Share

3. Terpaksa

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-28 05:41:31

"Mau selesaikan kerjaan apa bengong?" ucap Arvin masih belum menyadari keterkejutan Zoya dengan perkataan sebelumnya.

Zoya lantas menekan keyboard sesuai angka yang disebutkan Arvin dan benar saja pintu terbuka.

Deg!

"Kenapa kamu menggunakan tanggal lahirku sebagai password?"

"Dih, kepedean." Arvin membuang muka. Menyembunyikan rasa gugupnya.

"Kalau bukan tanggal lahirku, terus apa?"

"Ribet. Mau nyelesaikan kerjaan apa jadi wartawan? Aku perlu istirahat." Arvin berpura-pura memejamkan mata demi menghindari pertanyaan Zoya selanjutnya.

"Dih," gerutu Zoya. Dia tak lagi membalas ucapan Arvin. Fokus membuka laptop lelaki itu sambil mencari bukti-bukti tentang kedekatan sang pemilik laptop dengan adiknya.

Satu jam kemudian, mata Zoya mulai panas dan tak lagi bisa fokus pada layar laptop padahal proposal yang dia buat belum selesai dengan sempurna. Semakin lama, mata Zoya makin lengket, lima menit kemudian dia sudah tertidur pulas.

Arvin yang sejak tadi berpura-pura tidur. Kini, membuka mata karena tak mendengar suara gumaman Zoya.

"Tahan begadang juga ternyata," ucap Arvin lirih sambil menatap gadis yang matanya telah tertutup sempurna.

Semakin mendekati Zoya, Arvin membaca proposal yang sedang dikerjakan gadis itu. Reflek, jemarinya mulai mengotak-atik keyboard.

"Akhirnya selesai," ucap Arvin setelah hampir satu jam berusaha menyelesaikan pekerjaan Zoya. Lalu, lelaki itu pindah duduk di dekat ranjang Arsyad. Mencoba memejamkan mata kembali.

Tak terasa, waktu berlalu.

Sayup-sayup suara azan berkumandang terdengar, Zoya menggerak-gerakkan bola mata. Berusaha segera membuka indera penglihatannya. Sambil mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya pulih, gadis itu mengangkat ponselnya.

"Nggak kurang subuh telponnya?" tanya Zoya pada seseorang di seberang sana.

"Gila kamu, ya. Dari semalam aku tungguin, proposalnya belum juga dikirim," omel lawan bicara Zoya.

"Astagfirullah. Sorry aku ketiduran." Segera menegakkan posisinya, Zoya menyambar laptop yang ada di meja. "Aku telpon kamu setelah proposalnya terkirim. Aku matikan, ya. Bye."

Beberapa kali menekan enter karena mengira laptop itu masih menyala, kening Zoya berkerut. "Perasaan semalam, aku belum sempat matikan laptop ini. Kok sekarang nggak bisa nyala? Apa baterainya habis, ya," gumam Zoya.

Arvin melirik perempuan yang terlihat panik itu. Namun, karena suara azan sudah berkumandang, lelaki itu mengabaikan putri majikannya.

"Jaga, Bapak. Aku mau ke musala dulu," pamit Arvin pada Zoya.

"Hmm." Zoya memilih mengabaikan perkataan Arvin dan fokus pada benda persegi di depannya.

Setelah berhasil menghidupkan layar, Zoya segera membuka file proposal proyek yang dikerjakannya semalam. Matanya membulat sempurna ketika mengetahui bahwa proposal yang belum dirampungkannya itu sudah begitu sempurna.

Menahan rasa jengkel di hati, Zoya tetap mengirimkan proposal tersebut walau tahu bukan dia pembuat aslinya.

"Lancang!" umpat Zoya. Selesai meluapkan kekesalan hatinya, gadis itu menghubungi sahabat sekaligus rekan kerjanya.

"Cek, proposal itu. Aku sudah mengirimnya," ucap Zoya ketika panggilannya sudah terangkat.

"Ngapain di cek, sih. Kalau kamu yang buat, Bos, pasti setuju dan suka."

"Pokoknya cek. Aku suruh cek ya cek, Vy. Jangan membantah deh."

