak asing dengan sosok laki-laki tersebut.
"Matius, namanya seperti tidak asing," gumamnya.
"Tapi siapa dia, siapa Matius ini? Apa dia ada hubungan denganku dimasa lalu," pikirnya dengan sangat keras.
Kepalanya kembali berdenyut, begitu nyeri dan menyakitkan. Ia hanya bisa meringis merasakan kesakitan itu sambil memeganginya dengan erat.
"Kamu periksa semua dokumen yang ada, pastiin juga semua dalam kendali kita," ucap Nio yang baru saja membuka pintu kamar rawat Sabrina.
"Baik tuan. Nona," ucap Alex yang melihat nona mudanya meringkuk diatas ranjangnya.
Nio mengikuti arah pandang Alex, betapa ia terkejut saat melihat Sabrina meringkuk dengan tubuh yang gemetar. Ia berlari, memeriksa sang istri dengan begitu teliti.
"Mana yang sakit yank, mana ," paniknya.
Alex keluar dan kembali dengan dokte
Matius begitu tenang saat mendengarkan semua cerita Selly padanya, ia dengan wajah damainya mendengarkan semua bualan Selly tentang mantan suaminya juga istri barunya. Bahkan saat Selly mengatakan niatannya untuk mengambil Sasa demi menyiksa batin mantan suaminya, Matius tetap pada ekspresinya yang begitu damai."Bagaimana menurutmu beib," tanyanya pada Matius yang memandanginya.Matius dengan senyumannya melangkah mendekati Selly, membelai puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang. "Lakukan apapun yang bisa membuatmu senang, aku akan selalu mendukungmu."Selly begitu bahagia, ia memeluk pinggang Matius dengan sebelah tangannya. Ia yang begitu mencintai Matius hingga ia buta tak pernah melihat kekurangan lelakinya itu, Selly selalu memaafkan Matius untuk semua kesalahan yang selalu Matius lakukan."Tunggu kamu sembuh maka aku akan membantumu mengurus semuanya," ucap Matius mengecup kening wanitanya.Selly memejamkan matanya, menikmati kasih sayang
Matius tak menyangka jika ia akan mendapatkan tontonan yang begitu menarik, sangat menghibur dirinya ketika Syan yang mengamuk malah ditinggalkan oleh suaminya."Gue pasti bakal balas loe," ancam Syan yang segera berlari mengejar suaminya."Nona, kenapa tidak mengatakan saja siapa suami nona sebenarnya," tanya Alex."Untuk apa kak, "tanyanya sendu."Nona," panggil Alex."Sudahlah, antar saya ke dokternya."Matius keluar dari tempat persembunyiannya, menatap Sabrina yang semakin lama semakin menjauhinya. Ia begitu kagum dengan Sabrina saat pertama kali mereka bertemu, kekagumana seorang laki-laki dewasa kepada perempuan dewasa."Ternyata, jadi dia gadis malang itu. Gadis yang nasibnya hampir sama denganku, " ucapnya."Aku harus bisa mendekatinya," ucapnya penuh tekat.Nio yang saat ini masih dikantor begitu cemas saat melewatkan pemeriksaan pada istrinya itu, ia yang harusnya bisa menemani kini terpaksa absen karena ada s
"Kembalikan anakku!"Teriakan yang begitu mengejutkan ketiganya, pasalnya tak pernah terfikir jika akan bertemu dengan Selly didalam rumah sakit.Selly yang saat itu didorong oleh Lastri berjalan mendekati Sabrina, pandangannya menatap tajam Sasa yang dengan nyamannya duduk dipangkuan Sabrina sambil memeluk wanita itu.Hatinya begitu teriris melihat anak kandungnya begitu nyaman dengan wanita lain sedang ketakutan saat dengannya. Rasa yang baru bagi dirinya setelah sekian lama menjadi seorang ibu.Selly mengulurkan tangannya, mengisyaratkan pada Sasa bahwa dirinya juga ingin dipeluk olehnya. Namun bukannya pelukan yang didapat, Selly harus menelan kepahitan saat Sasa malah mengacuhkan dirinya dan tak mau menatapnya."Mama, kita pergi aja dari sini," cicit gadis kecil tersebut."Hubby, anak kita minta pergi," ucap Sabrina yang mendongakkan kepalanya kebelakang."Dia anak saya, bukan anak anda," ucap Selly begitu tegas.Sabrina h
Kini Syan tengah tak sadarkan diri tidur diatas sebuah ranjang didalam ruang asing, tangannya terikat disisi ranjang dengan tali yang melilit pergelangan tangan. Matanya terus terpejam dengan begitu nyamannya, hingga rasanya ia enggan untuk membuka mata.Namun perlahan ia mulai menggerakkan kelopak matanya, sedikit demi sedikit matanya terbuka dan menyesuaikan pandangannya. Ruang yang begitu asing membuat ia mulai meronta ketakutan, tangannya begitu kesakitan juga kesemutan hingga terasa kaku untuk digerakkan."Tolong, siapapun tolong gue," teriaknya.Sekuat ia mencoba berteriak meminta pertolongan, sesakit kerongkongannya hingga begitu perih namun tak ada satupun orang yang datang menolongnya. Syan kini hanya bisa menangis ketakutan, ia terus memanggil nama suaminya dengan harapan ia akan datang menyelamatkannya."Aldo, tolongin aku," isak tangisnya.Karena kondisinya sudah membaik dan tak lagi ada masalah, maka hari ini Sabrina sudah diijin