"Lagi PMS, ya. Sengak banget omongannya."

"Bukan aku yang buat proposal itu. Makanya, aku memintamu untuk mengecek ulang," ucap Zoya. Pada akhirnya dia berkata jujur.

"Heh, siapa orang yang berani ngerjain proposal proyek sebesar itu? Gila aja. Berani-beraninya dia."

"Udah, deh, Vy. Aku lagi malas bahas nama dia. Nanti, aku telpon lagi. Aku mau salat dulu. Keburu dia pulang dari Musala, kena omel nanti."

Suara Ivy menggema di telinga Zoya.

"Siapa yang berani ngomelin anak gadis Pak Arsyad selain saingan beratmu itu."

"Udah, deh. Aku tutup."

Zoya mengembuskan napas panjang. Segera beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Oleh karena tidak ada siapa pun di ruangan itu, dia terpaksa melaksanakan salat subuh di dekat ranjang sang ayah.

Baru saja salam dan menengok ke sisi kiri, wajah Arvin sudah terlihat. Zoya mendelik, rahangnya mengetat, menahan marah.

"Bisa nggak, jangan mencampuri pekerjaanku. Proposal itu bukan proposal sembarangan. Kenapa tanganmu lancang sekali meneruskannya," bentak Zoya.

"Cuma berniat bantu. Kalau nggak suka tinggal hapus aja," jawab Arvin. Dia membereskan semua barang-barangnya. "Aku harus pulang. Kamu jagain Bapak sampai Ibu datang."

"Vin, aku lagi ngomong. Jengkelin sekali, sih."

"Apa lagi?" Arvin menatap malas pada Zoya.

"Kalian meributkan apalagi?" tanya Arsyad pelan. Lelaki itu kembali membuka alat pernapasannya.

"Ayah, jangan," cegah Zoya.

"Pak, nggak boleh," tambah Arvin.

"Kalau begitu, turuti permintaan semalam," ucap Arsyad. Suaranya begitu lantang seperti orang yang tidak sakit.

"Aku nggak mau, Yah," jawab Zoya.

Arvin tidak menjawab apa pun. Dia sibuk membetulkan alat-alat medis yang harus dikenakan bosnya. Namun, semua tindakan lelaki itu ditepis oleh Arsyad.

"Pak, tolong," pinta Arvin melas.

"Nggak mau sembuh sebelum kalian mengiyakan permintaan semalam," bentak Arsyad membuat Zoya mendelik.

"Ayah!" rajuk sulung keluarga Arsyad.

"Aya, jangan keras kepala!" ucap Arvin.

"Aku nggak keras kepala. Aku menolak karena memiliki alasan."

"Apa alasanmu?" Arsyad menatap putrinya.

"Aku masih ingin mengejar karier."

Arsyad mendengkus. "Karier bagaimana lagi yang akan kamu kejar. Semua usaha yang Ayah miliki adalah milikmu, Aya."

"Nggak, aku ingin membuktikan pada Ayah. Walau aku perempuan, tapi aku nggak akan kalah sama cowok. Terutama Arvin."

"Astagfirullah, Aya!" bentak Arsyad. Saat itu juga, lelaki paruh baya itu merasakan nyeri yang begitu hebat di ulu hatinya. "Kamu ...."

Arvin dengan cepat keluar untuk memanggil perawat. Sebelum pergi, dia sempat melotot, marah pada perempuan yang masih mengenakan mukena itu.

Beberapa menit kemudian, Arvin kembali ke ruang perawatan dengan seorang suster.

"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Bapak, aku nggak akan memaafkanmu," ancam Lelaki dengan potongan rambut belah tengah.

"Kalau kamu lupa, beliau adalah ayahku. Tentu aku menginginkan kesembuhannya," sahut Zoya penuh amarah.

"Bisa tidak jangan membuat keributan. Kondisi pasien saat ini sangat labil. Jika kalian berdebat seperti ini, maka akan mengganggu ketenangannya. Proses penyembuhan pun terhambat. Jangan membebani pikiran pasien," peringat suster yang baru saja mengecek keadaan Arsyad.

"Maaf," jawab Zoya dan Arvin, bersamaan.

"Tolong kalian turuti permintaannya. Jangan sampai menyesal jika terjadi apa-apa pada beliau." Setelahnya, suster itu meninggalkan ruangan tersebut.

"Vin," panggil Arsyad.

"Inggih, Pak." Arvin mendekat.

"Siapkan semua syarat untuk pernikahan kalian. Waktu bapak cuma sebentar."

"Inggih."

"Kamu mau, kan, menikahi Zoya."

"Insya Allah."

Saat itu juga, dunia Zoya serasa runtuh.

Tak ada lagi bantahan dari bibirnya apalagi setelah mendengar penuturan suster tadi. Melawan pun, tak sanggup.

Benarkah ini jalan terbaik?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   42. Kebahagiaan Sebenarnya

    Happy Reading*****Zoya berbalik akan segera berlari menjauhi sang suami. Namun, Arvin sudah memegang pergelangan tangannya terlebih dan mendekapnya sehingga Zoya cuma bisa tertawa."Puas, ya, ngerjain Mas kayak gini?" Menciumi seluruh wajah dan kepala sang istri. Zoya tertawa lepas. Setelah banyaknya kejadian tidak mengenakkan yang terjadi akhir-akhir ini, sekarang dia mendapatkan kebahagiaan. Pernikahan yang awalnya membuat ragu kini akan berubah menjadi keluarga kecil yang Insya Allah membahagiakan. "Mas, sih. Mukanya tegang gitu padahal yang over thinking sebelumnya adalah aku. Kenapa berubah nggak yakin setelah melihatku tadi?" Kedua tangan Zoya menangkup pipi Arvin membuat bibir lelaki itu monyong. Arvin berusaha tersenyum, tetapi kesulitan karena kedua tangan Zoya. Akhirnya, lelaki itu hanya memandang sang istri lekat sambil membayangkan ketika dulu Zoya sering sinis dan marah-marah tidak jelas padanya. Walau lelaki itu sudah berusaha menjelaskan dan bertanya kenapa sikap

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   41. Overthinking

    Happy Reading*****Zoya beranjak meninggalkan Arvin. Kakinya menghentak keras karena kesal. "Katanya cinta, cuma diminta tolong gitu saja nggak mau," gerutunya sepanjang perjalanan menuju kamar. Sebagai lelaki yang cukup peka dengan sikap istrinya, Arvin menyusul wanita yang sudah dia cintai sejak dulu itu. Sebelum sampai di kamar dan membuka pintu, pergelangan Zoya dipegang. "Jangan marah dulu, dong, Sayang. Bukannya Mas nggak mau beliin mangga muda, tapi Mas penasaran sama sikapmu sekarang. Kamu nggak pengen periksa ke dokter?""Aku nggak sakit, ya. Ngapain periksa?" Zoya menyilangkan tangannya. Bibirnya mengerucut dan tatapan matanya semakin jengkel pada sang suami. Menghela napas sambil mengelus dada, Arvin meletakkan tangannya ke pundak sang istri. "Ke dokter bukan cuma sakit saja, kan? Kamu nggak kepikiran aneh padahal sudah hampir dua bulan nggak datang bulan. Minimal, kamu tes mandiri deh, Sayang." Saat itulah kening Zoya berkerut. Entah mengapa beberapa bulan ini, dia tid

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   40. Merajuk

    Happy Reading*****"Ibu," teriak Hasbi. Lelaki itu segera merangkul perempuan yang telah melahirkannya dan berteriak untuk memanggil Ambulance.Sementara Arvin, mencengkeram kuat leher Noval. Dia juga melayangkan bogem dengan sekuat tenaga. Polisi langsung mengamankan lelaki yang telah melukai ibunya Hasbi tersebut. Namun, lelaki itu terus memberontak hingga satu pukulan kembali melayang padanya. "Dasar manusia jahat. Masih saja ingin melawan. Kamu mau membusuk di penjara seumur hidup?" bentak Arvin."Aku bersumpah nggak akan mati sebelum menghabisi kalian semua. Nggak usah mimpi, Vin," umpat Noval. "Menyerahlah sebelum kami melakukan tindakan lebih buruk dari ini." Polisi memukul kaki Noval, mengurangi pergerakannya.Sementara itu, Zoya terpaku melihat tantenya bersimbah darah di pelukan Hasbi. Air matanya tak henti-hentinya mengalir. "Bi, gimana kalau tante ....""Sstt. Berdoa yang baik-baik saja." Hasbi langsung menggendong ibunya kelur dari ruang meeting. Di luar, ambulance s