Syan histeris, ia menjerit ketakutan saat bajunya dengan paksa dilepas dari tubuhnya. Tangisnya menggema menjadi senandung dikala malam tanpa iringan, pedih sakit menjadi satu dalam kehancurannya."Ah, tolong lepaskan aku," mohonnya yang sudah tak berdaya.Permohonan serta desahan menjadi satu, menjadi pembangkit nafsu Matius yang kini sedang berada diatas tubuh Syan. Matius tak lagi menghiraukan jeritan juga tangis Syan, ia tengah menikmati permainanya sendiri diatas tubuh Syan yang sudah lemah tak berdaya.Matius begitu rakus, ia memberikan tanpa kepemilikannya pada sekujur tubuh Syan. Lehernya tak ada celah dengan penuh tanda, apalagi bagian dada juga dipenuhi tanpa merah akibat ulah Matius."Ekhmmmm," erang Matius saat ia mencapai kepuasannya.Ia tak lantas mencabut miliknya dari dalam tubuh Syan, ia masih bermain dengan ritme yang diinginkannya. Matius nampak begitu menikmati permainannya, bahkan Syan yang semula meronta kini han
Sabrina membalik tubuhnya dan melihat siapa kini yang tengah berdiri dibelakangnya, tentu orang itu tak lain adalah Aldo yang selalu mengganggunya saat dikampus."Tentu saja bahagia, mendapat suami yang begitu sempurna mana ada wanita yang tak bahagia," ucap Sabrina dengan begitu tegasnya."Aku cukup tahu hal itu.""Lantas apa yang menjadi tujuan anda datang kemari tuan Aldo, saya hanya tidak ingin dituduh macam-maca lagi baik dengan istri anda maupun mertua anda," ucap Sabrina mengingat masa lalu."Ckckck, ternyata seorang Sabrina pendendam juga."Sabrina yang malas berlama-lama berbagi oksigen dengan Aldo berbalik dan meninggalkan laki-laki itu seorang diri dihalaman kampusnya. Berurusan dengan Aldo hanya akan menambah luka pada hati juga tubuhnya."Aku juga bisa menjadi suami yang sangat sempurna jika kamu memilihku," lirihnya memandang kepergian Sabrina.Syan mulai tersadar dari tidur panjangnya, seluruh tubuhnya terasa begitu rem
Sabrina menunggu dengan tak sabar suaminya yang berjanji untuk datang menjemputnya, namun sudah hampir 30 menit namun tak kunjung terlihat batang hidungnya. Dengan penuh kekesalan ia pun menggerutu mengirimkan ribuan chat untuk suaminya."Kemana lagi ini hubby, jam karet," kesalnya mencebikkan bibirnya.Tak lama terlihatlah mobil milik sang suami yang berjalan memasuki halaman kampus, mata Sabrina sudah berbinar penuh kebahagiaan."Loh kok pak Tono," tanya Sabrina pada supir kantor suaminya yang kini berada didepannya."Hehe iya nyonya, tuan sedang ada meeting jadi minta tolong saya untuk jemput nyonya," ucapnya.Hati yang tadi berbunga kini layu berganti dengan kekesalan, betapa jengkelnya ia pada Antonio yang telah mengingkari janjinya. Sepanjang perjalanan Sabrina hanya terdiam dengan wajah kesalnya, pak Tono bahkan tak berani mengajaknya berbicara karena raut wajah sang nyonya.Hanya senyuman yang ditampilkan pak Tono kala melihat sang n
"Apa yang kamu nggak mau," tanya Aldo yang tiba-tiba datang dan sudah berdiri disampingnya."Sayang," paniknya segera bangkit dan memeluk tubuh Aldo dengan begitu erat.Aldo hanya terdiam saat tubuh Syan memeluk dirinya dengan begitu erat, terbesit rasa bersalah dalam hatinya saat mengingat kemarin ia meninggalkan sang istri sendirian. Aldo membalas pelukan itu, memeluk tubuh wanita yang kini tengah mengandung anaknya."Sayang, aku menginginkamu," bisik Syan begitu mendayu manja ditelinga sang suami.Aldo tetaplah laki-laki normal yang akan merespon tindakan Syan saat ini, semarah apapun ia namun naluri laki-lakinya lah yang kini sedang bekerja. Aldo menarik tubuh Syan masuk kedalam kamarnya, melumat menyesap menggigit bibir ranum istrinya.Syan masih menikmatinya, menikmati sentuhan tangan Aldo yang kini berada ditubuhnya. Memuaskan hasratnya yang tiba-tiba saja menggebu-gebu, namun wajahnya terlihat begitu berbeda."Ada apa Syan," ta