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   39. Korban

    Happy Reading*****"Om, jangan bertindak gegabah. Njenengan itu sudah menjadi buronan polisi saat ini. Kalau sampai Mbak Zoya terluka, hukuman yang didapat nggak main-main. Kemungkinan besar, Om Sano akan membusuk di penjara," peringat Hasbi. Dia bergerak pelan untuk menyelamatkan saudaranya."Diam, Bi. Jangan ikut campur. Kalau kamu bergerak lagi. Aku benar-benar akan menghabisinya," ancam Sano. Pisau yang dia acungkan ke leher Zoya menempel erat di kulit. Di belakang lelaki paruh baya itu sudah ada Noval dan lelaki yang paling dibenci Hasbi. Suami ibunya itu membawa serta perempuan yang telah melahirkan Hasbi. "Jangan ikut campur kalau nggak mau nyawa ibumu melayang," peringat Noval. Lalu, dia menatap semua orang yang ada di ruangan itu. "Sebaiknya, kalian juga diam. Jangan ada yang berani bergerak untuk menghubungi polisi kalau nggak mau nyawa melayang."Noval melemparkan map berwarna hitam ke meja meeting. "Silakan kalian tanda tangani berkas itu. Setelahnya, kalian bisa pergi

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   38. Tertangkap

    Happy Reading*****"Jika laporan rugi laba ini benar, kenapa pihak-pihak yang bekerja sama dengan kita masih komplain? Para karyawan juga banyak yang mengeluh jika Zoya membiarkan masalah itu terus berlanjut," tanya Sekar. "Benar. Ketika saya mengadakan sidak beberapa waktu lalu, salah satu karyawan sempat mengatakan bahwa kamu nggak mengambil tindakan apa pun. Cuma menyortir bahan amentah yang ada di frezer gudang. Selebihnya, kamu nggak amengambil tindakan apa pun," kata salah satu pemilik modal."Pasti yang bapak tanyai adalah karyawan dengan posisi pekerja biasa atau pelaksana. Coba njenengan tanya pada semua jajaran presidium yang ada di pabrik ini. Bagaimana Mbak Zoya dan saya berusaha mengatasi masalah yang ada tanpa bantuan siapa pun. Kami malah mendapat intimidasi dari beberapa orang tak dikenal," terang Hasbi. Zoya berdiri, menetap semua orang yang hadir penuh selidik. "Saya tahu, ada seseorang dari njenengan-njenengan ini yang nggak mau saya berada di posisi sekarang. Se

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   37. Masuk Perangkap

    Happy Reading*****Arvin menatap semua anggota keluarganya bergantian. "Kalau kita nggak menyembunyikannya. Aku takut, apa yang mereka rencanakan akan jauh lebih besar lagi. Bukan nggak mungkin kalau nyawamu juga menjadi incaran mereka," ucapnya pada sang istri. Diam, semua orang yang ada di ruang perawatan itu mencoba berpikir dan menimbang ide yang dikemukakan Arvin."Mereka itu orang yang berpikiran sempit. Kita nggak bisa menjamin jika mereka nggak merencanakan semua itu apalagi selama ini rencana-rencana yang disusun selalu gagal. Bu, Pak, aku nggak bisa mengambil resiko jika sampai mereka benar-benar menargetkan kematian Zoya.""Sepertinya, apa yang dikatakan Mas Arvin benar. Ada baiknya kita mengikuti permainan mereka. Mungkin dengan jalan ini, kita bisa mengetahui keberadaan Om Sano dan Noval. Jika orang yang dianggap penghalang sudah nggak ada, bisa dipastikan keduanya akan muncul," tambah Hasbi yang merasa ide sang ipar bisa dijalankan.Terdengar tarikan napas Zoya, dia m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status